Mohon tunggu...
Fuad Saputra
Fuad Saputra Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa cum Jurnalis

Mahasiswa Universitas Negeri Malang. Alumnus Pesantren Imam Syafi'i, Aceh Besar, Aceh. Asal Bireuen Aceh.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dilema Sistem Zonasi

7 September 2018   22:01 Diperbarui: 7 September 2018   22:11 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesuai Permendikbud nomor 14 tahun 2018 tentang penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) akan diberlakukan sistem zonasi. Sejatinya sistem zonasi dalam pelaksanaan PPDB telah diatur pada Permendikbud nomor 17 tahun 2017 sejak tahun lalu, tapi cakupan pelaksanan belum luas. Peraturan baru PPDB khususnya yang berkaitan dengan sistem zonasi menyisakan banyak polemik. Banyak pihak yang masih meragukan sistem zonasi dapat mengatrol kualitas pendidikan Indoesia.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effedy menegaskan sistem zonasi adalah upaya pemerintah untuk menyama ratakan kualitas pendidikan.

Sistem zonasi sendiri merupakan aturan dimana sekolah harus menerima calon peserta didik baru dalam radius zona yang ditentukan oleh Pemda dan musyawarah kelompok kerja kepala sekolah. Kouta siswa yang harus diterima dalam sistem zonasi minimal 90 persen, sedangkan lima persen masing-masing sisanya melalui jalur prestasi, perpindahan domisili atau karena bencana alam/sosial.

Sistem zonasi secara signifikan akan menghapus kasta-kasta sekolah, khususnya favorit. Jarak adalah penentuan utama dalam penerimaan peserta didik baru. 

Bukan seperti sistem rayon yang lebih melihat potensi akademik, sehingga menimbulkan kesenjangan antar sekolah. Semua peserta didik yang memiliki potensi lebih berkumpul pada sekolah favorit, sedangkan yang rata-rata atau bahkan dibawahnya terhimpun di sekolah "terasing". Sekolah pilihan terakhir.

Beban orang tua juga akan berkurang dengan adanya sistem zonasi. Praktis jarak antara sekolah dengan rumah menjadi lebih dekat sehingga memudahkan mobilisasi peserta didik. 

Terlebih dengan sistem zonasi distrubusi peserta didik pintar lebih merata. Dibandingkan sistem rayon di sekolah unggulan belum tentu diisi oleh peserta didik yang rumahnya dekat. Sehingga sekolah-sekolah dipaksa untuk meningkatkan standar kualitas pendidikan.

Sekolah Bekerja Lebih Keras

Sekolah-sekolah favorit harus bekerja lebih keras dengan sistem baru ini. Bila sebelumnya sekolah favorit diisi kebanyakan oleh murid pintar, dengan sistem zonasi sekolah favorit harus keluar dari pakem nyaman untuk mempertahankan kualitas. Kemudian sekolah biasa saja juga harus meningkatkan kualitas Bukan hanya untuk mengakomodasi siswa pintar, tapi juga untuk mengejar ketertinggalan dari sekolah lain.

Sekolah favorit harus berani menanggalkan ke ekslusifanya. Dalam sistem zonasi juga diberlakukan peraturan sekolah harus menerima minimal 20 persen peserta didik dari keluarga kurang mampu. Sehingga nantinya tidak akan ada kotak-kotak kasta sekolah.

Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Fahriza Marta Tanjung berpendapat seperti yang dilansir Tirto ID pemerintah harusnya memperbaiki sarana dan fasilitas sekolah sebelum menerapkan sistem zonasi. Ia menambahkan sekolah yang tidak berkembang disebabkan karenan minimnya bantuan pemerintah, bukan karena semata pengelola sekolah enggan meningkatkan kualitas pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun