Mohon tunggu...
Fristianty Ltrn
Fristianty Ltrn Mohon Tunggu... Administrasi - NGO

Penulis Pemula

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cita-cita? Wujudkan dengan Kombinasi Tekad dan Kebutuhan

20 Juni 2017   18:22 Diperbarui: 24 Juni 2017   16:54 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Seorang wanita menatap sepatu yang baru dia beli dengan “sedikit” tercenung dan menggumam dalam hati “Hmm, sebenarnya gak terlalu butuh sepatu ini..”. Kenapa saya katakan   dengan kata  “sedikit” tercenung? Apa memang hanya sedikit? Iya, hanya sedikit, karena ada rasa lain yang lebih besar yaitu rasa senang memiliki sepatu yang diinginkannya. Umumnya perempuan senang dengan benda seperti sepatu yang belum ada dikoleksinya, jangan tanya berapa koleksinya tapi memang yang modelnya seperti ini belum ada, sehingga dengan banyak kompromi umumnya perempuan sering katakan pada diri sendiri “Yang begini belum aku punya, aku suka dan beli saja dan kebetulan baru dapat THR..sekali aja, tidak apa-apa”.

Apa yang sedang saya bicarakan? Ada sebuah rasa yang bernama “rasa senang dan puas” ketika memiliki sesuatu yang belum dimiliki. Mungkin rasa ini yang membuat gaji tidak pernah cukup atau seharusnya yang bisa disimpan jauh lebih besar tapi koq jadinya tabungan gak naik naik? Prioritas Hidup tidak ada? Mungkin rasa yang satu ini belum diatasi.

Positif dan Negatif Rasa Tidak Puas

Secara naturalnya manusia selalu menginginkan hal yang tidak dia punya atau kata lain, tidak puas itu sudah menjadi ciri alami sebagai seorang manusia. Kita harus menerima natur ini, setuju atau tidak setuju agar kita bisa cari solusinya. Sadar atau tidak sadar Orang tua, saudara, tetangga, guru di sekolah, dll sudah menuntut kita sejak kecil untuk tidak berhenti di hal hal yang sudah kita miliki. Apakah ini salah? Tentu tidak. Ini adalah positif, sehingga secara natural kita berkembang, ingin lebih baik, ingin berprestasi, memiliki cita cita. Sebab adalah juga tidak baik apabila kita cepat puas dan berhenti menginginkan sesuatu. 

Seorang Ayah yang punya potensi untuk mengembangkan karirnya yang juga berdampak pada peningkatan ekonominya, tapi tidak mau berusaha lebih keras karena sudah puas dengan apa yang sudah dipunyainya, maka ekonominya yang seharusnya masih bisa dikembangkan jadi berhenti dan terpuruk di titik itu, anak anak tidak sekolah ke jenjang yang lebih baik, rumah ngontrak, makanan pas pasan, dll yang seharusnya bisa perbaiki kalau  si Ayah tidak cepat puas dan mau berusaha kebih keras.

Namun, perlu kita awas, rasa tidak puas yang dimiliki secara natural ini membuat seseorang sulit membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan. Apakah kedua kata ini penting dibedakan? Secara kamus kedua hal ini mungkin tidak terlalu berbeda, tapi realitanya, orang yang tidak bisa membedakan kedua kata ini akan sering mengambil keputusan yang salah. Manusia butuh makan, kita semua mengakuinya. Tapi makan enak di restoran setiap hari bukanlah kebutuhan manusia. Kebutuhan dan keinginan harus ditelisik dalam mewujudkan cita cita, kalau tidak kita tidak akan bisa menempatkan mana yang menjadi prioritas hidup.

Kebutuhan dan keinginan adalah dua hal yang berbeda dan seharusnya orang dewasa bisa membedakannya dengan mudah. Ada pengalaman yang saya rasa baik untuk dibagikan dalam topik ini. Saya bersama suami memiliki kesempatan untuk study di negeri tetangga, Filipina. Negara ini cukup maju dari segi pendidikan sebab bahasa pengantar di sekolah formal adalah bahasa Inggris. Sehingga mereka tidak perlu menterjemahkan buku buku bermutu dari luar kedalam bahasa Tagalog, karena dengan natural mereka akan melahap buku buku dalam bahasa Inggris, itu yang membuat mereka cukup berkembang dalam pendidikan. 

Dalam masa akhir study saya, saya berniat memanfaatkan kelebihan bangsa ini dalam bahasa Inggrisnya dengan berencana mengambil sertifikat mengajar bahasa Inggris yang bertaraf Internasional. TESOL (Teaching English to Speakers of Other Languages) adalah sasaran saya, mengingat sertifikat ini adalah dikhususkan untuk orang orang yang akan mengajar Bahasa Inggris baik tatap muka ataupun On line.

Saya membutuhkan sertifikat ini, saya sangat ingin mengembangkan kemampuan bahasa Inggris saya dan sangat ingin memiliki sertifikat sebagai alat untuk mengajar, mengingat latar belakang pendidikan saya bukan bahasa Inggris, sehingga sertifikat ini akan sangat menolong saya mewujudkan impian saya untuk menjadi pengajar bahasa Inggris sekembali ke Indonesia. Tapi ternyata biayanya tidak murah, sangat mahal untuk ukuran mahasiswa seperti saya. Karena beasiswa yang saya dapat selama study tidak cukup apabila dipakai untuk mengambil sertifikat ini.

Saya mendiskusikan situasi itu dengan suami dan kami bekerja sama untuk mewujudkan impian itu. Kami mulai dengan membuat pengelolaan keuangan yang lebih ketat dan terencana. Dengan sungguh sunggguh membedakan apa itu keinginan dan apa itu kebutuhan. Dan saya menyadari kelemahan perempuan seperti saya yang senang dengan apa yang belum saya miliki dari segi barang barang yang cantik dan elok dilihat. Sehingga pada saat itu saya selalu bertanya kepada suami saya setiap kali hendak membeli sepatu atau baju “Pa, menurut Papa saya butuh ini gak?” lalu dia akan bilang “Mama memang gak punya yang persis seperti ini tapi mama sudah punya barang sejenis..jadi kayaknya gak butuh deh..” tapi kali lain dia akan berbaik hati dan mengatakan “Keren lho ma, ambil aja..mama kan butuh untuk ..bla..bla..” keputusan saya untuk tidak memutuskan sendiri ternyata sangat menolong. 

Sampai sekarang sekembali ke Indonesia kebiasaan menanyakan pendapat suami selalu saya lakukan, karena saya sadar sering kebablasan membeli sesuatu yang menurut saya kebutuhan padahal hanya keinginan. Membedakan keinginan dan kebutuhan menurut saya harus menjadi kebiasaan, karena terlalu banyak yang elok elok di luar sana, apalagi dalam situasi menjelang lebaran seperti ini..diskon dimana mana, sehingga kita kalap dan kerap berkata “Mumpung diskon..cuma sekali setahun koq belinya”..padahal belum tentu barang barang yang ditawarkan itu adalah kebutuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun