Mohon tunggu...
Feri Priatna
Feri Priatna Mohon Tunggu... -

email: feri.priatna01@gmail.com\r\ntwitter: @FeriPriatna

Selanjutnya

Tutup

Money

Kerangka Hukum Indonesia Terkait Perlindungan Hak Pemegang Saham Minoritas

15 Juni 2013   14:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:59 2822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Tatakelola perusahaan (corporate governance) mulai gencar diperbincangkan semenjak krisis keuangan Asia 1997. Beberapa isu yang dibahas diantaranya adalah perbedaan kepentingan antara pemilik/pemegang saham dengan manajer pada perusahaan dengan struktur kepemilikan tersebar, pencideraan hak-hak pemegang saham minoritas oleh pemegang saham mayoritas pada perusahaan dengan struktur kepemilikan terpusat, perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan pemberi pinjaman (debtholder), dan masih banyak masalah lainnya. Intinya, permasalahan yang muncul adalah principal-agent problem namun dengan pemeran yang berbeda-beda.

Struktur kepemilikan perusahaan terbuka di Indonesia sebagian besar adalah terpusat pada seseorang atau kelompok tertentu. Terpusat yang dimaksud adalah terpusat pengendaliannya maupun hak atas arus kas. Negara lain di Asia pun mempunyai struktur yang mirip. Claessens, et al., 1999, menyatakan bahwa dengan sruktur terpusat, peluang terjadinya ekspropriasi pemegang saham minoritas mudah terjadi karena pengendali utama tidak/sedikit mempunyai cashflow rights. Ditambah lagi dengan undang-undang perlindungan investor yang lemah, kesempatan untuk melakukan ekspropriasi semakin besar. La Porta et al., 2010, menyatakan bahwa perlindungan terhadap investor di negara yang menerapkan code law, salah satunya Indonesia, lebih rendah dibandingkan negara yang menerapkan common law.

Para individu/kelompok pengendali tersebut mempunyai berbagai cara untuk mengendalikan perusahaan yang tidak dimilikinya secara langsung, yakni melalui struktur piramida dimana perusahaan yang dikendalikannya mempunyai control atas perusahaan lainnya. Di Indonesia banyak terdapat perusahaan dengan struktur tersebut. Bahkan karena rumitnya, kita mungkin tidak akan pernah tahu siapa pemilik sesungguhnya (ultimate owner). Hal yang dikhawatirkan adalah terjadinya ekspropriasi oleh ultimate owner tersebut yang dapat menguntngkan dirinya sendiri sementara mengabaikan kepentingan para pemeang saham lainnya, terutama pemegang saham minoritas.

Hal yang akan disoroti di sini adalah bagaimana kerangka regulasi di Indonesia dalam mencegah/mengatasi ekspropriasi. Namun sebelumnya, perlu dibedakan tujuan investor dalam membeli saham. Pada dasarnya ada dua tujuan investasi yakni tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan investasi jangka pendek lebih berfokus pada pergerakan harga saham sehingga investor mendapat keuntungan yang berasal dari capital gain, hal ini disebut juga dengan trading. Tujuan investasi jangka panjang berupa pengendalian atas perusahaan untuk meningkatkan performa. Imbal hasil yang diperoleh adalah dividen. Sebagian besar investor publik yang mempunyai kepemilikan yang tidak signifikan mempunyai tujuan jangka pendek, hanya untuk trading. Beberapa investor lainnya, dengan kepemilikan sekitar 5% atau lebih dianggap mempunyai tujuan jangka panjang. Investor inilah yang dianggap sebagai pemegang saham minoritas karena dia akan berusaha memperjuangkan haknya bila dicederai, sementara investor lain akan mengalami kesulitan menempuh jalur hukum sehingga lebih memilih untuk menjual sahamnya.

Pemilik utama (ultimate owner) mempunyai insentif untuk melakukan ekspropriasi karena dia tidak memilki cash flow rights atas perusahaan yang dikendalikannya. Selain itu, banyak pula perusahaan induk yang mempunyai berbagai usaha (diversifikasi) baik berkaitan maupun tidak berkaitan sehingga risiko pemilik utama menjadi lebih kecil akibat diversifikasi tersebut. Ekspropriasi dapat terjadi seperti berupa tunneling. Johnson et al., 2000, mendefinisikannya sebagai transfer kekayaan antarperusahaan dalam suatu struktur piramida agar menguntungkan pihak pengendali, dalam hal ini pemilik utama. Permasalahannya adalah pemegang saham minoritas tidak mempunyai cukup bargaining power untuk mencegah hal tersebut. Prinsip one man one vote yang melekat pada saham yang dimiliki membuatnya selalu kalah dalam hal pengabilan suara untuk menentukan keputusan.

La Porta et al., 1999b, menunjukkan bahwa perlunya cash flow rights yang tinggi bagi pemilik utama sebagai komitmen untuk mencegah ekspropriasi di negara dengan perlindungan pemegang saham yang lemah. Dengan adanya kepemilikan cash flow rights, maka tindakan ekspropriasi akan merugikan dirinya sendiri juga secara langsung sehingga pemilik utama akan mengurangi/tidak melakukan ekspropriasi.

Jika ekspropriasi sangat mungkin terjadi di perusahaan-perusahaan Indonesia, lalu bagaimanakah dengan kerangka regulasi yang ada? Apakah perlindungan terhadap pemegang saham minoritas sangat lemah?

Di Indonesia, perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia harus mentaati Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) tahun 2007 dan Peraturan Bapepam-LK.

UU no 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Beberapa perlindungan hukum bagi para pemegang saham minoritas khususnya adalah sebagai berikut:

1.Perlindungan hukum melalui hak perorangan

Pada dasarnya, undang-undang ini memberikan hak bagi pemegang saham untuk mengajukan gugatan terhadap perseroan jika dirinya merasa dirugikan. Lebih jelas di pasal 138, pemegang saham dapat mengajukan pemeriksaan terhadap perusahaan atas dugaan adanya perbuatan yang merugikan pemegang saham dengan syarat permohonan diajukan oleh setidaknya 1/10 dari hak suara.

2.Perlindungan hukum melalui hak appraisal

Pasal 62 memfasilitasi para pemegang saham untuk dapat mengajukan pembelian saham oleh perseroan pada harga wajar jika terdapat tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham. Tindakan perseroan yang dimaksud dapat berupa mengubah anggaran dasar, pengalihan atau penjaminan kekayaan, atau penggabungan, peleburan, pengabilalihan, dan pemisahan.

3.Perlindungan hukum melalui pre-emptive right

Hal ini tercermin pada pasal 43 dimana pemegang saham mempunyai hak penawaran terlebih dahulu atas penambahan modal baru. Hal ini bertujuan untuk mencehag dilusi bagi para pemegang saham yang sudah ada.

4.Perlindungan hukum melalui hak derivatif

Hak derivatif merupakan hak yang diberikan kepada pemegang saham untuk bertindak untuk, atau atas nama perseroan melakukan tindakan hukum dalam bentuk pengajuan suatu gugatan terhadap anggota direksi yang melakukan pelanggaran. Hal ini tercantum pada pasal 97 ayat 6 dan pasal 114 pasal 6.

5.Perlindungan hukum melalui hak angket

Perlindungan ini berupa hak untuk mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap perseroan yang diduga telah melakukan penyimpangan yang merugian para pemegang saham, diatur pada pasal 138. Selain itu, jika beberapa pemegang saham ingin mengadakan RUPS, maka permintaan pengajuan RUPS hars dilakukan oleh minimal 1/10 dari hak suara. Selanjutnya, RUPS dapat dilangsungkan jika dihadiri oleh minimal 50% dari hak suara.

Selain kelima perlindungan hukum di atas, keberadaan para pemegang saham minoritas dalam pengawasan jalannya usaha perseoran dapat diwakilkan melalui Komissaris Independen. Pada pasal 120 menyatakan bahwa anggaran dasar perseroan dapat mengatur adanya 1 orang atau lebih Komisaris Independen. Komisaris Independen ini tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, dewan direksi, maupun dewan komisaris lainnya. Dengan demikian, diharapkan Komisaris Independen dapat mewakili kepentingan pemegang saham minoritas dalam hal pengawasan perseroan. Akan tetapi, penulis merasa kurang berkenan dengan pilihan kata-kata pada pasal tersebut, dimana kata “dapat” sama sekali berbeda dengan “wajib”. Artinya, bisa saja anggaran dasar perseroan tidak mengatur perihal komisaris independen. Dalam penjelasan atas pasal tersebut pun tidak ada keterangan lebih lanjut.

Undang-Undang nomor 8 tahun 1995 tentang Psar Modal dan Peraturan Bapepam-LK

Perlindungan hak pemegang saham minoritas juga terdapat pada Undang-Undang Pasar Modal (UU PM) terkait dengan kewajiban keterbukaan informasi sebagaiana tertuang pada pasal 85 dan pasal 86. Selain itu, pasal 87 mengatur pelaporan kepemilikan direktur dan komisaris serta pengungkapan pihak-pihak yang memiliki minimal 5% kepemilikan. Selain itu, dalam peraturan Bapepam-LK nomor X.K.6 tahun 2012 mengatur megenai kewajiban pengungkapan identitas pemegang saham utama atau pengendali hingga lapis indvidu tertentu dalam laporan keuangan tahunan. Pengungkapan tersebut disajikan dalam bentuk skema atau diagram. Meskipun peraturan ini tidak mewajibkan pengungkapan hingga beneficial utimate owner, namun setidaknya dengan ketentuan ini para pengguna laporan keuangan dapat mengetahui transaksi afiliasi dan melakukan penelusuran ultimate owner secara mandiri. Regulasi ini sangat vital untuk kondisi perusahaan seperti di Indonesia dimana struktur kepemilikan berbentuk piramida dan terdapat cross-shareholding.

Peraturan Bapepam-LK lainnya adalah terkait keterbukaan informasi yang harus segera diumumkan seperti diatur pada peraturan Bapepam-LK nomor X.K.1. Informasi yang dimaksud berupa fakta material yang dapat mempengaruhi harga saham dan keputusan investor seperti: penggabungan usaha, pembelian saham, peleburan usaha, pemecahan saham, pembagian dividen, dan lain-lain.

Kesimpulan

Pada dasarnya, perangkat hukum di Indonesia telah berusaha untuk melindungi pemegang saham minoritas. Akan tapi satu hal yang perlu diperhatikan adalah terkait usaha untuk menempuh jalur hukum tersebut. Misalnya dengan harus mengumpulkan 1/10 hak suara agar dapat melakukan tuntutan hukum dirasa terlalu berat mengingat para pemegang saham dengan jumlah yang tidak signifikan justru sangat banyak jumlahnya. Hal ini belum menimbang biaya yang hars dikeluarkan dan siapa yang harus menanggungnya. Kadang pula para pemegang saham minoritas hanya berorientasi pada keuntungan sesaat seperti perubahan harga saham sementara tidak begitu peduli dengan aktivitas perusahaan. Dengan situasi yang ada saat ini, agaknya benar kesimulan La Pota et al., 2010, bahwa perlindungan investor di negara code law lebih rendah dibandingkan di negara common law. Dalam pembuatan regulasi kadang juga melibatkan isu politis dimana beberapa orang berkepentingan mempunyai peranan di sana, sementara seharusnya regulasi dibuat untuk kepentingan publik. Kasus ekspropriasi pemegang saham minoritas akan terus terjadi jika situasi ini tidak berubah, jika kerangka hukum yang ada tidak diperbaiki.

Peran vital pemerintah, melalui UU PT, adalah memastikan bahwa para seluruh pemegang saham mendapatkan haknya dan tidak tercederai oleh pemegang saham mayoritas dalam berbagai mekanisme yang berjalan di perseroan seperti RUPS, pengambilan kebijakan strategis, dan sebagainya. Sementara itu, peran Bapepam LK adalah terkait regulasi pengungkapan informasi sehingga tidak terdapat asymmetric information. Kerangka regulasi internal berupa kebijakan perusahaan seperti whistle blower system juga perlu dikembangkan untuk mendukung terwujudnya tatakelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

Referensi

Claessens, Stijn, Simeon Djankov, Joseph P. H. Fan, and Larry H. P. Lang, 1999. Exropriation of Minority Shareholders: Evidence from East Asia.

Johnson, Simon, Rafael La Porta, Florencio Lopez-de-Silanes, and Andrei Shleifer, 2000. Tunnelling. American Economic Review 90(2) May 22-27.

La Porta, Rafael, Florencio Lopez-de-Silanes, Andrei Shleifer, and Robert W. Vishny, 1999a. Law and Finance. Journal of Political Economy.

La Porta, Rafael, Florencio Lopez-de-Silanes, and Andrei Shleifer, 1999b. Corporate Ownership around the World. Journal of Political Economy.

La Porta, Rafael, Florencio Lopez-de-Silanes, Andrei Shleifer, and Robert W. Vishny, 2000. Investor Protection and Corporate Governance. Journal of Financial Economics 58 (2000) 3-27.

Morck, Randall and Bernard Yeung, 2004. Special Issues Relating to Corporate Governance and Family Control. World Bank Policy Research Working Paper 3406, September 2004.

Wallace, P & Zinkin, J., 2005. Mastering Business in Asia Corporate Governance. John Wiley & Sons

Peraturan Bapepam-LK nomor X.K.1 tentang Keterbukaan Informasi yang Harus Segera Diumumkan kepada Publik

Peraturan Bapepam-LK nomor X.K.6 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan Publik

Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal

Referensi Jurnal

Claessens, Stijn, Simeon Djankov, Joseph P. H. Fan, and Larry H. P. Lang, 1999. Exropriation of Minority Shareholders: Evidence from East Asia.

Johnson, Simon, Rafael La Porta, Florencio Lopez-de-Silanes, and Andrei Shleifer, 2000. Tunnelling. American Economic Review 90(2) May 22-27.

La Porta, Rafael, Florencio Lopez-de-Silanes, Andrei Shleifer, and Robert W. Vishny, 1999a. Law and Finance. Journal of Political Economy.

La Porta, Rafael, Florencio Lopez-de-Silanes, and Andrei Shleifer, 1999b. Corporate Ownership around the World. Journal of Political Economy.

La Porta, Rafael, Florencio Lopez-de-Silanes, Andrei Shleifer, and Robert W. Vishny, 2000. Investor Protection and Corporate Governance. Journal of Financial Economics 58 (2000) 3-27.

Morck, Randall and Bernard Yeung, 2004. Special Issues Relating to Corporate Governance and Family Control. World Bank Policy Research Working Paper 3406, September 2004.

Wallace, P & Zinkin, J., 2005. Mastering Business in Asia Corporate Governance. John Wiley & Sons

Referensi Peraturan

Peraturan Bapepam-LK nomor X.K.1 tentang Keterbukaan Informasi yang Harus Segera Diumumkan kepada Publik

Peraturan Bapepam-LK nomor X.K.6 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan Publik

Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun