Mohon tunggu...
Fitri Hidayati
Fitri Hidayati Mohon Tunggu... Pendidik -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

FDS

20 Juni 2017   13:01 Diperbarui: 13 Juli 2017   19:24 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


dalam hal ini bukan berarti akan menghilangkan peran lembaga pendidikan agama nonformal yang selama ini sangat besar andilnya dalam membentuk karakter anak, justru   Madrasah Diniyah akan ditarik sebagai  patner pembelajaran. Jadi Bapak-bapak yang mengampu di Madrasah Diniyah tidak perlu khawatir,  ini justru menjadi angin segar dan konsentrasi pembinaan akhlaq siswa lebih focus dan terarah

            Aula  SMA Rimba Taruna tampak ramai,  gedung megah yang berada di lantai dua ini  baru saja digunakan pertemuan wali murid dalam rangka penerimaan rapor kenaikan kelas. Para orang tua  murid menuruni tangga dengan hati – hati, di tangan mereka tertenteng  sebuah stop map yang berisi laporan prestasi sekolah anak mereka.  Suasana tidak seperti biasanya, para orang tua biasanya bergegas pulang namun pemandangan kali ini sangat beda, mereka tampak berjalan dengan santai tetapi  berbincang  dengan serius, agaknya ada topik  yang menarik hingga mereka asyik berbincang , informasi  tentang wacana full day school ternyata sangat menarik , bahkan rapor yang ada di tangan mereka tidak lagi menjadi perhatian.

            Aku sangat penasaran, aku bangkit dari tempat duduk ku di Pendopo Sekolah, langkahku mengintip dan membidik bapak-bapak  dan ibu-ibu yang tampak antusias berbicara, sedangkan beberapa orang tua di sekitarnya tampak serius mendengarkannya.

           " La wong pemerintah kog neko-neko, coba bayangkan, sekolah kog seharian full, la trus gimana coba, anak perlu makan siang, opo arep ditanggung pemerintah he?

Sekolah pulang jam 14.00 aja sudah kelimpungan apalagi sampai sore, apa nggak klenger…?" Seorang ibu tampak emosi.

"Dah pokoknya aku gak setuju kalau anak-anak kita sekolah sampai sore… belum lagi ngajinya  gimana.. apa gara-gara sekolah trus gak ngaji gitu? Apakah hal ini justru tidak menyebabkan karakter anak jadi lebih fatal, trus siapa yang akan bertanggungjawab? Kalau ada kehancuran mental yang disalahkan para kyai, guru agama, kalau anak harus sekolah sampai sore dan gak boleh ngaji kemudian ternyata karakter anak makin bobrok , siapa yang akan bertanggung jawab ?"

Perbincangan  itu tiba-tiba menjadi forum diskusi yang serius dan makin memanas, bahkan yang tadinya mereka berbincang sambil lalu kini mereka mencari tempat duduk yang nyaman, semakin banyak yang bergabung dan semakin seru perbincangan  mereka.

Aku makin mendekat, penasaran juga aku akhirnya, melihat keseriusan dan makin hangat perbincangan ini, sekaligus aku ingin tahu tanggapan dari orang tua tentang program full day school. Sebagai tenaga pendidik di SMA Rimba Taruna , aku tertantang untuk ikut nimbrung agar persepsi masyarakat tidak salah, syukur-syukur bisa memberikan pencerahan.

Dengan hati-hati aku memulai nimbrung,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun