Ibu... Judul puisi yang tak pernah ada akhirnya...
Harusnya ku sadar dari awal, bahwa tak semestinya ku terlalu amat sangat
Tetapi "andai" ternyata hanyalah suara sekilas bisikan kemudian hilang, serta janji tenggelam
Walaupun duduk di kursi roda namun tanggungjawab sebagai kepala keluarga tetap dilakukan. Semangat tidak pernah pudar dalam kondisi apapun.
Kau acapkali ubah haluan tanpa melibatkan aku lagiKau mengibarkan bendera tanda petualangan baruKemelekatan itu punah
Kuterbangkan belahan daun, Terguyur angin nan-anggun, Sejenak adalah wujud hidup, Cepat atau lambat akan hanyut.
Sang surya menyinari dunia, entah mengapa aku mengagumimu
Kapan akan berhenti, mungkin juga tidak kalau aku masih di sini. Pilih berlari tanpa rumah atau berdiam mati di rumah
Cinta yang tulus hanyalah orang tua kita sendiri, so sayangi mereka dan rawatlah merka agar berkat Tuhan selalu mengiringi langkahmu.
Aku memandang wajah indahmu kasih, yang kau sembunyikan di balik kerudung sucimu.
Jempol mengapit telunjuk dan jari tengah Ujung pena menguap peluh menetes kisah Jari manis bersila menikmati kalungan permata Kelingking bisu di ujung shaf dalam kepalan
Kesombongan, awal dari kegagalan membuat manusia lupa diri, lupa Tuhan.
Di antara awan yang lembut bergelut, rahasia tersembunyi, menyulut lamunan.
Bunga keramat simbol suci menyembul dari gelap menuju terang