Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Garuda Tak Putus Dirundung Duka

28 Juni 2019   14:57 Diperbarui: 28 Juni 2019   15:02 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maskapai penerbangan pelat merah PT. Garuda Indonesia Airways, kembali mendapat "spotlight". Sayang yang disorot isu negatif terkait laporan keuangan tahun 2018. Kejanggalan ini bermula dari laporan laba bersih yang tertera dalam laporan keuangan tahun 2018 sebesar Rp. 11,33 milyar atau setara dengan US$809.850 (kurs 14.000). Padahal di kuartal III-2018 Garuda Indonesia masih mengalami kerugian sebesar US$ 114,08 juta atau atau Rp 1,66 triliun jika dikalikan kurs saat itu sekitar Rp 14.600. 

Laporan keuangan yang semestinya menunjukan kerugian ini tiba-tiba terselamatkan oleh sebuah transaksi kontrak kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi (MAT) senilai US$ 239,94 juta atau setara dengan Rp. 3,42 Triliun dengan kurs sebesar Rp. 14,200/US$. 

Apabila perjanjian kerjasama dengan PT MAT itu tidak dicatatkan ke dalam laporan keuangan tersebut maka Garuda mengalami kerugian, karena beban usahanya lebih besar dari pendapatan yang dihasilkannya. Beban usaha Garuda sebesar US$ 4,58 milyar, sedangkan pendapatan yang berhasil diraih Garuda US$4,37 milyar, jadi ada kerugian sebesar US$ 206 juta atau setara dengan Rp.2,95 triliun.

Nah ini yang dipermasalahkan oleh para pemegang saham. Ada perjanjian kerjasama yang diteken antara dua perusahaan itu untuk jangka waktu 15 tahun senilai US$239,94 juta, namun nilai perjanjian itu dicatatkan secara keseluruhan dalam laporan rugi-laba tahun 2018 pada pos pendapatan lain-lain. Kenapa pihak manajemen Garuda mencatatkan itu karena imbalan atas kesepakatan dengan MAT tidak dapat dikembalikan, alhasil perusahaan memutuskan untuk mengakuinya saat penyerahan hak kepada MAT pada tahun 2018. 

Dikarenakan belum ada kas yang masuk, menurut Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23 maka pendapatan itu dimasukan ke dalam piutang usaha dan itu memang diperbolehkan meskipun belum ada uang yang masuk. namun demikian ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi diantaranya manajemen Garuda harus yakin akan keandalan mitra kerjasamanya tersebut dalam melunasi seluruh kewajibannya  sesuai dengan kontrak kerjasama yang telah disepakati.

Yang membuat was-was PT.MAT yang merupakan perusahaan jasa penyedia wi-fi on board dan hiburan diatas pesawat hanya memiliki aset  Rp. 10 milyar saja, sedangkan kontraknya dengan Garuda sebesar Rp. 3,41 trliun. Jika wanprestasi  terjadi dan dilakukan oleh PT. MAT, seluruh aset yang dimilikinya tidak akan mampu menutup nilai kontrak tersebut. Terlebih lagi ternyata setelah ditelusuri perusahaan ini baru didirikan November 2017 lalu.  Dengan usia yang sangat muda, kok bisa Garuda mau bekerjasama dengan mereka dengan nilai kontrak yang sangat fantastis Rp. 3,14 triliun.

Namun demikian Garuda sepertinya punya keyakinan lain terkait hal ini, kerjasamanya dengan PT MAT adalah bentuk upaya mereka dalam mendapatkan pendapatan tambahan, dengan memberikan layanan tambahan berupa konektivitas internet pada saat penerbangan. "itu kan pemasangan wifi, poinnya bagian dari Garuda Grup meningkatkan layanan ke penumpang. Penumpang akan mendapatkan layanan khususnya wifi tanpa membayar. Tapi itu jadi revenue tambahan buat kita," Kata Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan, beberapa waktu lalu.

Melihat polemik laporan keuangan Garuda yang terus berlarut-larut tentu saja membuat otoritas menjadi gerah. Kementerian Keuangan melalui Pusat Pembinaan Profesi Keuangan bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan(OJK) menilisik laporan keuangan Garuda tersebut. Dan hasilnya mereka menemukan pelanggaran berat dari pihak auditor yang melakukan penyusunan laporan keuangan Garuda"Kami menemukan bahwa pelaksanaan audit itu terutama satu isu menjadi perhatian bersama telah diyakini terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh auditor dari KAP, yang berpengaruh terhadap opini laporan audit independen," tutur Sekretaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto beberapa waktu lalu

Jadi kedua otoritas keuangan tersebut sudah memutuskan bahwa laporan keuangan Garuda tahun 2018 tersebut merupakan laporan keuangan rekayasa. Oleh karena itu, manajemen Garuda Indonesia diminta untuk menyajikan kembali laporan keuangan 2018. Jangka waktu yang diberikan 14 hari setelah pengumuman audit tersebut. 

Sementara OJK menjatuhkan denda kepada manajemen Atas hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan sanksi terhadap Garuda sebagai emiten, direksi, dan komisaris secara kolektif."Untuk Garuda sebagai emiten dikenakan denda Rp 100 juta. Direksi yang tanda tangan laporan keuangan dikenakan masing-masing Rp 100 juta. Ketiga, secara kolektif direksi dan Komisaris minus yang tidak tanda tangan, dikenakan kolektif Rp 100 juta jadi tanggung renteng," kata Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fahri Hilmi.

Dan bagi Auditor Kemenkeu melalui Pusat Pembinaan Profesi Keuangan seperti yang dijelaskan Sekjen Kemenkeu Hadiyanto, menjatuhkan sanksi kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, auditor laporan keuangan Garuda Indonesia dan Entitas Anak Tahun Buku 2018. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun