Mohon tunggu...
Money

Perbedaan Suap dalam Perspektif Syariat dan Politik

23 Mei 2017   19:26 Diperbarui: 23 Mei 2017   19:40 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Risywah berasal dari bahasa Arab (huruf ra-nya dibaca kasrah, fathah atau dhummah) yang artinya upah, komisi atau suap dan bisa juga diartikan “sogok”. Risywah yang berarti pemberian yang diberikan seseorang untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya atau risywah  adalah praktik pemberian uang atau barang atau iming-iming sesuatu kepada masa secara berkelompok atau individu untuk mendapatkan keuntungan.

Risywah merupakan prinsip muamlah yang sangat berat dalam implementasinya hal ini disebabkan risywah sudah hampir menjadi kultul dalam masyarakat korup contohnya saja di negeri sendiri di Indonesia. Dan karena itu, menghindari risywah merupakan pekerjaan yang baik dalam bidang ekonomi yang luar biasa berat.

Risywah hukumnya haram dalam islam, karena perbuatan ini dapat merusak tatanan profesionalisme dalam bisnis. Dan hak seseorang dalam suatu bisnis namun bisa lepas disebabkan adanya risywah yang dilakukan pihak lain (kompetiror).

Dampak sistem ekonomi modern ini dalam upaya mengatasi masalah ekonomi, orang harus melakukan pendekatan yang realitis terhadap kehidupan manusia di muka bumi. Seseorang mempunyai berbagai kebutuhan ekonomi selama masa hidupnya. Apabila membangun masyarakat dengan landasan ekonomi sendiri, masyarakat yang benar-benar matrealistis sebagaimana yang kita lihat di dunia barat dewasa ini nilai-nilai kehidupan spiritual dan moral mereka telah hilang. Motif-motif bisnis dan ide-ide komersial diterapkan dalam sikap sosial dan akibatnya masyarakat lupa bahwa manusia itu hanyalah pelindung harta kekayaan semata-mata, dan bukan pemilik yang sesungguhnya di mana kekayaan diperoleh dengan cara yang halal dan bukan dengan cara yang tidak jujur dan khianat.

Menerima atau mengambil sesuatu yang bukan haknya, maka tindakan yang dengan risywah yakni korupsi. Korupsi adalah penyelewengan dan penggelapan harta negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Bahkan dalam undang-undang tindak pidana korupsi pasal 5 ayat 1 terdapat kemiripan antara korupsi dan suap, dimana korupsi di definisikan dengan: “memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggaraan negara, dan dimana pegawai negei atau penyelenggara negara tersebut supaya  berbuat atau tidak berbuat sesuatu di dalamnya jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Unsur-unsur risywah yakni: 1. Penerima suap, yaitu orang menerima sesuatu dari orang lain baik berupa harta atau barang maupun jasa supaya mereka melaksanakan permintaan penyuap. 2. Pembersih suap, yaitu orang yang menyerahkan hartanya, uang, atau barang dan jasa untuk mencapai tujuannya. 3. Suapan, yaitu harta uang atau jasa yang diberikan sebagai sarana mendapatkan sesuatu yang diharapkan atau diminta.

Bentuk-bentuk risywah yakni: 1) Suap untuk membatilkan yang hak dan sebaliknya, hal ini jelas-jelas diharamkan karena hak itu kekal dan batil itu sirna. Syari’at Allah adalah cahaya yang menerangi kegelapan yang menyebabkan orang-orang mukmin terpedaya dan para pelaku kejahatan tertutupi dan terlindungi. Maka setiap sesuatu yang dijadikan sarana menolong kebatilan atas kebenaran itu haram hukumnya. 2) Suap untuk mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan dan kezaliman, manusia memiliki keinginan untuk berinteraksi sosial, berusaha berbuat baik akan tetapi kadangkala manusia khialaf sehingga terjerumus dalam kemaksiatan dan perbuatan zalim terhadap sesamanya menghalangi jalan hidup orang lain sehingga orang itu tidak memperoleh hak-haknya terpaksa harus menyuap. Suap menyuap dalam hal ini, diperbolehkan. 3) Suap untuk memperoleh jabatan atau pekerjaan, dalam serah terima jabatan kepada generasi yang memiliki dediksi, loyalitas, dan kemampuan yang mapan merupakan amanat agama yang harus dijadikan pegangan. Dan sebab itu harus menutup jalan dan jangan sampai memberi kesempatan kepada orang untuk memperoleh jabatan dengan jalan yang tidak benar dan menyimpang dari prosedur yang semestinya sebagaimana suap yang ditempuh kebanyakan orang lalu cara ini jelas diharamkan oleh Allah SWT.

Hukum risywah penyuap dan penerima suap yang dua-duanya sama-sama diharamkan dalam islam, bahkan perbuatan tersebut dosa besar dan firman Allah ta’ala yakni: “ Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta harta sebagian yang lain di antara kamu denga jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahuinya”.  (QS Al Baqarah 188)

Sanksi risywah dalam undang-undang dan hukum pidana islam, para ulama membagi tindak pidana islam kepada tiga kelompok yaitu tindak pidana Huddud merupakan perbuatan maksiat, tindak pidana Qisas- diyat merupakan merusak kemaslahatan umum, dan tindak pidana ta’zir merupakan perbuatan yang bertentangan dengan aturan melanggar dan larangan atau perintah, sebab itu penentuan hukuman, baik jenis, bentuk, dan jumlahnya didelegasikan (dipercayakan) syara’ hakim. Dalam menentukan risywah, seseorang hakim harus sesuai dengan kaidah-kaidah hukum islam dan sejalan dengan prinsip memelihara stalibitas hidup bermasyarakat sehingga berat ringannya sanksi hukum harus disesuai dengan jenis-jenis tindak pidana yang dilakukan dan disesuaikan dengan lingkungan dimana pelanggaran itu terjadi.  

Dalam risywah hukumnya tetap haram walaupun menggunakan istilah hadiah, hibah, atau tanda terima kasih. Oleh karena itu dalam setiap perolehan apa saja di luar gaji dan dana resmi atau ilegal yang terkait dengan jabatan atau pekerjaan merupaka harta ghulul (korupsi) dan hukumnya tidak halal. Meskipun hal itupun atas nama hadiah dan tanda terima kasih akan tetapi dalam konteks dan prespektif syari’at islam bukan merupakan hadiah tetapi sebagai  risywah. Segala sesuatu yang dihasilkan dari dirinya atau dengan cara yang tidak halal seperti risywah maka harus dikembalikan kepada pemilikya jika pemiliknya diketahui, dan kepada ahli warisnya jika pemiliknya suda meniggal, dan jika pemiliknya tidak mengetahui maka harus diserahkan ke baitulmal atau digunakan untuk kepentingan umat islam.

Daftar Pustaka:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun