Mohon tunggu...
Feliana Ma
Feliana Ma Mohon Tunggu... Bankir - A Working Mom

Let your words teach and your actions speak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anak Pecandu Narkoba, Mengapa Orang Tua yang Disalahkan?

30 Januari 2012   17:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:16 2172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13279406761910237385

[caption id="attachment_167273" align="aligncenter" width="610" caption="Gambar: www.zmescience.com"][/caption]

Tingginya jumlah pecandu narkoba di kalangan remaja dan anak muda semakin memprihatinkan. Menurut data Badan Narkotika Nasional di tahun 2011 kemarin, sebanyak 921.695 orang atau 4,7 persen dari total pelajar dan mahasiswa di Indonesia menyalahgunakan penggunaan narkoba (sumber: disini). Hal ini tentu saja menjadi momok yang menakutkan jika tidak segera dicegah dan diberantas. Anak muda yang notabene adalah generasi penerus bangsa malah berada di ambang kehancuran. Melihat kondisi yang ada, tentu saja ada penyebab di balik itu semua. Dan yang paling sering disalahkan atas "rusak"nya generasi muda adalah orang tua.

Waktu yang dimiliki orang tua terhadap anaknya sangat terbatas, mungkin hanya beberapa jam dalam sehari. Orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya, si anak yang sibuk dengan kegiatan sekolah atau kampusnya membuat orang tua dan anak jarang berkomunikasi, bahkan bertemu. Hal inilah yang seringkali menjadikan kurangnya perhatian dan kebersamaan antara orang tua dan anak. Di sisi lain, menurut UU Pengadilan Anak, anak di bawah 18 tahun dan belum menikah memang masih berada di bawah pengawasan orang tua. Namun, batas minimum usia anak dalam pertanggungjawabannya di hadapan hukum adalah 12 tahun. Itu berarti anak yang berusia 12 tahun tidak lagi dipandang anak di bawah umur di hadapan hukum dan akan dikenakan sanksi jika melanggar hukum yang ada.

Kenyataannya, faktor lingkungan dan pergaulan juga berpengaruh pada perilaku remaja. Pergaulan di luar tidak selalu membawa dampak positif. Apalagi bagi remaja yang sedang berada pada masa transisi dari anak kecil menuju dewasa sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan. Sifatnya yang masih labil dan sedang mencari jati diri ini membuat rasa ingin tahunya menjadi besar. Berawal dari coba-coba merasakan sensasi narkoba dan akhirnya malah ketagihan.

Kemudian bagaimana dengan bandar-bandar narkoba? Patutkah disalahkan? Mereka menyediakan obat-obat terlarang tersebut sehingga dapat dengan mudah diperoleh oleh para penggunanya. Namun, mau diberantas pun rasanya sulit. Jaringan mereka sangat kuat dan akan terus bertambah. Bahkan di tahun 2010 kemarin, pabrik shabu dan ekstasi rumahan di wilayah Jakarta dan sekitarnya melonjak 150 persen (sumber: disini). Mau dimatikan satu juga pasti akan tumbuh seribu.

Di sisi lain, harus diakui bahwa tidak sedikit penegak hukum, baik itu aparat keamanan, pejabat negara, atau yang lainnya juga turut menggunakan narkoba. Inilah yang akhirnya membuat mereka sendiri pun mengamankan peredaran barang haram tersebut. Misalnya di klub-klub malam, yang memang "gudang"nya barang haram, malah dijadikan para pengusaha atau pejabat negara sebagai tempat untuk me-lobby bisnis bersama rekannya. Tak menutup kemungkinan toh kalau mereka sekaligus menjalankan bisnis jual beli narkoba disana.

Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa penyalahgunaan narkoba memang sulit untuk diberantas. Siapa yang patut disalahkan? Apakah orang tua yang menjadi penyebab semua ini? Bagaimana pun juga, tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya terjerumus dalam narkoba dan hal-hal negatif lainnya. Mereka pasti menginginkan anaknya untuk sukses dan berhasil di masa depan. Memang benar bahwa di jaman sekarang ini orang tua yang otoriter sudah semakin sedikit dan kebebasan sang anak semakin terasa. Namun harus diingat bahwa kebebasan yang diberikan orang tua adalah kebebasan yang bertanggung jawab dan memiliki aturan.

Lalu bagi orang tua sendiri, bagaimana solusinya? Rasanya tidak mungkin untuk mengawasi gerak-gerik yang dilakukan anaknya selama 24 jam sehari. Apakah mau menyewa pengawal pribadi yang setia mengikuti anaknya pergi? Atau menaruh kamera CCTV di rumah dan menggunakan GPS untuk terus memantau keberadaan anaknya? Tentu saja orang tua yang bijak tidak hanya membesarkan si anak dengan materi tapi dengan pengembangan moral dan agama.

Semua itu kembali lagi pada anak itu sendiri. Hak dan kebebasan yang sudah diberikan oleh orang tua harus dipergunakan secara bertanggung jawab. Apalagi bagi mereka yang menurut usia sudah tidak lagi berada di bawah pengawasan orang tua, kontrol diri adalah hal yang paling utama. Mereka pasti tahu bahwa narkoba adalah obat terlarang dan berbahaya. Tinggal bagaimana mengembangkan kontrol diri itu untuk berperilaku sesuai dengan pengetahuannya. Dan jika pada akhirnya mereka terjerumus ke dalam narkoba, merekalah yang patut disalahkan. Mau menyalahkan orang tua? Orang tua sudah memberi pengajaran dan aturan-aturan. Mau menyalahkan pergaulan? Salah sendiri kenapa mau mengikuti hal yang jelas-jelas tidak baik. Mau menyalahkan pengedar narkoba? Toh mereka hanya menawarkan barang dagangannya, tidak harus dibeli kan?

Tentu saja untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan narkoba itu sendiri tetap diperlukan kerja sama dari seluruh pihak, baik itu keluarga, agama, lingkungan, pendidikan, dan pemerintah. Sosialisasi tentang bahaya narkoba harus tetap digalakkan, baik itu lewat dunia pendidikan, media, maupun yang lainnya. Bagi anak yang berusia di bawah pengawasan orang tua, masih menjadi tanggung jawab orang tua sepenuhnya. Sedangkan mereka yang sudah dewasa tentu saja harus bertanggung jawab atas semua tingkah laku dan perbuatannya.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun