Mohon tunggu...
Ayuk
Ayuk Mohon Tunggu... Freelancer - Anak Gadis Ayah

lahir di palembang, tanggal 5 Februari 1998

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kepercayaan, Tunas Kebahagiaanku

28 November 2013   21:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:33 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terlihat jelas wajah cantik Amira yang lelah dari balik cermin kamar. Seperti biasa, sepulang kerja Amira selalu menyempatkan untuk memanjakan diri. Sambil membuka lemari hiasnya, dia mengeluarkan beberapa cleaning face miliknya. Saat ia hendak membuka laci kecil yang ada dalam lemarinya, ia menemukan sebuah foto kenangan  masa SMA dulu. Sontak saja membuat dia terpaku akan hal yang sangat ia kenang.

8 Tahun Yang Lalu

“kamu itu anak kecil, jangan mentang-mentang ayah udah tau jadi kamu semena-mena” teriak suara seseorang dari balik pintu kamar. Ternyata dia adalah Kakak Laki-laki Amira. Dan Amira hanya tertunduk sambil meneteskan air mata. Amira hanya 2 bersaudara dan dia anak bungsu. Dia hanya tinggal bertiga bersama ibunya karna ayahnya yang kerja diluar kota dan pulang sesekali saja.

Pada masa SMA-nya, Amira banyak disukai oleh teman dan kakak tingkatnya karena parasnya yang manis dan ditambah dengan postur tubuhnya yang profesional, selain itu dia juga eksis di organisasi dan terkenal sebagai siswi yang rajin nan berprestasi. Akan tetapi dia tak pernah mau untuk membuka diri kepada siapa saja walaupun dia juga menyukai beberapa teman dan kakak tingkatnya,  karna dia terlalu takut dengan ancaman kakaknya yang begitu mengerikan. Dia sering dilema karena perasaan dan pemikirannya bercabang. Ayah yang jauh dimata hanya mampu bilang “iya atau tidak” sesuai dengan apa yang dikatakan oleh kakaknya, sedangkan ibu hanya bisa diam dan diam.

Sekian lamanya ayah udah nggak pulang dan sekarang sedang tertidur pulas di depan ruang keluarga, Amira yang baru pulang sekolah langsung mengambil posisi di ruang keluarga untuk menonton acara televisi. Ternyata kedatangannya diketahui oleh ayah dan ayahpun terbangun. Sontak Amira terkejut lalu ia segera menyalami ayah dengan senyum khasnya. Ayahnya hanya diam tanpa ada reaksi apapun. Kemudian menjauh dari Amira dan memasuki kamar untuk melanjutkan tidur. Awalnya Amira tak menanggapi tapi setelah Ba’da Maghrib ayah memanggilnya “Miraaa, duduk dulu sini”. Mira yang lagi mendengar musik dikamar bergegas keluar dan dilihatnya ternyata anggota keluarganya telah utuh “ada apa yah?” Amira khawatir dan gugup takut terjadi apa-apa. Ayah dengan wajah tegangnya berkata “coba sinikan ponselmu, ayah pinjam sebentar” dengan gugup Amira mengeluarkan ponsel yang ada di saku bajunya dan memberikan ke ayah. Ayah melihat dengan tatapan sinis sambil berkata “ini siapa yang di sms?” tanya ayah, dengan gugup Amira menjawab “teman sekolah yah” ternyata ayah nggak yakin dengan ucapan Amira    “ kamu coba-coba mau bohongin ayah ya, kamu itu sadar kalo kamu masih kecil, jadi jangan centil. Ayah nggak pernah suka kamu dekat dengan cowok manapun apalagi sampai pacaran gini. Kamu fokus aja dengan sekolahmu. Lagian nggak ada untung juga untuk kehidupanmu. Yang gini nih setelah kamu tamat kuliah dan kerja bukannya sekarang. Waktunya belum tepat” sangat jelas, wajah ayah menampakkan kebencian dengan Amira. Amira tak menjawab tapi terlihat jelas bahwa ia sangat  sedih dan menangis sambil berkata dalam hatinya Ya Allah katanya masa SMA masa yang tak terlupakan, kenangan yang terindah, tapi kok aku ngerasain hal seperti ini yah? Katanya masa SMA masanya anak remaja, tapi kok tetap seperti bocah ingusan. katanya cinta monyet di SMA paling mengasyikkan, tapi kok nyatanya pahit banget ya. Baru aja deket udah dituding yang nggak-nggak. Kenapa sih ayah terpropokasikan oleh abang, padahal ayah jauh dan nggak pernah tahu kondisi sehari-hariku, lagipula semua ini Cuma jadi penyemangatku untuk sekolah dan aku juga nggak pernah ngane-nganeh tuh. Suara dalam hatinya membuat isak tangis yang menjadi-jadi. Setelah ayah memarahinya Amira bergegas masuk kekamar dan berbaring menatapi langit-langit rumah. Ia tetap menangis dan lagi-lagi hatinya berkata tuhan jika aku memang tidak ditakdirkan untuk bahagia aku terima tapi jangan kau buat ayahku membenciku, tuhan jika memang kau tak mengizinkanku untuk hidup maka bawalah aku pergi dan aku terima, tuhan aku hanya hambaMu yang lemah tolonglah aku Tuhan. Seketika dalam doanya dia tertidur pulas. Lama ia tertidur dan akhirnya terbangun, mencoba untuk keluar kamar ternyata rumah sepi tanpa ada seorangpun. Semua pintu terkunci rapat. Lagi-lagi semuanya diam dan pergi meninggalkan Amira sendiri dirumah. Karena sedikit malas Amira masuk lagi kekamar dan mendengarkan musik. Tak terasa hari sudah larut malam. Dan keluarganya tak kunjung pulang. Dia risau karna takut, tapi dia mencoba untuk tidak menghubungi siapapun, dia tetap sendiri dan membiarkan ponselnya berdering setiap menit, ntah sms dari siapa saja yang masuk. Pukul 23.20 menit, keluarganya masih tak pulang juga akhirnya ia memutuskan untuk pergi dan mencari keluarganya. Awalnya dia bingung untuk pergi karena tidak ada kendaraan satupun, karena ayahnya nggak pernah mengizinkan Amira untuk berkendaraan sendiri walaupun sebenarnya dia bisa, akhirnya dia memutuskan pergi mencari keluarganya dengan berjalan kaki. Ditengah perjalanan saat ia hendak menyebrang, datang sebuah kendaraan dari arah berlawana menabrak Amira hingga pingsan. Saat itu pula ia hilang kesadaran.

3 hari sudah ia koma di rumah sakit dan  pada saat hari ke-4 ia tersadar. Dilihatlah sekelilingnya kosong tidak ada satu orangpun. Tak lama kemudian seorang suster masuk dan membawa sebuah botol infus. Betapa terkejutnya suster itu melihat Amira yang telah sadar, akhirnya suster memberi sebuah surat ntah dari siapa

Maaf nak sebelumnya, ayah dan ibu nggak bisa nemenin hari-harimu disana karna ayah sekarang udah pulang lagi ketempat ayah kerja. Dan ayah memutuskan untuk mengajak ibu dan kakakmu kesini. Kalau nanti kamu sudah selesai kelulusan SMA, kamu susul kami kesini ya. Ayah juga minta maaf karena nggak ngabarin kamu soal ini karna setelah malam itu kamu langsung masuk kamar dan tertidur. Ayah sudah siapkan semua keperluan kamu disana. Jaga dirimu baik-baik ya.

Salam sayang

Ayah dan ibu

Matanya yang berkaca-kaca akhirnya tumpah menjadi jadi. Sambil menangis dan berkata “Tuhan apa karena kesalahanku yang kemarin sehingga membuat ayah dan ibu begitu sekecewa ini, Tuhan apa ini jawaban semuanya, apa ini cobaan hidupku? Dan saat ini mereka nggak tahu kalo aku sedang terbaring lemah di rumah sakit” dia hanya pasrah dengan kehidupannya saat ini. Suster yang melihatnya ikut menitihkan air mata dan berkata “mbak kenapa? maaf ya mbak saya Cuma ingin kasih tau kalo surat ini dikirim lewat kantor pos” Amira terdiam menjawab ucapan suster tadi dengan tenang ”oh nggak saya nggak apa-apa. Oh iya makasih ya sus udah nyimpenin surat ini. Ngomong-ngomong udah berapa lama saya disini? Dan kapan saya boleh pulang?” tanyanya. Lalu suster menjawab “iya sama-sama mbak, mbak disini udah 4 harian dan baru sadar sekarang, mbak bisa pulang kira-kira lusa nanti mbak” Amira hanya tersenyum dengan kepedihan hati yang terdalam.

Setelah lebih kurang satu minggu di rumah sakit akhirnya ia pulang kerumah dengan bertemankan taksi. Saat ia hendak memasuki halaman rumah, terlihat rumah yang tampak kotor dengan sampah dedaunan yang berserakan. Dan tak luput dari pandangan, teras rumah yang berdebu dan kaca jendela yang terbuka. Ternyata kondisi rumah tak kunjung berubah, sama seperti sebelumnya, ketika ia pergi meninggalkan rumah pada malam itu. Saat ia membuka pintu, betapa terkejutnya dia bahwa telah ramai keluarga besar menunggunya didalam rumah, dengan dinding yang di hiasi balon dan telah duduk ayah ibu serta kue besar di tengah rumah. Sambil memasuki rumah, mereka menyanyikan lagu happy birthday kepada Amira, betapa terharunya dia ternyata, semua hanya skenario ayah yang ingin membuat ulang tahun amira yang ke-17 begitu spesial seperti ini. Acara ulang tahun berlangsung harmonis.

Setelah acara tersebut, ayah menjelaskan semuanya bahwa dari awal sampai akhir kesedihannya merupakan skenario yang telah dibuat oleh ayah. Dan lagi-lagi ayah menasihati Amira agar tetap bisa menjaga diri dari segala racun dunia “nak kini kamu sudah menginjak usia dewasa, ayah memaklumi dengan umurmu yang bukan anak kecil lagi. Ayah titipkan kepercayaan kepadamu dengan sungguh-sungguh dan ayah harap kepercayaan ini nggak akan pernah kamu sia-siakan” Amira hanya tersenyum dan mengangguk tanda lega. Saat itu Amira hanya berfikir bahwa kepercayaan orang tualah yang sangat berharga untuk kehidupannya. Dan untuk meraih kepercayaan itu Amira harus melakukan pengorbanan yang sangat besar.

Kini, saat ia mengingat kejadian itu, Amira hanya tersenyum-senyum sendiri menahan malu karena ulahnya dan saat ini ia menyiapkan kado spesial untuk kedua orang tuanya, yakni membelikan 2 karcis Haji khusus ia persembahkan untuk kedua orang tuanya. Betapa bahagia hidup mereka.

~the end~

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun