Mohon tunggu...
Fawwaz Ibrahim
Fawwaz Ibrahim Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis Pendidikan

Belajar untuk menulis kembali

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bangun Telat, Hingga Sahur Terburu-buru

23 Mei 2018   20:27 Diperbarui: 23 Mei 2018   20:34 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pri | Ilustrasi Saat Sahur

Baiklah, kini saya akan mencoba menceritakan bagaimana romantisme keluarga kedua di perantauan, yang tidak lain mereka adalah teman-teman kontrakan yang kurang lebih telah hidup hampir 5 tahun bersama, dalam naungan satu atap. 

Kami menamakan diri Anak Kontrakan Hutan Kota, nama tersebut diambil karena memang di dekat kontrakan kami, hadir sebuah Hutan Kota yang selalu ramai dengan pelbagai aktivitas, mulai dari anak-anak hingga para orang tua, dari acara sunatan hingga acara dangdutan, pada saat nikahan. 

Boleh jadi kontrakan kami adalah kontrakan yang istimewa, karena sangat dekat dengan pelbagai fasilitas umum, sehingga tak pabila kami bosan berada di kontrakan, banyak fasilitas umum yang dapat kami gunakan dan sangat ramah bagi kaki kami, karena jarak yang sangat dekat. 

Oh iya, kontrakan Hutan Kota ini beranggotakan enam orang bujang, termasuk saya tentunya. Bukan sebuah kebetulan kami berada dalam satu kampus yang sama, akan tetapi memiliki jurusan yang berbeda. Pun kebanyakan teman-teman yang tinggal bersama ini, anak rantau yang datang dari pelbagai daerah, mulai dari Bengkulu, Lombok, Solok Selatan, Subang, Cirebon, dan saya sendiri dari Bandung. 

Dok. Pri | Ilustrasi Makanan Yang Biasa ada
Dok. Pri | Ilustrasi Makanan Yang Biasa ada
Boleh jadi, ramadan ini adalah kelima kalinya kami bersama, namun memang ramadan tahun ini cukup berbeda, karena kami telah ditinggalkan oleh teman-teman seperjuangan yang kembali ke daerah masing-masing untuk berjuang. Adapun kami, memilih mengadu nasib di Jakarta, sambil bermimpi berburu beasiswa dari pelbagai lembaga yang ada. 

Romantisme kontrakan di tempat ini boleh jadi sangat kental, walau seluruh penghuni adalah para bujang, namun kemampuan untuk mengurus rumah, boleh dikatakan baik. Bahkan pernah ada sidak dari para ibu-ibu pemburu jentik nyamuk, yang cukup kagum dengan kebersihan tempat tinggal kami, padahal isinya semua para pria. Tak hanya dalam kegiatan membersihkan tempat tinggal, kami pun dalam rangka menghemat tak segan untuk belanja ke pasar, juga memasak bersama.

Tapi memang kegiatan tersebut bergantian satu dengan yang lainnya, atau pun tidak bergantung selera siapa yang ingin mengerjakan apa. Semisal saya ini orang yang cukup malas untuk memasak, oleh karena saya harus menjalankan tugas cuci piring. Dan tugas teman lain, ada yang berbelanja ke pasar, ada pula yang membersihkan tempat setelah digunakan makan bersama. 

Kegiatan tersebut masih terus berlangsung hingga kini, bahkan pada bulan ramadan. Namun memang pada bulan Ramadan ini, teman-teman saya lebih banyak bertugas memasak pada saat sahur, karena saya adalah orang yang kalau sudah tidur lelap, sangat sulit dibangunkan. Tapi konsekuensinya, setelah sahur atau subuh saya harus mencuci piring dan peralatan masak yang luar biasa banyak, tapi ya sudahlah saya pikir, toh kami sama-sama rela menjalankan tugas tersebut, dan merasa terbantu satu sama lain. 

Cerita menarik dua hari lalu, pada saat sahur kami baru bangun tepat pukul 4 pagi, waktu sahur sangat mepet, adapun kami belum memasak nasi. Walhasil sesegera mungkin kami masak nasi dan lauk, setelah lauk selesai, kami menunggu masaknya nasi dengan begitu khawatir, sambil terus minum takut-takut tak terburu untuk sahur. Namun tepat pukul 04.25 menit, penanak nasi memberikan kode, kami girang sontak mengambil nasi terburu secukupnya, tak peduli panas macam apa, yang penting dalam pikiran kami saat itu dapat sahur, dalam waktu kurang lebih 7-10 menit. 

Rasanya pada momentum tersebut lah, kami satu kontrakan makan dan minum macam kesurupan, karena diburu waktu adzan subuh. Namun kala itu diingat bersama, kami semua malah tertawa terbahak bersama. 

Dan dalam tawa itulah, saya melihat ikatan kekeluargaan tidak dapat dibatasi darah, tapi diciptakan oleh antar manusia itu sendiri. 

Lalu, apa cerita romantisme bersama keluarga kedua mu?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun