Mohon tunggu...
Raihan Sayyidina
Raihan Sayyidina Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Your life is the result of your thinking ....

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Apa itu "BOHONG"

15 Maret 2013   03:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:44 1487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13633191141177967389

[caption id="attachment_249486" align="alignleft" width="300" caption=""][/caption]Kata “bohong” dalam kamus lengkap bahasa Indonesia modern artinya tidak cocok dengan keadaan sebenarnya, dusta, palsu. Berdasarkan kamus ini, arti bohong itu meliputi seluruh yang tidak sesuai dengan kenyataan baik itu perkataan maupun perbuatan. Berbohong merupakan senjata paling tua dan paling ampuh sejak jaman Iblis ketika dia membohongi Adam di Surga, akibat dibohongi iblis, Nabi Adam dan istrinya tertipu dan melanggar perbuatan yang dilarang oleh Allah, akibatnya Nabi Adam dan istrinya diusir oleh Allah menyusul iblis yang sudah lebih dahulu diusir. Setelah sukses menjatuhkan bapak manusia kemudian iblis mensejatai diri dan pengikutnya dengan senjata berbohong untuk menjatuhkan anak-cucu Adam sehingga mereka banyak yang tergoda oleh iblis dan antek-anteknya akibatnya anak-cucu Adam banyak yang jatuh martabatnya menjadi martabat setengah manusia dan setengah iblis atau mungkin menjadi iblis seutuhnya . Walaupun berbohong itu asalnya merupakan senjata iblis, tetapi kemudian terbiasa dilakukan manusia, sehingga berbohong sudah menjadi budaya manusia. Terakhir negeri ini digonjang-ganjing dengan kabar bahwa Tokoh Lintas Agama menuduh pemerintah telah melakukan 18 kebohongan. Tuduhan itu sangat berbobot, sehingga pemerintah meresponsnya dengan pertemuan tertutup di Istana. Sebenarnya berbohong itu merupakan bagian sisi manusia secara keseluruhan, baik manusia yang ada di pinggir astana maupun manusia yang di istana, bahkan manusia suci pun tidak bisa lepas dari berbohong. Berbohong merupakan penyakit jiwa yang menjalar, sebab orang yang berbohong akan berusaha mengembangkannya dengan mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama. Dalam agama Islam orang yang mempunyai penyakit ini disebut orang munafik, ciri-ciri munafik itu adalah berbohong, baik dalam ucapannya, janjinya, maupun dalam menerima amanat. Allah Ta’ala mengancam mereka dengan azab yang sangat pedih. Dalam sejarah Islam, orang-orang munafik itu mulai muncul di Madinah, pada waktu posisi politik dan kekuasaan Islam mulai kuat. Tokoh pertama dan utama adalah Abdullah bin Ubay bin Salul, orang yang mempunyai ambisi menjadi penguasa Yatsrib sebelum berubah nama menjadi Madinah, tetapi setelah kehadiran Muhammad saw di kota itu harapan Abdullah bin Ubay bin Salul menjadi sirna dan dia menjadi musuh dalam selimut bagi Nabi saw dan kaum Muslimin. Berbohong itu perbuatan tercela. Nabi Muhammad saw mewanti-wanti umatnya agar menjauhi perbuatan tercela itu dengan sabdanya: “janganlah kalian berbohong, karena sesungguhnya bohong itu berlawanan dengan iman” (HR. Ahmad). Dalam hadits yang lain Nabi Muhammad saw bersabda, “amal neraka adalah bohong, apabila seorang hamba berbohong berarti ia telah berbuat durhaka, dan apabila ia berbuat durhaka berarti ia telah ingkar, dan apabila ia ingkar berarti ia masuk neraka” (HR. Ahmad dari Ibnu Umar ra.). berdasarkan hadits ini kita bisa memahami bahwa orang yang sudah berpenyakit suka berbohong akan tumbuh menjadi manusia yang berbudaya buruk sehingga watak buruknya menuntun dirinya untuk berbuat durhaka dan ingkar kepada hukum-hukum Allah, setelah itu kelak nantinya dia akan masuk neraka –na’udzu billahi min dzalik- Seorang pemuda yang berdarah muda yang terbiasa mengikuti apa kata hawa nafsunya, ia minta saran kepada Rasulullah saw, yaitu ingin masuk Islam tapi syaratnya dia tidak mau meninggalkan kebiasaanburuknya. Kemudian Rasulullah saw menjawab dengan jawaban sederhana, yaitu: “kamu jangan berbohong”. merasa syaratnya sederhana pemuda itu masuk Islam. Tapi dikemudian hari ternyata pemuda itu meninggalkan kebiasaanburuknya dengan sendirinya karena hidup tanpa berbohong mengharuskan dia meninggalkan perbuatan buruk itu. Agar manusia tidak jatuh menjadi manusia pembohong, maka sejak kecil harus diberi imunisasi yaitu pendidikan kejujuran. Kalau sejak kecil sudah terbiasa jujur, maka seterusnya akan menjadi manusia jujur, dan bila menjadi pemimpin dia akan menjadi pemimpin yang jujur. Sebaliknya kalau sejak kecil sudah terbiasa berbohong, maka seterusnya akan menjadi manusia pembohong, seorang pembohong itu bila menjadi profesi apapun akan selalu berbohong. Bisa dibayangkan sebuah negeri kalau dipimpin oleh para pembohong, satu Negara akan dibentuk menjadi manusia pembohong dan manusia pelanggar hukum-hukum Allah SWT. Umat dahulu yang dimusnahkan oleh Allah dengan azab-Nya alasannya karena mereka membohongi atau mendustakan hukum-hukum Allah. Umat dahulu itu ada yang dimusnahkan dengan longsor dan hujan batu, ada yang dimusnahkan dengan satu ledakan yang sangat keras, ada yang ditenggelamkan dalam lautan dan lain-lain. Coba bandingkan dengan bencana sekarang. Apa yang telah ditimpakkan kepada umat yang dahulu itu sekarang menimpa umat masa kini. Kalau bentuk bencana dulu dan sekarang sama, maka penyebabnya pun pasti sama. Oleh karena itu bangsa yang ditimpa bencana itu bisa jadi bangsa yang sudah sangat parah penyakit bohongnya. Suatu bangsa yang ingin selamat dari bencana kehancuran harus mereformasi kurikulum pendidikannya. Bangsa itu harus merumuskan konsep yang bisa menghilangkan kebiasaan berbohong. Sebenarnya Pendidikan Agama secara teori bisa membangun manusia jujur atau manusia yang takut berbohong, tetapi fakta di lapangan pendidikan telah terjadi penurunan makna dari pendidikan agama menjadi pelajaran agama. Sebab yang namanya pendidikan itu tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, sedangkan pelajaran itu dibatasi oleh ruang kelas dan jam pelajaran. Tidak aneh kalau di Negara yang telah menurunkan derajat pendidikan agama menjadi pelajaran agama selalu dirundung bencana social dan bencana alam. Sekarang ada wacana pendidikan watak. Semoga saja makna pendidikannya tidak direndahkan lagi dengan pelajaran watak. Tapi sebenarnya tidak usah repot-repot menciptakan pelajaran baru yang hanya akan menambah beban anggaran, cukup memperbaiki Pendidikan Agama, perbaikan harus dilakukan baik dari substansinya maupun metoda pengajarannya. Di Negeri yang banyak dihuni oleh para sarjana pendidikan agama tidak akan susah merumuskan Pendidikan Agama yang baik. Negara yang sudah membudaya penyakit bohongnya akan merumuskan undang-undang itu untuk dilanggarnya. Undang-undang yang dirumuskan seharusnya bisa membersihkan penyakit bohong, tidak boleh membuka peluang untuk berbohong. Tetapi ternyata undang-undang para pembohong itu mudah dibohongi oleh penegak hokum dan para criminal hokum sehingga lahirlah istilah mafia kasus atau markus. Penegakkan hokum dibuat berbelit-belit. Kemudian vonis hokumnya sudah bisa ditebak yaitu tidak akan menjatuhkan hokum maksimal. Itu pun masih bisa dibohongi walaupun vonis hokum harus dilapaskan tetapi bisa bebas berkeliaran atau masih bisa mengendalikan kejahatan dalam lapas. Pendidikan politik di negeri pembohong akan melahirkan manusia-manusia mulut yang besar mulut tapi kerdil pemikiran. Bisanya unjuk rasa, unjuk kekerasan jarang terjadi unjuk intelektual. Calon-calon pemimpin yang digodok dalam sebuah akademi dilatih untuk bisa menjadi manusia mulut yang pandai berbohong, pandai unjuk rasa dan pandai kekerasan, tapi tidak pandai menyelesaikan masalah dengan baik dan tuntas. Kegiatan ekonomi di Negara pembohong penuh dengan tipu-menipu. Ukuran berat dan ukuran panjang sudah tidak bisa lagi dipercaya. Satu kilo gram seharusnya sepuluh ons di Negara pembohong menjadi berkurang satu ons, begitu juga ukuran panjang dan ukuran-ukuran yang lainnya. Makanan di Negara pembohong akan sulit dibedakan mana makanan halal dan sehat dengan makanan halal tapi tidak sehat. Membiarkan anak jajan di jalanan artinya membiarkan anak menyantap makanan yang mengandung penyakit membahayakan. Fasilitas Umum di Negara pembohong sudah banyak yang beralih fungsi, fasilitas pejalan kaki diambil alih oleh para pedagang kaki lima (PKL). Mengakibatkan pejalan kaki mengambil hak pemakai kendaraan karena harus berjalan di jalan beraspal yang tentunya membahayakan pejalan kaki dan pemakai kendaraan. Setiap anak yang berangkat dan menyebrangi jalan raya sama artinya dengan menyerahkan separuh nyawanya kepada pemakai kendaraan terutama motor. Sungai yang seharusnya sebagai sumber air bersih menjadi tempat pembuangan limbah dan sampah. Menjadi manusia baik di Negara pembohong tidaklah mudah. Selalu terjadi benturan nilai antara dunia pendidikan dengan dunia luar pendidikan. Di rumah belajar kebaikan dan kebenaran, tujuh langkah dari rumah nilai itu dibenturkan dengan kenyataan nilai di luar rumah. Belajar tatakrama di rumah akan mudah dilupakan anak bila anak itu bermain di luar rumah atau kalau pun tidak ke luar rumah tetapi kalau sering menonton tayangan film atau sinetron di TV nilai-nilai baik itu terkoreksi dengan tontonan tidak baik. Begitu juga pelajaran-pelajaran baik dan benar di sekolah mendapat benturan di masyarakat. Membaca surat kabar atau mendengarkan berita di Negara para pembohong harus membaca dua kali tidak boleh membaca sekali hanya di Surat Kabar harus membandingkan dengan kenyataan sebab sering berita yang disuguhkan Surat Kabar atau diwartakan di TV berbeda dengan kenyataan di lapangan. Para pencari berita di Negara para pembohong sering menjual idealisme dengan uang. Berita bisa tergantung sponsor sehingga berita tidak lagi akurat dan jujur, tetapi sarat dengan pesan-pesan sponsor. Hidup di Negara para pembohong memang sangat ramai penuh dinamika kehidupan, tetapi menjadi tidak beradab. Tidak ada nilai peradaban dalam berbohong. Tuhan Yang Maha Kuasa mengutus para rasul-Nya kepada kaum yang sudah membudaya bohongnya. Menunjukkan bahwa bohong itu musuh peradaban dan musuh Tuhan. Setelah Nabi yang terakhir diutus, kita sekarang tidak bisa mengharapkan perobahan dari rasulullah atau dari nabi Allah. Perobahan harus digelorakan oleh orang-orang baik, oleh orang-orang yang bukan lulusan akademi para pembohong, orang-orang yang berhasrat meneruskan perjuangan para nabi dan para rasul. Pelanjut Rasulullah bukan otoritas ulama saja, tetapi kewajiban semua orang yang beriman. Pelaku perubahan yang utama adalah pemerintah, sebab pemerintah mempunyai otoritas menerbitkan undang-undang dan mengawal undang-undang itu agar ditaati warganya. Membangun hak-hak sipil merupakan poros pembangunan manusia seutuhnya. Tetapi kita juga harus berpijak kepada nilai-nilai agama yang dianut, tidak boleh mengabaikan nilai-nnilai agama. Pemerintah jangan latah mengikuti nilai-nilai bangsa lain yang belum tentu cocok di negaranya. Jika Negara kita tercinta ini tidak mau masuk dalam kategori Negara para pembohong, maka pemerintah jangan berbohong. Pemerintah jangan mengelilingi dirinya dengan manusia-manusia mulut yang besar mulut, yang bisanya berkelit dan bersilat lidah. Pemerintah harus mereformasi hokum. Hokum harus bisa mengawal nilai-nilai baik, bukan sebaliknya hokum dipermainkan oleh para pembohong. Ya supaya hokum tidak untuk melindungi para pembohong yang merumuskan hukumnya jangan para pembohong. Mudah-mudahan semua orang di negeri ini bosan menjadi manusia pembohong. Amin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun