Mohon tunggu...
Farhan Abdul Majiid
Farhan Abdul Majiid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Alumnus Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia | Alumnus SMA Pesantren Unggul Al Bayan | Penikmat Isu Ekonomi Politik Internasional, Lingkungan Hidup, dan Kajian Islam

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Rainbow? No! (2)

25 Januari 2016   13:15 Diperbarui: 3 Februari 2016   16:40 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Kembali isu Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) menghangat di masyarakat. Musababnya, di salah satu universitas negeri terindikasi dibentuk sebuah gerakan yang mendukung (meskipun eksplisit) LGBT. Meski sudah ditegaskan oleh pihak rektorat bahwa gerakan ini tidak memiliki izin yang resmi dari pimpinan universitas, hal ini sudah membuat masyarakat sedikit bergejolak. Kembali, ada yang pro maupun kontra. Tulisan ini merupakan penegasan kembali atas apa yang telah saya tulis setahun silam mengenai LGBT sesaat setelah adanya pelegalan LGBT di Amerika Serikat.

LGBT selalu menuai kotroversi. Pendukung gerakan ini cenderung dari negara-negara barat, orang yang berpaham liberal, menolak kehadiran agama, atau pendukung daripada itu semua. Landasan utama dukungan terhadap LGBT adalah hak asasi manusia (HAM). Tolok ukurnya, orientasi seksual seseorang adalah hak asasi yang tidak dapat diganggu oleh siapapun. Orang-orang yang ikut terhadap LGBT perlu dilindungi dan dijamin haknya untuk tetap menjadi seperti yang ia inginkan. Agama tidak diberikan kesempatan untuk campur dalam hal ini karena agama dianggap hanya sebagai urusan individu saja.

Tentu, sebagai agama yang mendapat wahyu dan tuntunan dari Yang Maha Menggenggam Segala Makhluk, tidak sulit untuk bertanya dalam hal ini. Jelas, LGBT haram alias tidak diperkenankan. Berikut beberapa prinsip yang harus dipegang dalam masalah ini.

1.      Kesalahan tidak dapat menjadi benar hanya karena dilakukan oleh banyak orang. Sebaliknya, kebenaran tidak dapat menjadi salah hanya karena tidak ada yang mengerjakannya.

            Allah Swt. berfirman dalam surat Al An’am ayat 115 – 117

“Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang-orang di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka belaka, dan mereka tidak lain kecuali berdusta (terhadap Allah). Sesungguhnya Rabbmu (Allah), Dialah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari Jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk”

            Al Quran, dengan nama lainnya Al Huda (petunjuk) telah menjelaskan hukum-hukum yang ditetapkan dan tak seorang pun berhak untuk mengubahnya. Mengapa tidak berhak mengubah? Padahal manusia memiliki kecerdasan? Padahal manusia yang menjalankan hidupnya? Padahal manusia seharusnya bebas untuk berbuat apa saja? Jawaban yang tegas, Allah Yang Maha Mengetahui.

            Bukankah manusia memiliki pengetahuan?

            Ya, manusia memiliki pengetahuan, namun sangat terbatas dan dibatasi oleh indera yang dimiliki. Sebagai contoh, seribu tahun yang lalu mungkin tidak akan ada yang percaya bahwa ada mikroba seperti bakteri di atas sepotong daging karena tidak ada bukti bakteri yang terlihat pada zaman itu. Namun sekarang, semua orang bisa percaya dengan kehadiran teknologi mikroskop yang mampu memperlihatkan mikroba-mikroba yang tidak terjangkau oleh indera penglihatan kita.

            Seperti inilah mengapa ketika LGBT ditetapkan sebagai suatu yang haram, masih ada yang menolaknya. Keterbatasan kemampuan manusia untuk memahami firman Allah. Karena semua terlalu didasarkan pada logika dan data empiris semata. Sehingga apabila tidak ada keimanan, tidak ia percaya. Jika kita sekarang masih tidak percaya hanya karena tidak ada bukti yang dapat kita lihat atas keharamannya, namun apabila di hari kemudian ditunjukkan bukti yang nyata, dengan argumen apa kita pantas berdalih?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun