Mohon tunggu...
Fajar Prihattanto
Fajar Prihattanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis ide dan pengalaman

Guru seni rupa, pembuat karya seni (gambar, lukis, film, musik), youtuber, dan penyelam keheningan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kembalinya Kesablengan 212 di Era Millenial (Review Film Wiro Sableng)

22 September 2018   13:11 Diperbarui: 31 Oktober 2018   20:14 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maaf, judul di atas jangan dikaitkan dengan masalah politik praktis yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Malah sebaliknya, niat suci penulis membuat judul di atas adalah untuk mengajak pembaca sejenak melupakan atau lebih tepatnya menertawakan hingar bingar knalpot para politikus yang sudah memulai kampanye secara diam-diam namun terbuka.

Dengan bebauan yang khas, yaitu saling menghujat, memfitnah, membuka borok, ataupun sanjungan puja-puji para militan. Toh seandainya ada yang menafsirkan lain, saya sangat berterima kasih, karena mungkin hal itu akan sedikit menaikkan level kualitas tulisan saya. 

Saya mulai berkenalan dengan Wiro Sableng pada saat kelas 5 SD. Tepatnya di rumah teman saya yang bernama Ardian (kelas 4 SD), ia memulai bisnisnya dengan menyewakan buku Wiro Sableng. Tak ada yang menyangka, bahwa kelak sang pemilik kedai persewaan buku tersebut akan menjadi pendekar sakti dunia persilatan beraliran bisnis batu akik.

Bermodalkan Rp. 50,- saya dapat berpetualang di dunia persilatan bersama Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Pertemuan pertama memang begitu menggoda. Karakter Wiro Sableng yang konyol, cool, lugu, namun sakti mampu mengajak saya untuk sejenak melupakan tugas sekolah dan hari-hari yang berat seorang anak era 90-an.

Kelebihan novel Wiro Sableng dibandingkan dengan novel silat lainnya adalah kekuatan cerita dan karakter tokoh-tokohnya. Bastian Tito sangat lihai bermain kata-kata, sehingga pembaca selalu rela diseret ke dunia imajinasi yang mempesona.

Maka adalah hal yang sangat membahagiakan ketika saya dapat menonton film-film Wiro Sableng di televisi, baik film layar lebar maupun sinetron. Hanya saja seperti halnya kebanyakan film yang diangkat dari novel, film tersebut dianggap tidak mampu mewakili dunia imaji yang sebelumnya tercipta ketika membaca novel.

Trailer yang saya tonton sudah lebih dari cukup untuk membuat saya berbahagia karena mampu bernostalgia ke masa lalu. Hanya saja efek CGI yang masih terlihat kasar agak mengurangi euphoria saya.

Banyaknya kirtik, cibiran dan pesimis para komentator di Youtube, Facebook, maupun Instagram mungkin tersampaikan pada editor special effect, karena kekurangan tersebut tidak terlihat ketika saya menontonnya di bioskop. Mungkin sudah terlalu banyak saya menulis bagian awal review ini, untuk itu langsung saja saya akan memulai review filmnya.

Seperti yang telah saya bahas di atas, salah satu kekuatan novel Wiro Sableng adalah tokoh-tokoh yang sangat berkarakter. Dilihat dari pemilihan pemain, bisa dikatakan bahwa hampir semua karakter dapat terwakili para pemainnya.

Tim produksi terlihat sangat selektif dalam melakukan casting. Tentu saja yang paling menonjol adalah suguhan akting Vino G. Bastian. Kekonyolan atau kesablengan Wiro terlihat natural, kesablengan yang tidak terlalu dibuat-buat.

Jalan cerita dan konflik yang cukup padat mampu membuat mempertahankan mood penonton dari awal hingga akhir. Humor-humor yang ditampilkan selain beraroma kekinian juga terasa mengalir tanpa terkesan hanya sekedar tempelan dan pemanis. Kostum memiliki porsi yang cukup banyak dalam menambah kekayaan estetika film.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun