Pada suatu ketika garam menjadi harta yang paling berharga. Harganya tidak saja sangat mahal, tetapi juga bahkan sangat langka. Sangat sulit menemukan bahan pokok itu di mana-mana. Orang kaya akan rela menguras hartanya untuk mendapatkannya. Akan tetapi, siapakah yang bersedia menjualnya? Pemiliknya akan lebih suka menyimpannya diam-diam untuk digunakan sendiri sedikit demi sedikit. Bahkan dia harus menyembunyikannya agar tidak ketahuan oleh para pencuri dan perampok.
Ke rumah si pemilik garam, seorang pemuda datang bertandang. Namanya si Busuk Noto, berasal dari dusun di sebelah bukit, meninggalkan ibunya yang sedang sakit-sakitan di gubuknya untuk mencari kerja.
Si pemilik garam saat itu memang membutuhkan seorang pembantu di rumahnya, tetapi takut salah mengambil pekerja. Dia meneliti wajah pemuda itu. Didapatinya si Busuk Noto adalah anak yang lugu. Apalagi ternyata dia juga bukan orang tak berketentuan asalnya. Maka majikan itu memutuskan untuk menerimanya. Sebagai permulaan, dia kemudian diberikan beberapa tugas remeh: mencari rumput untuk makanan kuda si majikan dan mengumpulkan kayu bakar.
Si Busuk Noto sangat bahagia mendapatkan pekerjaannya.
Ibunya bilang ketika diberitahu, "Setelah mendapatkan pekerjaan, kau harus mencari seorang perempuan untuk diperistri. Agar ada yang dapat merawatku apabila kau tidak ada di rumah."
"Akan tetapi," pesan ibunya lagi, "Perempuan itu harus seorang perempuan yang ikhlas, yang tidak saja tidak suka membantah, tetapi juga seorang pendiam."
***
Pada suatu hari, ketika si Busuk Noto sedang menyabit rumput di tepi hutan, dia bertemu dengan seorang perempuan dusun. Wajahnya putih, rambutnya dikepang dua. Si Busuk Noto pun jatuh cinta.
Dia memutuskan untuk menyapa perempuan itu.
"Perempuan yang baik, siapakah engkau?"
Si perempuan tidak menyahut. Mungkin dia memang pendiam, pikir si Busuk Noto.