Mohon tunggu...
faisal faliyandra
faisal faliyandra Mohon Tunggu... Dosen - Pendidikan di STAINH Kapongan Situbondo

Sebaik-baiknya manusia ialah manusia yang berdayaguna

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ambillah Hikmah dari Kasus First Travel dan Dimas Taat Pribadi

24 Agustus 2017   15:57 Diperbarui: 24 Agustus 2017   16:29 1587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://petanihuruf.wordpress.com/

 "Hidup ini tidak instan", kalimat tersebut memiliki arti hidup tidak semudah yang kita inginkan, kita harus bisa bekerja keras dalam setiap keinginan. Memang sesuatu yang tidak instan atau bekerja kerasa tidak mudah, sangatlah membutuhkan banyak tenaga dan fikiran, dan mungkin menjauhkan diri sanak saudara. Akan tetapi dari bekerja keras kita tidak akan tergantung dan direndahkan oleh orang lain.  Tetapi jika melihat kasus First Travel dan Taat Pribadi, terdapat kesenjangan antara usaha yang dilakukan manusia untuk memperloleh keinginannya.

Masih hangat di fikiran kita tentang kasus First Travel,  kasus dimana manusia mencari kebutuhan hidupnya dengan cara menipu manusia lain dengan iming-iming kemudahan. Ingat juga kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi, yang kononya viral bisa menggandakan uang dari saku jubahnya. Untuk menarik minat korban, Taat Pribadi ini menggunakan modus yang bersifat kemistisan seperti; dengan air sakti, bopoin tujuh bahasa, dan kotak gaib.

Satu pertanyanya dasar yang harus kita cari dalam kedua kasus ini, yaitu "Mengapa sih hal tersebut bisa terjadi?"Untuk menjawab pertanyaan tersebut mari kita analisis kedua kasus ini dari sudut pandang si korban.

Pertama,jika kita analisis dari sudut pandang si korban First Travel. Lebih dari 50% dengan total sekitar 50 ribu jemaah umroh yang menggunakan jasa First Travel belum diberangkatkan. Dari sebagian besat korban mengaku mereka terkena iming-iming sesuatu yang instan. Instan dalam untuk si korban ini memiliki pengertian materiel atau biaya. Mereka diinstankan dengan biaya yang sangat minim sekali untuk dapat melakukan perjalanan umroh, sangat minim sekali sehingga jauh sekali dengan ketetapan harga Kementrian Agama, yaitu biaya umroh 14,5 juta dibawah harga umroh Kementrian Agama yaitu 21 juta.

Kedua, jika dianalisis dari sudut pandang si korban Taat Pribadi ini. Nama Dimas Kanjeng Taat Pribadi menyiratkan dia adalah sesosok orang yang bepengaruh secara agamis dan sosial. Dengan kemegahan namanya sehingga Taat Pribadi ini menjadikan kemistisan sebagai strategi yang mulus dilancarkan kepada korbannya. Si korban teriming-iming dengan janji instan mendapatkan uang tanpa bekerja. Korban dijanjikan setelah mendapatkan ATM gaib dan melakukan ritual khusus, mereka akan mendapatkan uang yang tak habis-habisnya. Bukan hanya itu saja, mereka akan dapat menguasai tujuh bahasa dengan membeli suatu alat tulis.

Dari kedua analisis kasus First Travel dan Taat Pribada, kita dapat menarik sebuah benang merah dan menjawab pertanyaan diatas, bahwa hal ini terjadi karena masyarakat masih berfikir secara irasional dan terperdaya kebudayaan keinstanan (tidak mau bekerja keras). Padahal jika mau tilik lebih dalam, sesuatu yang instan akan berakibat tidak baik untuk kehidupan kita.

Memang akibatnya tidak dapat dilihat dalam sekejap tapi pasti akan terlihat pada jangka panjang. Jadi gunakanlah fikiran kita untuk mengambil suatu tindakan. Pamilah  dan analisislah dasarnya terlebih dahulu sebelum bertindak. Kembalilah bekerja keras untuk untuk mendapatkan nikmat yang akan bertahan lama! Bukan mendapat uang yang instan tetapi tidak bertahan lama. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun