Mohon tunggu...
Faisal Basri
Faisal Basri Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Mengajar, menulis, dan sesekali meneliti.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Manuver Berbahaya Menteri BUMN

18 Agustus 2016   04:48 Diperbarui: 18 Agustus 2016   07:52 3282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kementerian BUMN. Liputan6.com

Presiden Joko Widodo telah menyetujui pembentukan enam holding (induk ) badan usaha milik negara (BUMN). Lihat Tok! Jokowi Setujui Pembentukan 6 Holding BUMN.

Ada baiknya Presiden tidak segera menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang penggabungan itu. Banyak persoalan mendasar yang belum ditangani oleh Kementerian BUMN. Pembentukan induk BUMN jangan terkesan sebatas aksi korporasi untuk penambahan modal BUMN induk dan peningkatan kapasitas pendanaan atau bisa berutang lebih banyak.

bumn-matriks-57b4dca2b47e616760b690ce.png
bumn-matriks-57b4dca2b47e616760b690ce.png
Sebelum melakukan penggabungan atau penciutan jumlah BUMN, sepatutnya pemerintah melakukan pemetaan terlebih dahulu. Yang nyata-nyata sakit, apalagi sakit parah, dan tidak memberikan maslahat besar bagi masyarakat dan perekonomian atau yang eksternalitasnya rendah, langsung saja lakukan proses likuidasi.

Tertibkan pula anak, cucu, dan cicit BUMN yang banyak disalahgunakan sehingga menimbulkan penyelewengan, penggelapan, dan persaingan usaha tidak sehat.

Pertajam misi BUMN. Yang mulai melenceng segera diluruskan. 

Agaknya tidak pantas di tengah pemerintah gencar membangun infrastruktur, beberapa BUMN konstruksi ("karya") justru membangun hotel yang eksternalitasnya sangat rendah dan swasta sangat mampu melakukannya. 

Kalau pun hendak dipaksakan, bukankah pemerintah sudah memiliki Inna Hotel Group? Lebih ironis lagi, beberapa BUMN konstruksi itu menerima penyertaan modal negara (PMN) dengan tujuan lebih gencar mengembangkan infrastruktur. Masih banyak lagi BUMN yang perlu dibenahi. 

Setelah itu, kita memiliki gambaran tentang apa yang harus dilakukan untuk setiap kelompok BUMN yang memiliki karakteristik berbeda. Tidak ada satu obat mujarab untuk semua BUMN. 

BUMN yang sudah sangat sehat dan nyata-nyata memiliki eksternalitas tinggi jangan diutik-utik atau malahan dicaplok oleh BUMN yang kurang sehat. Jangan sampai pula anak perusahaan BUMN yang berstatus swasta (bukan PT persero) mengambil  alih BUMN yang berstatus PT persero dan sudah masuk bursa (go public).

Para pembantu Presiden jangan lagi menyodorkan konsep yang belum matang. Preseden seperti itu bertambah banyak. Misalnya dalam kasus induk BUMN minyak dan gas (migas).

Berawal dari keprihatinan Presiden atas harga gas di dalam negeri yang relatif  mahal, terutama gas untuk industri. Lantas Presiden memerintahkan agar Pertagas, anak perusahaan Pertamina, diambil alih oleh  PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). 

Berbulan-bulan belum menampakkan perkembangan berarti, Presiden mengingatkan pembantunya untuk mempercepat pengambilalihan. Selanjutnya kedua belah pihak (Peertamina dan PGN) melakukan perundingan. Sampai awal November 2015 skema ini masih hidup dan tercantum dalam Roadmap Sektor Energi Kementerian BUMN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun