Mohon tunggu...
Fahrizal Muhammad
Fahrizal Muhammad Mohon Tunggu... Dosen - Faculty Member Universitas Prasetiya Mulya

Energi Satu Titik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memperjuangkan Nama

29 Februari 2020   10:57 Diperbarui: 29 Februari 2020   11:10 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Fahrizal Muhammad

Shakespeare pernah mengatakan, "Apalah arti sebuah nama?"  Benarkah? Mari kita diskusikan barang sedikit. Setiap orang tua akan mencarikan nama terbaik untuk anaknya.  Mengapa begitu? Nama adalah doa dan konstruksi harapan.  Itulah sejatinya, nama kita adalah doa terindah dari ayah dan ibu.  Pertanyaannya sekarang, apakah kita sudah berjuang menggenapkan doa itu? Atau tanpa disadari kita justru seringkali mengkhianatinya?

Mengapa harus diperjuangkan?  Seperti halnya agama, nama adalah achievement status, pencapaian. Kita harus melakukan banyak hal bila ingin punya nama; kita harus istiqomah pada jalan kebaikan untuk tetap punya nama baik. Ia bukan ascribe status seperti halnya kelompok suku bangsa. Bukankah pada banyak kasus nama baik tidak serta merta terwariskan begitu saja? Bukankah ahli waris harus berjuang sekuat tenaga agar nama baik keluarga mereka tetap dapat dipertahankan?

Risalah Nama

Nama adalah title. Judul. Merk. Sebagai salah satu pranata penting dalam kehidupan seorang manusia, nama merepresentasi makna hidup pemiliknya. Ini menarik, paling tidak sejumlah hal dapat kita catat. 

Pertama, nama adalah produk budaya dan jejak sejarah. Lain tempat biasanya lain pula kecenderungan dan pola pemberian nama. Ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan dan nilai utama yang hidup dalam masyarakat. Selain itu, sejumlah pahlawan dan tokoh inspiratif untuk masyarakat yang bersangkutan besar kemungkinan namanya akan ditiru. 

Mereka umumnya menjadi idola karena berbagai macam sebab: keilmuannya, kharismanya, perjuangannya, keistiqomahannya, atau kesalehannya. Orang tua berharap anaknya akan memiliki sejumlah sifat yang mereka suka dari tokoh tersebut.

Kedua, nama adalah identitas, kebanggaan, dan keunikan yang melekat sampai mati. Meskipun jumlahnya telah mencapai 6 milyar lebih, belum ada manusia yang diberi nama dengan deretan angka seperti barcode.  

Itu menunjukkan, nama inherent dengan keberadaan seseorang. Setelah wajah, inilah yang lebih dahulu dicari orang dalam semua urusan public: di laman dan papan pengumuman kelulusan ujian masuk apa pun bahkan pemenang undian berhadiah. Nama itu pula yang nanti tetap akan dipanggil ketika mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita di hadapan Allah. Masya Allah!

Ketiga, nama adalah pelafalan zaman. Nama anak sekarang bagus-bagus dan saking bagusnya, kita perlu  konsentrasi khusus untuk mengucapkannya. Itulah kreativitas zaman meskipun tetap mengacu pada  nilai-nilai dasar dan aspek kesejarahan. Bukankah nama berulang dan melintas zaman? Bukankah ada paguyuban para pemilik nama Asep, Agus, dan Sugeng di seluruh Indonesia?

Menyelamatkan Nama

Harimau mati meninggalkan belakang; gajah mati meninggalkan gading. Manusia mati meninggalkan apa? Nama baik, legacy, dan kenangan indah berupa amal soleh yang tetap bermanfaat untuk kehidupan umat yang sekarang dan yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun