Mohon tunggu...
FAHMA MAMLU
FAHMA MAMLU Mohon Tunggu... -

Mahasiswa pgra

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Jangan Jadikan Anak Menjadi Anak Televisi

29 Maret 2017   22:12 Diperbarui: 29 Maret 2017   22:26 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

kali ini saya akan bercerita tentang pengalaman ustadzah ppba saya yang disahringkan kepada murid-muridnya. kisah ini ustadzah ceritakan setelah beliau mengikuti seminar wanita bebrapa minggu lalu. seminar ini menceritakan tentang bagaimana peran ibu didalam keluarga terlebih perannya sebagai ibu untuk anak anak beliau. seminar ini diisi oleh pembicara yang beliau merupakan seorang muslimah yang taat pada agama. awal pembahasan seminar ini adalah tentang bagaimana menjadi wanita yang taat pada agama,. kemudian dilanjutkan dengan bagaimana cara mendidik anak agar menciptakan anak yang tumbuh sesuai dengan baik. inilah kisah yang membuat saya sangat tertarik. ustadzah bercerita bahwa didikan selama ini ternyata salah. beliau menganggap bahwa media elektronik seperti televisi bisa meringankan pekerjaan beliau sebagai ibu rumah tangga. kisah ini sudah hampir tujuh tahun berlalu. saat ustadzah memiliki anak pertama. dalam menenangkan anak beliau agar tidak rewel saat ditinggal melakukan profesi ibu rumah tangga, akhrnya ustadzah sudah mengenalkan anak beliau pada televisi saat masih bayi. memang awalanya ustadzah memutar channel yang berbau islami seperti lagu anak anak, cerita nabi nabi, kumpulan doa doa sehari hari, lantunan juz amma dan lain lain.

hingga titik balik itu akhirnya menghampiri pada keburukan. ternyata televisi memberikan efek negatif pada anak anak karena mereka belum bisa menyaring apa yang disiarkan oleh televisi. setelah mulai beranjak dewasa, akhirnya si anak merasa bosan dengan tayangan tayangan yang setiap hari menyajikan tontonan yang sama, yang akhirnya merasa sudah bosan dan merasa sudah hafal sehingga tidak perlu lagi menyaksikannya. ustadzah pun tersadar setelah semuanya terlambat. si anak akhirnya berupaya untuk memindahkan channel televisi tersebut dan bertemulah si anak dengan sinema sinema kartun yang menurut mereka menarik karena baru. setiap hari si anak menjadi pecandu televisi. bahkan suatu hari ustadzah menyaksikan bahwa si anak memperagkan akting berantem sama seperti dengan kartun yang dilihatnya. sehingga saat si ibu memperingatkan anak atau mencoba menasihatinya maka jurus jurus yang mereka lihat di film film kartun akan keluar. contohnya jika tidak diuturuti kemauannya mereka akan memukul mukul orangtua dengan dalih itu adalah jurus di kartun kesangannya. dalam hal belajar pun anak sangat sulit, karena anak anak akan terus didepan televisi hingga berjam jam.

setelah menghadiri seminar tersebut ustadzah sadar bahwa hal tersebut sangat salah dalam mencetak anak generasi islami. menjadikan televisi sebagai penenang anak agar tidak mengganggu pekerjaan sangatllah salah,. akhirnya masa golden age si anak terbuang sia sia karena tergerus oleh buruknya tayangan televisi. sehingga untuk para orangtua, diusahakan untuk lebih menjaga anak terlebih saat ini perkembangan teknologi sangatlah pesat, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan isi teknologi yang seharusnya membawa kebaikan. jika anak sudah terkena virus televisi, maka tidak bisa dipungkiri yang timbul adalah efek negatif yang sangat banyak sedangkan positifnya hanya segelintir. terlebih anak sekarang yang paling disukai bukanlah berita berita seperti orang dulu,melainkan tayangan seperti kartun yang hanya bersifat khayalan, sinetron yang isinya hanya berantem dan cinta cintaan hingga film komedi yang yang hanya namanya saja komedi namun didalmnya terdapat perilaku anarkis, tidak sopan, dan saling menghina satu sama lain.

selamat membaca....

semoga bermanfaat....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun