Mohon tunggu...
Fachrul Khairuddin
Fachrul Khairuddin Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan

Terus Menulis!!!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Beberapa Cerita Tentang Gunung Bawakaraeng

17 Februari 2011   12:56 Diperbarui: 4 April 2017   17:26 23084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gunung Bawakaraeng adalah gunung yang terletak di kampung Lembanna. Masuk dalam kawasan wisata puncak Malino, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Dapat ditempuh sekira tiga jam perjalanan dari Makassar dengan berkendaraan darat ke arah selatan. [caption id="" align="alignnone" width="640" caption="Pohon-pohon pinus di Kawasan Wisata Puncak Malino"][/caption] Bawakaraeng, secara bahasa, berarti mulut tuhan. Diambil dari bahasa Makassar: bawa artinya mulut; karaeng artinya tuhan. Siapa yang memberikan nama dan apa latar belakangnya, penulis tidak mendapatkan data tentang itu. Yang jelas, gunung Bawakaraeng bukanlah mulut tuhan dalam arti yang sebenarnya.

[caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Pemandangan Pos 5 yang sering terjadi badai"]

Pemandangan Pos 5 yang sering terjadi badai
Pemandangan Pos 5 yang sering terjadi badai
[/caption] [caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Pemandangan dari Pos 7, puncak bukit I Bawakaraeng"]
Pemandangan dari Pos 7, puncak bukit I Bawakaraeng
Pemandangan dari Pos 7, puncak bukit I Bawakaraeng
[/caption] [caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Masih pemandangan lain dari Pos 7"]
Masih pemandangan lain dari Pos 7
Masih pemandangan lain dari Pos 7
[/caption]

Bawakaraeng terdiri dari bukit-bukit yang berjejer megah. Bukit tertinggi memiliki tinggi sekira 2.700 meter di atas permukaan laut. Untuk mendakinya sampai ke puncak, kita harus menyusuri dua bukit dan 10 pos jalur pendakian. Pepohonan lebat beragam jenis, kabut tipis, sungai kecil, dan pelbagai keindahan alam lainnya akan menghiasi setiap jalur pendakian dari pos ke pos hingga ke puncak.

[caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Pemandangan dari pos 10, puncak tertinggi Bawakaraeng"]

Pemandangan dari pos 10, puncak tertinggi Bawakaraeng
Pemandangan dari pos 10, puncak tertinggi Bawakaraeng
[/caption] [caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Masih pemandangan dari puncak II, Pos 10"]
Masih pemandangan dari puncak II, Pos 10
Masih pemandangan dari puncak II, Pos 10
[/caption] [caption id="" align="alignnone" width="300" caption="Trianggulasi (tanda ketinggian) di puncak Bawakaraeng"]
Trianggulasi (tanda ketinggian) di puncak Bawakaraeng
Trianggulasi (tanda ketinggian) di puncak Bawakaraeng
[/caption] Mereka yang Mati

Pada 1980-an, seorang pendaki wanita bernama Noni bunuh diri di pos 3 Bawakaraeng. Dia menggantung dirinya di sebuah pohon. Dugaan penyebabnya karena patah hati.

Pohon itu masih berdiri hingga kini. Bentuknya anker, seanker kejadian di baliknya. Batangnya besar bercabang; daunnya habis ‘tak tersisa. Bagi yang sudah mendaki Bawakaraeng, pasti kenal betul dengan pohon itu karena pohon itulah yang menjadi penanda pos 3.

Karena alasan mistis, para pendaki enggan mengabadikan pohon itu dalam bentuk foto maupun video. Bahkan mereka juga enggan singgah di pohon itu. Beberapa kesaksian menjelaskan bahwa kejadian aneh terjadi waktu mereka singgah di pohon itu: tiba-tiba hujan, angin kencang, dan lainnya, entahlah! Penulis sendiri tidak terlalu percaya cerita tersebut.

Beberapa pendaki juga mati di Bawakaraeng. Badai, suhu dingin, kelaparan, adalah sebagian dari penyebabnya. Pusara yang terpasang menjadi penanda sejarah mereka. Paling terakhir, matinya dua mahasiswa Geologi Universitas hasanuddin, Awy dan Iccank, di Pos 5 karena badai. Penulis hanya mendapati pusara Awy.

[caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Pemandangan pos 5 yang sering terkena badai"]

Pemandangan pos 5 yang sering terkena badai
Pemandangan pos 5 yang sering terkena badai
[/caption] Longsor yang Menimbun

Pada 2004 silam, longsor terjadi di salah satu bukit Bawakaraeng. Bukit itu terlihat jika kita berjalan menurun dari pos 7 menuju pos 8, seperti gunungan ice cream yang sudah digigit. Akibat longsor, pos 8 lama yang berbentuk padang luas dengan ilalangnya harus berganti dengan pos 8 baru yang gersang, dekat telaga Bidadari yang kering kerontang, hanya menyisakan air yang cokelat dan kotor.

[caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Telaga Bidadari yang kering kerontang"]

Telaga Bidadari yang kering kerontang
Telaga Bidadari yang kering kerontang
[/caption] Longsor itu juga menimbun kampung-kampung kecil di lereng Bawakaraeng, tanpa sisa. Lumpur bawahannya malah sempat membuat khawatir sebagian orang karena dianggap tekanannya akan merobohkan bendungan bili-bili, tapi syukurlah, hal tersebut tidak menjadi kenyataan. [caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Longsoran Bawakaraeng, seperti potongan ice cream"]
Longsoran Bawakaraeng, seperti potongan ice cream
Longsoran Bawakaraeng, seperti potongan ice cream
[/caption] Ritual Di Bawakaraeng

Setiap hari raya Idul Adha, banyak warga dari berbagai daerah menuju ke puncak Bawakaraeng untuk melakukan salat Idul Adha dan ritual. Mereka datang sehari sebelum hari raya dan bermalam di puncak dengan bekal dan pakaian seadanya.

[caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Beberapa warga yang melakukan ritual"]

Beberapa warga yang melakukan ritual
Beberapa warga yang melakukan ritual
[/caption]

[caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Tempat tidur warga"]

Tempat tidur warga
Tempat tidur warga
[/caption]

Esok subuh, mereka pun memulai salat Idul Adha dan ritual. Mereka memberikan sesajian-sesajian untuk mencari berkah dan keselamatan: gula merah untuk mencari manisnya dunia, kelapa untuk mencari nikmatnya dunia, lilin untuk mencari terangnya dunia, dan sebagainya.

[caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Warga yang salat bersama sesajian beras dan telur dalam kantung plastik"]

Warga yang salat bersama sesajian beras dan telur dalam kantung plastik
Warga yang salat bersama sesajian beras dan telur dalam kantung plastik
[/caption]

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa warga ke puncak Bawakaraeng untuk melaksanakan ibadah haji, tapi pendapat tersebut dibantah oleh Tata Rasyid, penjaga dan penolong Bawakaraeng. Tata Rasyid menegaskan, “Yang benar itu warga naik ke puncak untuk lebaran haji, bukan naik haji. Naik haji itu di Mekkah.”

[caption id="" align="alignnone" width="320" caption="Warga salat menghadap trianggulasi di puncak Bawakaraeng (foto: Edelweis Sastra Unhas)"]

Warga salat di menghadap trianggulasi di puncak Bawakaraeng
Warga salat di menghadap trianggulasi di puncak Bawakaraeng
[/caption] Beberapa keindahan Gunung Bawakaraeng: [caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Pohon besar di pos 4"]
Pohon besar di pos 4
Pohon besar di pos 4
[/caption] [caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Penulis dan teman-teman lagi ngopi dan ngeroti di pos 2"]
Penulis dan teman-teman lagi ngopi dan ngeroti di pos 2
Penulis dan teman-teman lagi ngopi dan ngeroti di pos 2
[/caption] [caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Hutan pinus di pos 1"]
Hutan pinus di pos 1
Hutan pinus di pos 1
[/caption] [caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Gunungnya tinggi seperti hatiku (Nusantara, Koes Plus)"]
Gunungnya tinggi seperti hatiku (Nusantara, Koes Plus)
Gunungnya tinggi seperti hatiku (Nusantara, Koes Plus)
[/caption] [caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Tidak tahu buah apa ini? Hehehe...."]
Tidak tahu buah apa ini? Hehehe....
Tidak tahu buah apa ini? Hehehe....
[/caption] [caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Penulis dan teman-teman di pos 9 menuju pos 10...kayak di dasar laut, bukan?"]
Penulis dan teman-teman di pos 9 menuju pos 10...kayak di dasar laut yah, bukan?
Penulis dan teman-teman di pos 9 menuju pos 10...kayak di dasar laut yah, bukan?
[/caption] Demikianlah teman-teman pembaca, beberapa cerita tentang gunung Bawakaraeng. Bagi yang belum puas, silahkan mendaki sendiri sampai ke puncaknya. Dari Makassar, naik mobil angkot warna merah jurusan Sungguminasa, bayar Rp 3.000. Turun di terminal Sungguminasa, naik angkot jurusan Malino, bayar Rp 25.000, dijamin diantar sampai ke kampung Lembanna. Di Lembanna, jalan kaki sampai ke puncak gunung. "Berbagi waktu dengan alam, kau akan tahu siapa dirimu yang sebenarnya," [Okta ft. Erros - Gie]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun