Mohon tunggu...
Excelindo Krisna Putra
Excelindo Krisna Putra Mohon Tunggu... Freelancer - #IndonesiaExcellent

Pengelana Masa • Perekam Peristiwa • Peramu Peradaban | Blog Pribadi: https://excelindokrisnaputra.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kisah Para Pendahulu KPK

9 Oktober 2019   06:00 Diperbarui: 9 Oktober 2019   07:19 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Merah Putih KPK | Sumber: BorobudurNews

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan "generasi Z" dalam perjuangan membumihanguskan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di negeri ini. "Putera Reformasi" ini lahir ditengah ketidakpercayaan kepada kejaksaan dan kepolisian sebagai ujung tombak andalan pemberantasan korupsi pada tahun 2002. KPK diharapkan mampu bekerja sebagai lembaga modern yang professional dan independen untuk melanjutkan trah keluarga besar penyelamat uang rakyat.

Sejak republik ini berdiri sudah mulai nampak munculnya budaya-budaya KKN dari berbagai pihak di dalam lingkaran kekuasaan, pemerintah memberikan perhatian khusus kepada tindak kriminal ini sehingga beberapa lembaga sempat berdiri untuk memberantasnya. Bapekan, Paran/Operasi Budhi, Kotrar, TPK, Komisi Empat, KPKPN, TGPTPK, dan KPK merupakan lembaga penyelamat uang rakyat yang pernah dan sedang menjalankan tugas mulia ini.

Bapekan

Berdiri pada 17 Agustus 1959 dibentuk Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara (Bapekan) diketuai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang beranggotakan Semaun, Letkol Sudirgo, Arnold Mononutu, dan Samadikoen. 

Bapekan berkewajiban mengawasi dan meneliti kegiatan aparatur negara, menyelenggarakan pengurusan dan pengaduan, dan mengajukan pertimbangan kepada Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi. Cakupan tugas meliputi aparatur sipil maupun militer yang berada di BUMN, yayasan, perusahaan, dan lembaga negara.

Bapekan didirikan berdasar Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1959 tentang Pembentukan Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara. Mekanisme kerjanya adalah menerima aduan dari masyarakat terkait kinerja dan dugaan korupsi aparatur negara. Masyarakat dapat mengadu dengan mengirim surat melalui pos ke alamat kantor Bapekan di jalan Tromol No. 8 Jakarta.

Kinerja Bapekan dinilai cukup memuaskan dengan terselesaikannya 402 kasus dari 912 pengaduan pada akhir Juli 1960. Beberapa kasus besar yang terselesaikan yaitu penggelapan uang di Jawatan Bea Cukai Jakarta senilai 44 juta, Korupsi uang Koperasi Bank Pegawai Negeri di Karo, kasus pegawai Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PPK) Kalimantan Selatan, korupsi hingga di tingkat kecamatan Provinsi Jawa Timur , dan masih banyak lagi.

Jenderal A.H. Nasution dengan gagasannya sesuai persetujuan presiden mendirikan Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran) membatasi gerak cepat Bapekan, bahkan karena dualisme kewenangan membuat keduanya hampir berkonfilk. 

Bapekan dibubarkan disaat menangani dugaan korupsi pembangunan infrastruktur olahraga dalam gelaran olahraga terbesar di asia yaitu Asian Games 1962. 

Walau belum sempat menyelesaikan penyelidikan terhadap dugaan korupsi tersebut, dengan alasan tidak diperlukan lagi, presiden membubarkannya pada 05 Mei 1962 sehingga tugas pemberantasan korupsi seluruhnya diemban oleh "saudara kembar"-nya Paran.

Paran dan Operasi Budhi

Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran) didirikan pada 1959 dengan ketua sekaligus konseptornya Jenderal A.H. Nasution dibantu oleh Muhammad Yamin dan Roeslan Abdulgani sebagai wakil ketua. Jenderal A.H. Nasution yang saat itu menjabat Menteri Keamanan Nasional sekaligus KASAD mengusulkan kepada Presiden Soekarno perlunya pembentukan sebuah lembaga untuk membenahi birokrasi dan memberantas korupsi.

Salah satu tugas Paran adalah mendata kekayaan (sekarang LHKPN) para aparatur penyelenggaran negara, dari data itulah lembaga ini mampu untuk meneruskan temuan-temuan anomali untuk diteruskan ke lembaga penegak hukum kejaksaan, pengadilan, dan kepolisian. Banyak pejabat yang membangkang dengan sistem ini, para pejabat berdalih telah menyerahkan langsung kepada presiden, sehingga pendataan satu pintu mendapat banyak rintangan karena itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun