Mohon tunggu...
Evita Yolanda
Evita Yolanda Mohon Tunggu... Dokter - Dokter

Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sebuah Renungan: Kecepatan atau Arah?

13 Desember 2016   19:05 Diperbarui: 7 Januari 2017   22:42 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pernahkah kita merenungkan kemana kita sedang menuju? (gambar: istockphoto.com)

Seorang manusia, terlepas dari siapa dirinya, apa kedudukannya, di mana ia berada, akan secara naluriah bertanya: Apa tujuan hidupnya? Dari mana ia berasal dan kemana ia akan menuju?

Pernahkah Anda merasa kosong? Pernahkah Anda merasa begitu bosan karena hidup ini terasa tak kunjung membuat kemajuan? Semua insan pasti pernah merasakan episode ini dalam hidupnya. Bahkan orang-orang besar sekali pun. Kita akan merasakan kekosongan dalam batin kita jika kita tidak sedang memenuhi sebuah tujuan.

Segala rutinitas sehari-hari, semua kegiatan lahiriah yang menyita pikiran dan waktu kita, tak memberikan kita ruang untuk memikirkan kembali tujuan kita, membuat kita bagai dipaksa untuk terseret roda yang tidak bisa kita hentikan. Setiap hari. Bangun di pagi hari, bergegas menuntaskan daftar rutinitas yang wajib diselesaikan hari itu, lalu kita semua pulang dalam keadaan lelah, tertidur, bangun di keesokan hari dengan tuntutan yang sama.

Manakah yang lebih penting bagi kita? Kecepatan atau arah? (gambar: mentalfloss.com)
Manakah yang lebih penting bagi kita? Kecepatan atau arah? (gambar: mentalfloss.com)
Pernahkah kita berpikir, sedang kemana kita menuju? Apa yang kita tuju dari yang kita usahakan setiap hari? Untuk memuaskan ego? Memenuhi segala kebutuhan primitif dalam hidup kita? Mendapatkan kedudukan di mata manusia? Tidak ingin ketinggalan dari orang lain? Ya.

Balapan. Adu kencang dengan manusia lain yang kita sendiri tidak tahu kemana ia sedang menuju. Kita dengan tidak acuhnya, ikut-ikutan injak gas karena melihat manusia lain sedang berada di depan kita. Saudaraku, pernahkah Anda bertanya, kemana manusia lain yang kita kejar itu sedang menuju? Apakah tujuan kita sama dengannya? Apakah berusaha menandingi kecepatannya membuat kita bisa mencapai tujuan kita yang sebenarnya?

Apakah hidup tentang seberapa cepat kita menuju tujuan, atau tentang kemana arah tujuan kita itu sendiri? Bayangkan jika kita membandingkan mobil F1 dan mobil  yang kecepatannya biasa saja. Bila mobil F1 melaju dengan kencangnya menuju arah yang salah, tidak mencapai tujuan. Mobil biasa yang melaju dengan kecepatan seadanya, dengan arah yang benar, berhasil mencapai tujuannya. Mana di antara keduanya yang lebih bermanfaat? Tentu mobil biasa yang berhasil mengantarkan pengendaranya ke tempat tujuan yang benar. Bukankah manfaat kendaraan adalah mengantarkan kita ke "tujuan"? Jika arah dan tujuan sudah salah, apa gunanya melaju dengan kencang? Apa gunanya adu kecepatan dengan orang lain, membandingkan diri kita dengan orang lain di arena balap yang bukan tujuan kita?

Jadi, bukankah arah harus dinomorsatukan dibanding kecepatan?

Kecepatan hanyalah alat untuk membantu kita lebih cepat mencapai arah yang ditujukan. Arah yang benar, ditopang oleh kecepatan, memungkinkan seorang manusia berhasil mencapai tujuan hidup yang hakiki, dengan kecepatan yang luar biasa.

Terkadang kita tidak tahu tujuan hidup kita, membuat kita merasa bahwa diri kita tidak berfungsi dan tidak berguna. Saudaraku, percayalah, Tuhan menciptakan kita semua dengan fungsinya masing-masing. Seluruh manusia adalah bagaikan kesatuan mesin maha besar yang diciptakan Tuhan dengan kalkulasi yang luar biasa akurat. Semua diciptakan dengan kegunaannya, menjadikan setiap individu potongan yang sangat penting dari mesin itu. Maka, jika kita masih belum menemukan arah dan tujuan kita, kemana kita akan melaju bersama roda kehidupan ini, teruslah mencari.

Luangkan waktu untuk berhenti sejenak, meminggirkan kendaraan kita dari arena balap tak bertujuan dalam hidup ini. Dengarkan hati nurani kita, kemana kita akan menuju.

Bila visualisasi tujuan sudah jelas, mulailah nyalakan kembali kendaraan kita, dengan mengucap nama Tuhan, melajulah sekencang yang kita bisa !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun