Mohon tunggu...
Euri Ametsa
Euri Ametsa Mohon Tunggu... Buruh - manusia biasa

Mencoba menulis kembali

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Untuk Temanku

3 Oktober 2018   21:32 Diperbarui: 3 Oktober 2018   21:50 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : pixabay.com

Halo teman, apa kabarmu hari ini?, sudah lebih setahun lamanya aku tidak bersua dan bercengkrama denganmu. Tentu saja, aku tidak sudi berpisah denganmu walaupun hanya satu hari. Namun, ibu pertiwi sedang menangis karena orang asing seenak perutnya mengacak-ngacak isi tubuhnya. Tangan-tangan rakus mereka menjamah, menodai, dan merampok hak milik ibu kita. Sebagai seorang anak yang mengaku berbakti, aku tidak sudi tanah airku diperlakukan seenaknya oleh para penjajah yang bahkan tidak jelas asal usulnya tersebut.

Para pemimpin di pusat sana memerintahkan setiap anak muda, yang masih memiliki tubuh dan tulang yang kuat, untuk bangkit dan melakukan perlawanan bersenjata. Sehingga, demi ibu pertiwi dan ketaatan kepada pemimpin, harus ada yang dikorbankan untuk tujuan yang mulia ini. Perpisahan denganmu adalah salah satu pengorbanan terberat yang harus aku lakukan.

Namun, tidak mengapa teman, karena bagiku lebih baik bercengkrama, mendengarkan cerita luarbiasa yang selalu berbeda setiap kali kamu berganti judul, adalah sesuatu yang hanya ingin aku rasakan di bawah lindungan kemerdekaan. Membaca dan mengimajinasikan kisah yang kamu bawakan kepadaku dengan bendera asing di tiang bendera depan rumahku, bukanlah hal yang menyenangkan untuk dibayangkan, dan akan sangat menakutkan apabila hal tersebut benar-benar terjadi.

 Karena itulah, sekali lagi, meski berat, aku harus meninggalkanmu di balik kotak-kotak besar yang aku kubur di halaman belakakang rumah. Maafkan aku, aku tidak bisa memikirkan cara lain dalam waktu singkat agar kamu tidak jatuh ke tangan musuh. Aku tidak tega membayangkan dirimu berada di tangan-tangan rakus itu.

Temanku, buku.

Aku mohon dengan amat sangat perngertian darimu. Percayalah, meskipun kita tidak tahu kapan, mereka pasti akan angkat kaki dari negeri ini. Meski, ketika waktu itu tiba, mungkin aku sudah tidak berada lagi di dunia ini. Kamu pasti kaget mendengarku berkata seperti ini, dan mungkin juga marah. Aku memiliki penjelasan untuk ini. Jadi, tunda dulu kemarahanmu, dan aku mohon dengarkan penjelasanku.

Saat ini, posisi kami telah diketahui musuh dan, yah, sepertinya mereka akan datang dengan kekuatan besar dan semua jalan mundur telah ditutup. Semua orang yang berada di sini telah sepakat untuk berjuang hingga kematian menjemput dan tidak sudi menyerahkan diri apapun yang terjadi. Saat ini, kami semua diperintahkan untuk bersiap siaga. Seharusnya, dalam situasi hidup dan mati seperti ini, menulis surat adalah hal yang konyol. 

Namun, komandan pasukan tempatku berjuang ini malah menyuruh kami mengucapkan kata-kata terakhir kepada orang yang kami sayangi. Terserah apapun caranya. Ada yang berbicara seakan-akan orang yang dicintainya ada di sampingnya, ada yang larut dalam doa, ada yang diam bersiaga penuh tidak peduli sama sekali, dan ada juga dua orang yang sepertiku, menulis surat terakhir yang entah bagaimana caranya akan bisa tersampaikan. Aku memilih surat karena ingat salah satu kisah yang kamu ceritakan kepadaku teman.

Kamu ingat bukan?, cerita tentang seorang prajurit yang kisahnya juga mirip sepertiku, berada di situasi hidup dan mati dan tidak bisa mengucapkan kalimat perpisahan yang manis untuk orang yang dicintainya. Dia lalu menulis sebuah surat untuk yang seorang perempuan yang dicintainya itu, yang ironisnya adalah tentara wanita pihak musuh, kemudian dia memakan lembaran surat yang ditulisnya dengan tinta darahnya sendiri tersebut. Setelah itu, dia berdoa kepada tuhan agar suratnya itu disampaikan, dan kemudian dia membakar dirinya sendiri hingga menjadi debu. 

Dirinya yang berupa debu itu lantas diterbangkan angin, dan debunya sampai ke tentara musuh yang dicintainya tersebut. Singkat kata, secara tidak langsung, suratnya telah tersampaikan meskipun tidak dipahami sama sekali.

Sekarang, aku pikir, konyol sekali ketika ternyata aku akan berada di dalam situasi yang nyaris sama dengan tentara tersebut. Perbedaannya, aku tidak sebodoh itu membakar diriku sendiri, dan lagipula, jika aku mencoba membakar diriku, debut tubuhku tidak akan tersampaikan kepadamu yang sedang terkubur di dalam tanah dan pasti akan menghanguskan tempat persembunyian ini sebelum musuh datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun