Mohon tunggu...
Ethan Hunt
Ethan Hunt Mohon Tunggu... -

Dunia ini adalah sekolah bagi kita dalam mempelajari dan memahami kehidupan.. yang membuat kita semakin bijak, dan salah satunya adalah KOMPASIANA..

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Mahkamah Agung, Salah Ketik Kok Jadi Hobi?

30 Juli 2013   11:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:50 1141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13751581031575284738

[caption id="attachment_269594" align="aligncenter" width="400" caption="Gedung Mahkamah Agung / (sumber gambar: storyza.wordpress.com)"][/caption]

30072013

Mahkamah Agung (MA) sepertinya tidak pernah belajar dari kesalahan di masa lalu. Kali ini kembali MA mengulang kesalahan dalam pengetikan dan kasus ini terjadi saat MA mengadili kasus narkoba dengan terdakwa Adi Sukma Kurniawan. Adi ditangkap pada 28 Februari 2012 di jalan Raya Purworejo-Jogyakarta, tepatnya di Desa Keduren Kecamatan Purwodadi Kabupaten Purworejo, pada pukul 21.30 WIB. Dari tangan Adi, petugas menyita narkotika jenis sabu seberat 0,011 gram beserta bong, korek api, dan 3 buah pipet.

Setelah melalui proses persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut pria kelahiran 1976 ini dengan hukuman penjara 4 tahun serta denda Rp800 juta subsider 2 bulan. Atas tuntutan ini, PN Purworejo menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara pada 25 Juli 2012. Tidak terima, Adi kemudian mengajukan banding. Oleh Pengadilan Tinggi Semarang, keputusan itu diperkuat pada 24 September 2012. Adi kemudian mengajukan kasasi.

Berdasarkan rapat, majelis hakim yang terdiri dari Artidjo Alkostar, Prof Dr Surya Jaya dan Sri Murwahyuni menolak kasasi Adi. Dibuatlah petikan putusan perkara nomor 2341 K/PID.SUS/2012 tersebut dan dikirim ke pihak berperkara. Kesalahan pengetikan dalam petikan yang ditandatangani Panitera Muda Pidana Khusus Soenaryo ini terjadi pada tanggal musyawarah, di mana tertulis Selasa, 26 Februari 2012. Padahal musyawarah dilakukan pada Selasa, 26 Februari 2013. Atas kesalahan ketik ini, keluarlah putusan jilid dua dengan menyantumkan tanggal musyawarah hakim pada Selasa, 26 Februari 2013.

Salah ketik juga pernah terjadi pada saat penomoran perkara Susno Duadji. Akibatnya, POLRI dan Kejaksaan Agung sempat terlibat ‘perang komentar’ di media massa. Selain itu, kesalahan pengetikan juga terjadi ketika mengadili perkara pembagian harta warisan Andi Manggazali. Namun, kesalahan pengetikan yang cukup fatal terjadi saat MA memutus perkara yang melibatkan Yayasan Supersemar.

Dalam gugatannya, Kejaksaan Agung menggugat Yayasan Supersemar untuk mengembalikan USD 420 juta dan Rp185 miliar pada negara. Namun dalam amar putusan yang dikeluarkan majelis hakim MA yang terdiri dari Harifin Tumpa, Dirwoto dan Rehngena Purba, menghukum Yayasan Supersemar mengembalikan 75 persen dari USD 420 juta dan 75 persen dari Rp185 juta. Dari putusan setebal 108 halaman tersebut, hanya halaman 107 yang salah. Sungguh aneh! Dan lebih aneh, bukan angka yang salah ketik, tapi dari kata miliar ke juta.

Seperti diketahui bersama, kesalahan ketik dalam sejumlah putusan lainnya kerap terjadi meski telah ditandatangani oleh majelis hakim. Padahal, kesalahan seperti ini tidak boleh terjadi karena ini menyangkut nasib orang, bangsa, kepercayaan dan masyarakat. Seharusnya, amar keputusan tersebut dibaca lebih dulu dan diteliti lagi. Ketika sudah diteliti dan yakin sudah benar, baru amar keputusan itu ditandatangani. Ini tentunya dapat mencegah terjadinya kesalahan pengetikan. Namun yang terjadi?

Komisi Yudisial sendiri sudah mengingatkan Mahkamah Agung akan hal ini, karena putusan hakim menyangkut hidup orang banyak dan tidak sama seperti kesalahan koreksi skripsi mahasiswa. Jika amar putusan diketik salah, maka harus dilakukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan tersebut karena ada novum baru. Dan itu yang terjadi sekarang terhadap kasus Yayasan Supersemar.

MA tidak bisa langsung menyatakan jikalau kesalahan pengetikan ini sebagai human error. Usut mereka yang terlibat dalam memproduksi putusan tersebut. Human error (dibaca: kesalahan ketik) koq seperti jadi hobi dan kebiasaan, bolak-balik salah ketik. Atau jangan-jangan ini ulah mafia peradilan yang bisa bermain mengubah sebuah putusan meski itu di MA?

Salam

(dari berbagai sumber)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun