Mohon tunggu...
Suhadi Rembang
Suhadi Rembang Mohon Tunggu... Guru Sosiologi SMA N 1 Pamotan -

aku suka kamu suka

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Membaca Kebenaran dalam Video Dokumenter

14 Mei 2017   23:15 Diperbarui: 15 Mei 2017   10:23 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Dalam perkembangan komunikasi kali ini, kajian membaca kebenaran dalam tayangan video dokumenter menjadi penting dihadirkan. Mengapa demikian? Karena video dokumenter menjadi media terkini dalam perkembangan komunikasi, setelah tulisan dan foto.

Tidak bermaksud merendahkan hargadiri sebuah tulisan dan tentu juga foto, kadang kala dalam berkomunikasi, tulisan dan foto tidak satu-satunya yang paling sahih dalam menentukan kebenaran sebuah pesan dalam komunikasi. Contohnya begini. Suatu ketika, saya naik bus jurusan Rembang- Yogyakarta. Di dalam bus tersebut terpampanglah sebuah tulisan “Pak Sopir Bus ini masih Perjaka.” Tapi usut punya  usut, ternyata pak sopir sudah menikah tiga tahun yang lalu. Jelas tulisan tersebut tidak sahih kebenarannya. Contoh lagi soal kebenaran pesan dalam sebuah foto. Beberapa foto di media sosial saat ini cukup menarik diperhatikan. Terlihat kulit wajah pemilik medsos tampak bersih, merona, dan menggairahkan. Namun kenyataannya, kulit wajah pemilik medsos tidak seperti yang di pampang di medsos yang bersangkutan. Jelas, foto tersebut tidak cukup sahih dalam membuktikan kebenarannya. Walaupun demikian, kita bangsa Indonesia memiliki tanggung jawab sosial dalam menjaga hargadiri sebuah tulisan dan foto, agar pesan yang disampaikan mendekati kesahihan akan sebuah kebenaran.

Dari ilustrasi singkat di atas, ada kecenderungan sebuah tulisan dan foto, rawan ketika dijadikan satu-satunya pembuktian dalam hal kebenaran. Berangkat dari hal itulah, video dokumenter kemudian menjadi media pilihan komunikasi dalam menyampaikan pesan.

Mengapa video dokumenter menjadi pilihan? Secara umum video dokumenter yaitu suatu rekaman peristiwa lapangan.  Di dalam video dokumenter, semua gambar dan suara tidak boleh dimanipulasi. Hasil tangkapan peristiwa di lapangan itulah yang menjadi tayangan. Misal, suatu ketika siswa SMA sedang melakukan wawancara dengan pedagang pasar tradisional.  Namun secara tiba-tiba adalah suara pengeas pedagang es lilin yang cukup berisik hingga suara wawancaranya nara sumber kalah dengan telolet es lilin. Dalam sebuah video dokumenter, kehadiran penjual es lilin saat wawancara berlangsung tidak boleh dihilangkan. Ketika dihilangkan, video siswa tersebut telah dimanipulasi, alias tidak lagi menjadi video dokumenter. Dari ilustrasi di atas, video dokumenter  akan menjadi media pilihan dalam berkomunikasi karena kesahihan kebenaran sebuah peristiwa di lapangan, terpenuhi.

Namun apakah video dukumenter selalu benar? Saya berharap jawabannya “Ya,”  ketika dibandingkan dengan media tulisan dan foto. Namun kebenaran dalam sebuah tayangan video dokumenter harus terbuka dengan sebuah pengujian kebenaran. Siapapun dan kapanpun, boleh menguji kebenaran dari video dokumenter tersebut. Pada prinsipnya, semakin terbuka sikap kita dalam diuji dan menguji sebuah video dokumenter, maka semakin terjaga kebenaran sebuah video dokumenter. Namun sebaliknya, video dokumenter juga bisa salah. Misal, sebuah tayangan video dokumenter tentang keadaan pasar tradisional, dimana pembuat video dokumenter menukar gambar dan audio sebuah pasar tradisional yang berbeda, melalui aplikasi editing film. Maka untuk itu, walaupun video dokumenter menjadi alternatif menyampaikan pesan dalam proses komunikasi saat ini, kita sangat perlu memiliki keterampilan dalam membaca kebenaran dari sebuah video dokumenter.

Bagaimana membaca kebenaran dalam tayangan video dokumenter? Senjata dari sebuah kebenaran adalah kejujuran itu sendiri. Tetapi ketika kita serta-merta menuding bahwa seseorang dalam membuat video dokumenter adalah sang pembohong, tentu saja tidak elok. Untuk itu perlu adanya langkah-langkah yang perlu dimiliki pengguna data video dokumenter, agar tidak terjebak dalam dinamika yang cenderung merendahkan antar sesama manusia. Menurut saya ada tiga langkah dalam menguji kebenaran sebuah video dokumenter. Pertama, mengikuti proses pembuatannya secara langsung. Kedua, mengkomunikasi video dokumenter dengan rekaman peristiwa yang terjadi pada saat video dokumenter diproduksi. Ketiga, meneliti riwayat perilaku pembuat video dokumenter itu sendiri.

Mengikuti proses pembuatannya secara langsung merupakan cara menguji kebenaran dari sebuah tayangan video dokumenter. Contoh, ketika teman saya membuat video dokumenter pernikahan, maka saya harus terjun ke lapangan. Peristiwa apa saja yang direkam dalam upacara pernikahan, harus saya kroscek dengan hasil video dokumenter yang ditayangkan. Jika antara peristiwa yang saya lihat itu sesuai dengan isi dari tayangan video tersebut, maka video dokumenter itu adalah benar. Sebaliknya, jika hasil video dokumenter itu memuat gambar dan audio yang tidak sama, berarti video dokumenter tersebut adalah salah. Walaupun kita menemukan video dokumenter itu tidak benar, etika kita harus tidak merendahkan harga diri pembuat karya tersebut. Sebisa mungkin kita membuat video dokumenter baru, sebagai koreksi atas kesalahan dari video dokumenter yang ada.  

Selanjutnya adalah mengkomunikasi video dokumenter dengan peristiwa yang terjadi pada saat video dokumenter di produksi. Melakukan kroscek sebuah kebenaran atas tayangan video dokumenter kali ini, bukanlah mudah. Pekerjaan ini cukup menantang dan tentunya banyak hambatan. Dalam waktu yang sama, belum tentu terdapat tayangan peristiwa yang divideokan secara bersamaan. Untuk itu, kecakapan dalam mencari data adalah hal terpenting, sebelum memilih langkah yang kedua ini. Misal, suatu ketika kita sedang menonton video dokumenter peringatan Hari Pendidikan Nasional di Rembang. Untuk menguji kebenaran dari tayangan video dokumenter tersebut, kita harus mencari data tentang peristiwa apa saja yang terjadi pada saat peringatan hari pendidikan nasional di Rembang tersebut. Dengan banyaknya media sosial saat ini, ada kecenderungan kita mudah mendapatkan data. Semua peristiwa yang terekam pada waktu itu, harus kita kumpulkan terlebih dahulu, khususnya data video. Jika terdapat kesesuaian isi dalam tayangan video dokumenter dengan video dokumenter yang lainnya, berarti isi dari video dokumenter tersebut adalah benar. Sebaliknya, jika terjadi ketidaksesuaikan antara tayangan video dokumenter dengan video dokumenter yang lainnya, berarti video dokumenter tersebut memuat salah.

Apakah semua video dokumenter lain, dapat kita jadikan pembanding? Secara umum, saya berharap jawabnya  “ya.” Mengapa demikian? Karena dalam mengendalikan suatu video dokumenter secara bersamaan dalam suatu peristiwa dengan waktu dan tempat yang sama, tidaklah mudah. Walaupun ini bisa saja terjadi, tetapi hanya aktor-aktor tertentu saja yang dapat mendesain semua video dokumenter itu secara bersamaan.  Untuk itu, kita harus tetap kritis dalam memilih dan memilah mana video dokumenter pembanding yang kita gunakan. Jangan hanya asal memenuhi validasi data saja. Lagi-lagi kejujuran menjadi senjata utama dalam mengurai kebenaran suatu video dokumenter. Tidaklah elok, menguji sebuah kejujuran dengan sebuah kebohongan.

Untuk mensiasati katerbatasan sebuah video dokumenter pembanding, kita bisa melakukan pembuatan video dokumenter pada saat yang sama. Hanya saja pekerjaan ini tidaklah mudah. Sikap yang harus kita utamakan adalah menjadi pelayan dokumentasi dari suatu kebenaran itu sendiri, bukan menyalahkan suatu kebenaran video dokumenter  dengan cara membuat video dokumenter tandingan itu sendiri.

Terakhir, dalam menguji kebenaran suatu video dokumenter, tindakan yang dapat kita lakukan adalah meneliti riwayat perilaku pembuat video dokumenter itu sendiri. Prinsipnya begini. Jika riwayat perilaku pembuat video dokumenter terbiasa jujur, maka video dokumenter yang dihasilkan adalah benar. Sebaliknya, Jika riwayat perilaku pembuat video dokumenter terbiasa bohong, maka video dokumenter yang dihasilkan adalah salah. Menurut saya, langkah pengujian yang ketiga ini sangatlah rawan. Mengapa demikian? Rawan karena ini berurusan dengan bagaimana kita memandang pembuat video dokumenter. Bayangkan saja, dengan serta-merta suatu ketika terdapat informasi bahwa pembuat video dokumenter itu melakukan perilaku bohong, maka hasilnya pasti kita memandang karyanya tidak benar. Bayangkan saja, dengan serta-merta suatu ketika terdapat informasi bahwa pembuat video dokumenter itu melakukan perilaku jujur, maka hasilnya pasti kita memandang karyanya adalah benar. Mengapa kita harus jeli dalam memilih langkah yang ketiga ini? Karena langkah yang ketiga ini cenderung berhubungan status kemanusiaan itu sendiri. Sesama manusia, sesama ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, kita harus senantiasa saling menghormati. Kewajiban kita adalah tunduk dengan Tuhan Yang Maha Esa, bukan tunduk terhadap sesama manusia, termasuk karyanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun