Mohon tunggu...
Erna Suminar
Erna Suminar Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar, sederhana dan bahagia

# Penulis Novel Gerimis di El Tari ; Obrolan di Kedai Plato ; Kekasih yang tak Diinginkan ; Bukan Cinta yang Buta Engkaulah yang Buta. Mahasiswa Program Doktor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Aa Gym dan Panggung Sandiwara

6 Januari 2011   07:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:54 1672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12943132871938743931

Bagi Erving Goffman (1959), dunia ini tak ubahnya bagai pertunjukkan teater. Wilayah depan (front stage) adalah panggung sandiwara yang dipertontonkan pada khalayak. Manusia menggunakan pakaian, menjaga kata-kata, memainkan ekspresi non verbal, kendaraan untuk memainkan peran sosial. Sedangkan pada wilayah belakang (back region) memungkinkan orang mengumpat, bertengkar, menghina dan lainnya yang luput dari pandangan penonton, demi melindungi rahasia pertunjukkan. Dan rahasia panggung belakang ini, hanya orang-orang tertentulah yang diizinkan untuk mengetahuinya. Intinya, Goffman berpandangan bahwa manusia berinteraksi dengan lainnya untuk mengelola kesan orang terhadap dirinya. Pandangan Goffman senada dengan ide Charles Horton Cooley tentang the looking glass self yang berceritera mengenai diri, dimana manusia mengimajinasikan persepsi orang lain terhadap penampilan, penilaian orang sekaligus kebanggaan dan rasa malu. Karena itu manusia mencoba mengendalikan diri di depan orang untuk menghindarkan diri dari rasa malu. Aa Gym dan Teori Dramaturgis [caption id="attachment_83343" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (shutterstock)"][/caption] Apakah teori dramaturgis hanya layak untuk orang yang kualitas imannya rata-rata atau dibawah rata-rata ? Apakah teori dramaturgis berlaku juga untuk orang sekelas Aa Gym yang sering membahas mengenai keluarga sakinah dan pesan-pesan moral yang membius khalayak tentang bagaimana mencapai kesempurnaan ahlak, Tauhidullah sekaligus ma'rifatullah. Sudah sedemikian layakkah mereka menasihati khalayak ? Apakah panggung depan yang sedemikian memesona seindah panggung belakangnya ? Sejenak, lupakanlah dahulu bagaimana "kemarahan" publik yang kecewa terhadap Aa setelah Aa berpoligami, yang dirasa tak sesuai antara kata dan perbuatan. Antara panggung depan dan panggung belakang. Kemarahan ini yang menyebabkan penurunan jamaah terutama perempuan yang dahulunya memadati aula Daarul Hajj dan Aula Doome (area yang ditutupi canopy) sebelah selatan pesantren, hingga pembatalan keberangkatan haji melalui KBIH Daarut Tauhid serta pemberhentian kontrak-kontrak sebagian santri pada April 2007, MQ TV dan MQ FM kecil iklannya, Tabloid MQ dan "Swadaya" tutup dan GEMA NUSA mengalami kemacetan . Lainnya adalah wisata ruhani yang menyusut drastis, kemudian kontrak-kontrak ceraman (SCTV dan RCTI) dihentikan (Ma'arif, 2009). Kita coba ingat kenangan manis bagaimana Aa Gym telah berhasil menjadi inspiring bagi seluruh rakyat Indonesia tak peduli apa pun ras dan agamanya. Aa telah berhasil mengangkat dakwah dengan penawaran kreasi inovatif (Maarif,2009). Model-model komunikasi dakwah Aa lebih mengedepankan kepada penataan hati, kesantunan, ramah sekaligus ketergantungan hanya pada Allah semata serta kegembiraan dalam beibadah. Aa mengajarkan kepemimpinan, kemandirian melalui keterampilan hidup sekaligus kewirausahaan. Dengan demikian prinsip dakwah Aa, disamping menumbuhkan kesadaran bathin dan menguatkan keyakinan pada Allah, Aa mengantarkan para jamaahnya kepada tindakan nyata. Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal yang kecil, Mulai dari sekarang. Aa Gym sangat cerdas, ia gunakan media elektronik untuk meluaskan pesan dakwahnya sehingga audiens terlibat secara emosi dengannya. Tak heran, dakwah Aa yang sejuk dan friendly dengan gaya dramatic penuh dengan pesan-pesan emosional menciptakan fans-fans berat, terutama kaum hawa. Beliau benar-benar menjadi ulama panutan sekaligus pujaan. Semua orang memiliki ekspektasi lebih terhadap kehidupan pribadi Aa, terlebih ketika Teh Ninih yang cantik, sabar, lembut dan shalihah menjadi pasangannya di panggung, tak segan Aa mempertontonkan kemesraan dengan istrinya dan keharmonisan keluarganya di tengah jutaan penonton di Indonesia. Kemesraan yang dilandasi iman ini menjadi inspirasi besar bagi keluarga di Indonesia. Apalagi Aa menyatakan tak sangup menyakiti istri dengan anak-anaknya, sampai panggung belakang Aa akhirnya terkuak ketika ia memutuskan poligami. Dan Aa menyatakan, poligami tak perlu meminta izin istri. Jutaan rakyat Indonesia sedih, sekaligus kecewa kehilangan figur panutan. Dakwah seakan terhenti. Jutaan ummat terluka, terutama bagi fans-fans berat Aa. Namun Aa kembali menyatakan bahwa yang terpenting dalam poligami itu adalah adil. Namun sekian lama berlalu, Aa menurut berita telah bercerai dengan Teh Ninih yang telah memberinya 7 putra-putri dan mengiringi Aa berjualan koran, bakso. Ketika Aa bukan siapa-siapa. Sebagian publik kembali menghukum Aa, sebagai ulama munafik. Aa, Teh Ninih dan Ibu Alfarini dimata saya Sesungguhnya, saya sangat sedih apa yang terjadi pada Aa. Saya pernah menjadi santri pelatihan Qolbun Salim, ketika atap rumah kontrakan Aa dan Teh Ninih masih bercampur dengan plastik. Maka ketika hujan lebat tiba, jamaah harus segera berlari mencari tempat yang teduh lain didalam rumah Aa. Tetapi kegembiraan mendengar nasihat-nasihat Aa, udara dingin dan hujan tak berarti apa-apa karena sungguh Aa memberi hangat di jiwa. Saya teringat teh Ninih dengan penampilan yang sederhana, melayani jamaah dengan senyum kesabarannya. Dengan lembut menyapa kami sambil menggendong putranya yang masih kecil. Alunan bacaan qur'annya yang syahdu, lembut dan tenang sungguh seperti nyanyian bidadari (meminjam istilah Bimbo). Bidadari yang sabar dan shalehah itu adalah teh Ninih. Saya juga teringat Ibu Alfarini Eridani. saya mengenal beliau ketika saya sempat menjadi konsultan pada Yayasan Kalam Firman milik Dr. Armijn Firman, SpA di Jl. Dr. Setiabudi Bandung. Putranya, Ditra yang ganteng dari suaminya terdahulu (sebelum menikah dengan Aa) adalah murid di lingkungan yayasan tersebut. Ketika itu, Ibu Alfarini mengaku baru bekerja sebagai Humas di Daarut Tauhid. Sesekali saya berbincang dengan Ibu Alfarini, ia adalah sosok wanita yang sangat cantik dan anggun. Bahasa tubuh ibu Alfarini nyaman dilihat, begitu luwes dan santun. Terus terang, saya sangat menyukainya. Hanya Manusia Biasa Kehidupan ini memang begitu berliku, misterius dan tidak pernah bisa diprediksi. Begitu mudah bagi Allah mengangkat derajat dan menjatuhkan ke titik nadir. Hari ini dipuja, esok hari dicaci. Pagi hari dicinta, malam hari dibenci. Begitulah perasaan manusia bergulir dari waktu ke waktu, tak pernah ada perasaan atau kecintaan yang ajeg. Kadang saya membayangkan diri saya, andai seperti Aa Gym..entahlah, mungkin sudah gila di hujat sedemikian rupa oleh jutaan orang berubah menjadi benci. Saya menempatkan diri menjadi Teh Ninih, alangkah hancurnya hati. Dan saya menempatkan diri sebagai ibu Alfarini, betapa tersiksanya dituding sebagai penghancur mahligai rumah tangga.. Saya berharap, semoga Aa, Teh Ninih maupun ibu Alfarini baik-baik saja. Ketiganya adalah orang-orang yang baik dimata saya. Semua manusia memiliki panggung depan untuk pertunjukkan sosial dan panggung belakang yang menjadi rahasia. Aa, teh Ninih dan ibu Alfarini adalah manusia biasa, seperti halnya kita. Biarkan waktu yang memutar agar semua menjadi dewasa dan menangkap hikmah yang begitu halus dan lembut dari setiap kejadian demi kejadian. Akhir kata, terima kasih Aa Gym dan Teh Ninih melalui kalian saya mengerti pentingnya beningnya kalbu, indahnya damai dan kesadaran akan kesetiaan serta memaafkan. Senandung Aa akan senantiasa terpatri dalam kalbu, Jagalah hati jangan kau kotori, jagalah hati lentera hidup ini..... _______________________________ Sumber Rujukan : 1. Ritzer, George (2003), Modern Sociological Theory, 6 th edition, McGraw-Hill. 2. Mulyana, Deddy (2003), Metode Penelitian Kualitatif, Rosda Karya, Bandung. 3. Ma'arif, Bambang S (2009), Pola Komunikasi Dakwah K.H. Abdullah Gymnastiar & K.H. Jalaluddin Rakhmat, Disertasi, Universitas Padjajaran Bandung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun