Hari ini, (10/3) Â hari Musik Nasional (katanya). Menurut saya...sah-sah saja sebetulnya mau membuat momentum hari peringatan tajuk apapun sepanjang itu memang relevan untuk diperingati; logis, strategis, dan memang memiliki daya tarik untuk diperingati.
Tapi lha.....nyatanya musik di negara kita ini baru sebatas bisnisan kelas 2 kok, permainan ala kapitalis, sama sekali belum sampai kepada level industri, dengan indikatornya adalah sangat teramat banyak seniman musik dengan ragam kemampuan/skill mumpuni, kreatifitas profesional dan dengan berbagai background genre namun terlantar, terbengkalai tanpa bisa mengaktualisasikan karya-karyanya secara nasional. Masalah laten yang masih saja menjadi penyebabnya adalah mahalnya ongkos produksi, publikasi skala nasional yang harus menggunakan berbagai media efektif (Televisi, radio, media sosial berbayar, konser promo nasional).Â
Ironisnya perusahaan-perusahaan label rekaman nasional tampak masih kompakan 'angkuh" enggan berkompromi hingga seniman-seniman musik/musisi akhirnya kerap terpaksa mengambil satu-satunya alternatif yakni jalur indie (produksi & promo sendiri dengan apa adanya).
Pemerintah di berbagai negara maju seperti Korea selatan, Malaysia, Jepang, Australia, Belanda, Amerika sangat peka dan perduli terhadap eksistensi musisi-musisi di negara mereka, melakukan intervensi di lingkup bisnis rekaman, tidak membiarkan para kapitalis menciptakan aturan monopoli sendiri, bahkan secara kongkrit ikut mensupport melalui kontribusi anggaran negara mereka.
Maka setiap seniman musik yang jelas berbakat menjadi mudah fokus berkarir musik di negara-negara tersebut, tanpa terancam 'dikebiri' peluang dan karya mereka oleh perusahaan-perusahaan label milik kapitalis. Dan akhirnya pula turut menyumbangkan devisa negara yang rutin dan signifikan dari sektor industri musik, bahkan tidak sedikit yang akhirnya mengharumkan nama negaranya sebagai pencapaian popularitas hingga ke manca negara.
Sejatinyalah musik di negara kita Indonesia ini masih jauh dari skop industri karena masih merupakan 'mainan' beberapa kalangan bermodal saja (kapitalis) yang memonopoli lalu-lintas peta permusikan nasional kita. Belum lagi persoalan pembajakan lagu-lagu yang cukup marak ditemukan butuh keseriusan dan komitmen tinggi berbagai pihak untuk mengatasinya.
Tanpa bermaksud mengecilkan eksistensi bisnis per-musikan di tanah air, saya pribadi yang kebetulan juga sebagai seorang praktisi musik yang sudah cukup lama eksis berkarya harus jujur mengatakan belum merasakan aura iklim yang positif untuk lebih memotivasi daya kreativitas para insan seniman musik tanah air. Kiranya akar persoalan yang cukup krusial sebagaimana yang telah saya paparkan di atas mendapat perhatian dan penanganan yang tepat dan serius dari pemerintah kita saat ini.
Demikian, salam aspirasi seniman musik nusantara.
- Erick Charley O'Brandie -