Mohon tunggu...
Erick Sowong
Erick Sowong Mohon Tunggu... -

Pekerja di bidang Komunikasi Pemasaran, dan memiliki perhatian yang tinggi akan sejarah, politik, serta pemasaran secara umum. Dan karena menyadari bahwa setiap manusia diciptakan untuk memuliakan Pencipta-NYA, ia pun berusaha melaksanakan tujuan penciptaan dirinya tersebut dengan usaha yang keras.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kisah Mr. T

23 April 2013   00:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:46 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang akan gw ceritain ini adalah kisah nyata. Bukan rekaan atau pun isapan jempol belaka, karena gw adalah saksi hidupnya. Sering kita liat di TV program-program acara yang mengisahkan perjalanan hidup seseorang, from nothing become something, apa respon loe pas selesai menyaksikannya? Gw sih seringnya bicara dalam hati: “Ahh teeppuuu loe....mana ada kaya gitu..” Alkisah...(ciyeehhh kaya di cerita-cerita dongeng :D) suatu hari di tahun 2004 gw n nyokap ketemu temennya nyokap, seorang wanita berprofesi sebagai guru agama. Saat kita lagi ngobrol, temennya si guru agama ini datang, namanya –sebut saja- Mr. T. Berperawakan gemuk, berkulit hitam dan tidak tinggi, Mr. T ini berasal dari Indonesia Timur. Lulusan SMA dan eks drop out dari seminari pastor. Setelah pertemuan itu, kami kembali ke rumah. Biasa saja, tidak ada hal apa pun yang membekas. Sumber: http://empowernetwork.com Beberapa hari kemudian, Mr. T ini datang di pagi hari, dengan gaya yang tidak malu-malu lagi Mr. T minta dibikinkan kopi. Sama nyokap dibikinin n ditambahin beberapa potong makanan kecil. Lalu kita ngobrol ngalor ngidul. Mr. T ini jago banget kalo ngobrol soal falsafah hidup, soal bagaimana running life with kindness. Mungkin karena pernah sekolah seminari ya. Demikianlah, dalam seminggu si Mr. T bisa datang di pagi atau sore hari, bahkan bisa di pagi dan sore hari sekaligus. Nyokap maklum aja, namanya juga anak rantau mengadu nasib di ibukota. Nyokap beranggapan, supaya suatu ketika kala anaknya sendiri (gw) ada di rantau juga ada pribadi yang mau memberikan gw kebaikan. Selang waktu, suatu ketika gw kebagian giliran menerima ibadah pemuda remaja. Rame yang datang...semua pemudi dan remaji (remaja wanita namanya remaji kan ya? :D) datang. Biasaaaa...mereka mau sok-sok akrab sama gw –sebagai cowo favorit dan populer di Gereja- n nyokap (ini kayanya lebih karena gw kege-eran ajah sik). Para cowok juga datang, termasuk Mr. T ini. Ngapain si Mr. T ini datang? Jadi rupanya ada salah satu pemudi yang minta dikenalin cowo sama nyokap, n nyokap langsung kepikiran ke Mr. T itu. Diaturlah agar Mr. T dan pemudi ini bisa bertemu dan berkenalan. Singkat cerita, mereka akhirnya pacaran juga sampai akhirnya menikah. Dan setahu gw Mr. T ini belum punya pekerjaan tetap. Saat sudah menikah, si Mr. T ini bekerja sebagai debt collector. Mengontrak rumah petakan di pelosok pinggiran Jakarta. Ekonomi mereka sangat kekurangan, sampai-sampai mereka menolak agar rumahnya dijadikan lokasi giliran komsel karena tidak punya uang untuk menyediakan konsumsi. Namun di tengah segala keterbatasan itu, mereka menerima sepasang suami istri yang lebih miskin dan tidak punya uang untuk tinggal seatap di rumah petakan mereka. Lalu lahir anak pertama pasangan ini, kalau tidak salah di tahun 2009. Beberapa waktu kemudian dari kelahiran anak pertama itu, gw denger istri Mr. T ini kembali ke daerah asalnya. Gw gak tahu sebabnya apa, bisa jadi karena keluarga si istri yang mau anak dan cucunya ke kampung saja daripada kelaparan bersama Mr. T, atau karena si istri gak betah sengsara di Jakarta bersama Mr. T, atau Mr. T sendiri yang gak tega mengajak anak dan istrinya sengsara bersamanya. Kemudian gw lost contact bertahun-tahun dengan Mr. T, dan gw gak tahu bahwa istri Mr. T sudah melahirkan lagi. Sosok Mr. T perlahan menghilang dari ingatan ditelan berbagai kesibukan kantor dan aktivitas lainnya. Sampai di awal 2013 ini, nyokap telp gw dan bilang dia dikunjungi Mr. T, sama Mr. T nyokap diajak ke rumahnya. Di rumahnya terdapat 4 mobil. Rumahnya sendiri ada 2 yang lokasinya saling berhadapan, satu ditempati Mr. T berserta istri dan anak-anaknya, satunya lagi ditempati adik dan sepupu Mr. T. Wuiihhh hebat tennann! Minggu lalu, 30 Maret 2013, gw sama nyokap main ke rumah dia. Dan jujur gw bilang ke dia, gw salut sama dia melihat keadaannya sekarang, mengingat gw tahu keadaan susahnya dulu. Dia cerita tanpa bermaksud menyombongkan diri, bahwa sekarang dia memiliki perusahaan sendiri -dengan istrinya sebagai komisaris di akta perusahaan-, sebuah perusahaan properti dengan 7 proyek perumahan yang sudah dijalani, dan ke semua rumah yang ditawarkan itu laku! Di sela cerita suksesnya itu, seakan mengingatkan ke gw, dia juga cerita bahwa beragam pekerjaan sudah dilakoni: Debt collector, surveyor leasing, tukang bangunan, calo tanah, sampai OB perusahaan properti. Jadi ada proses panjang dan pedih yang harus dilakoni Mr. T sampai sekitar tahun 2010 peruntungan hidupnya perlahan mulai berubah. Mr. T bilang bahwa semua pengalaman hidup dan pekerjaan yang dilakoni itu yang membentuknya sekarang. Saat menjadi calo tanah dia belajar, saat menjadi OB di perusahaan properti pun dia belajar. Lucunya, semua anak buah dia sekarang adalah orang-orang yang dulu jadi ‘bos’nya Mr. T. Jadi kala bekerja sebagai OB, Mr. T suka disuruh beli rokok atau fotokopi, nah jika fotokopi dokumen-dokumen yang terkait pekerjaan, Mr. T fotokopi lebih dari yang diminta, kertas yang lebih itu dibawa pulang dan dipelajari di rumah. Mr. T juga mengamati gaya para bosnya berbicara dan presentasi di depan klien. Diam-diam Mr. T mencuri ilmu para bossnya itu. Mr. T juga cerita bahwa dia pernah dipercaya menjadi direktur perusahaan properti dengan gaji yang lumayan, namun dia mengundurkan diri, semata karena merasa sudah waktunya untuk membuka usaha sendiri, perusahaan properti miliknya sendiri. Kita ngobrol sampai malam, nyokap gw bertanya ke Mr. T, “besok ke kantor kesiangan gak nih?” Istri Mr. T menjawab, bahwa Mr. T itu selalu datang ke kantor jam 7 pagi. Meskipun tidur jam 3 pagi, tetap saja jam 6 pagi Mr. T bangun dan jam 7 berangkat ke kantor. Gw mempelajari ada nilai konsistensi dan disiplin dalam diri Mr. T. Gw bilang konsistensi, karena sikap Mr. T juga istrinya itu tidak seperti orang kaya kaget yang sombong dan sok. Mereka tetap sama seperti mereka dahulu. Dalam tutur kata mereka, seinget gw, tidak ada kalimat yang diucapkan dengan nada menyombongkan diri. Malam itu gw pulang bersama nyokap dengan rasa takjub dan kagum ke Mr. T. Dan gw gak bohong kalo memang gw terinspirasi sama Mr. T ini. Mr. T, pria tahan banting dan konsisten ini bisa, gw juga pasti bisa, loe juga pasti bisa! Sumber: http://belajarngobrol.blogspot.com/2013/04/kisah-mr-t.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun