Mohon tunggu...
Entang Sastraadmadja
Entang Sastraadmadja Mohon Tunggu... -

Mantan anggota DPR RI era Orde Baru | Anggota Kelompok Kerja Khusus Dewan Ketahanan Pangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Prabowo : Mari Memerangi Keserakahan

23 Mei 2014   05:33 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:12 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam berbagai kesempatan Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya, Prabowo Subianto kerap kali mengingatkan bahwa dalam melakoni kehidupan, memang tidak boleh serakah. Sudah banyak bukti yang mempertontonkan ada nya orang yang terpaksa harus berujung di penjara, karena sifat keserakahan yang dilakukan nya. Salah satu perilaku keserakahan yang selama ini sudah mendarah-daging dalam kehidupan adalah korupsi. Sebut saja Besan Presiden Sby, Aulia Pohan. Lalu Angelina Sondakh, Andi Malarangeng, Ratu Atut Chosiyah, Akil Muhtar dan lain-lain adalah sosok petinggi negara yang nasib dan kehidupan nya berujung di rumah tahanan. Itu sebab nya, korupsi dan sejenis nya telah dijadikan musuh utama pembangunan.

Perilaku korup yang sudah menjadi "hobi" para pejabat, bukanlah sebuah sikap yang terpuji. Korupsi, bukanlah bentuk budaya bangsa yang perlu dilestarikan keberadaan nya. Bukan saja korupsi sangat bertentangan dengan agama dan norma kehidupan, namun karena korupsi itulah banyak warga bangsa yang menjadi korban. Anggaran pembangunan yang mesti nya dapat dinikmati rakyat banyak, tapi karena ada nya praktek kongkalikong, maka anggaran tersebut telah dirampok di tengan jalan. Akibat nya dana tersebut "menguap", karena di korup oleh para penyelenggara negara, Wakil Rakyat dan kalangan dunia usaha.

Sikap serakah dan menyengsarakan orang lain, rasa nya bukan hanya dimonopoli oleh profesi tertentu. Seorang Rubi Rubiandini misal nya. Semua orang tahu persis, Rudi adalah dosen Institut Teknologi Bandung. Diri nya adalah seorang Profesor, suatu penghormatan tertinggi yang diberikan Presiden atas keakhlian yang dimiliki nya secara khusus. Diri nya pun pernah dipercaya untuk menduduki jabatan Wakil Menteri Keuangan RI. Tapi, siapa yang menyangka diri nya terlibat kasus suap karena jabatan nya sebagai Ketua SSK Migas, sehingga harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, karena tertangkap tangan secara langsung ?

Bukan Rudi Rubiandini saja, sosok bergelar Profesor Doktor yang harus menjadi penghuni Hotel Pordeo. Beberapa waktu lalu, kita juga dikejutkan dengan dibui nya Prof Dr Nazarudin dan Profesor Doktor Rusadi Kantaprawira karena terbukti di Pengadilan ikut terlibat kasus di Komisi Pemilihan Umum. Dari gambaran yang demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku korup atau jiwa serakah itu tidak ada hubungan nya dengan tingkat pendidikan seseorang. Profesor Doktor pun kalau sudah berkaitan dengan "fulus" sudah tidak mampu lagi mengendalikan hawa nafsu nya. Inilah fakta kehidupan yang patut dijadikan percik permenungan bersama.

Sikap serakah yang "membius" seorang anak bangsa, tentu tidak terlepas dari budaya dan gaya hidup yang kini tengah tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Terus terang sudah beberapa puluh tahun lalu, bangsa kita telah dihinggapi gaya hidup yang sofistikasi dan budaya yang hedonis. Hal inilah sebetul nya yang menjadikan sikap serakah seseorang makin menjadi-jadi. Yang lebih mengerikan, ternyata dengan semakin berkembang nya budaya dan gaya hidup yang demikian, di kalangan masyarakat terekam semakin individualitis dan masa bodoh dengan nasib bangsa secara keseluruhan. Karakter bangsa yang saling tolong menolong, luluh dengan sendiri nya, karena semua kiprah kehidupan diukur secara pragmatis.

Ibarat menegakan benang basah, sikap serakah yang merasuk dalam jiwa seseorang, rasa nya bukan hal yang cukup mudah untuk dicarikan solusi nya. Berbagai fenomena yang kita alami, jelas menegaskan bahwa sikap serakah yang dilakoni seseorang, selain membawa aib bagi yang melakukan nya, juga akan membawa korban bagi sebagian besar warga bangsa. Oleh karena itu, menjadi tugas dan tanggungjawab kita bersama untuk melawan nya. Kita tidak boleh ragu untuk menghapuskan nya. Bahkan kita pun sangat dimintakan untuk tampil sebagai pembawa samurai nya. Ya, samurai untuk menumpas sikap dan kiprah orang-orang yang sudah dirasuki perilaku serakah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun