Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Paska Lebaran, Turki Dipanggang Hawa Panas

3 Juli 2017   01:23 Diperbarui: 3 Juli 2017   02:36 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tepian Marmara beberapa hari yg lalu (dok.Ruhan)

Hari raya Idul Fitri 1438 Hijriah telah membawa kebahagiaan dan kegembiraan bagi umat muslim di seluruh dunia.  Mereka merayakan hari itu dengan adat istiadat dan kebiasaan masing-masing negara. Jalan-jalan dan makan-makan menjadi kegiatan utama yang dilakukan kaum muslim pada saat liburan lebaran tersebut. Tidak terkecuali di negeri Ottoman, yaitu Turki.

Sayangnya paska lebaran Turki telah dilanda cuaca yang luar biasa panasnya. Puncak musim panas di negeri yang memiliki empat musim ini, biasanya memang jatuh pada bulan Juli. Namun pada akhir Juni, cuaca panas sudah menyerang hampir di seluruh wilayah Turki. Hal ini tentu saja menghambat aktivitas orang-orang yang sedang berlibur.

Di Istanbul misalnya, pada hari Kamis tanggal 29 Juni 2017, thermometer mencatat suhu tertinggi pada 60 derajat Celcius. Bayangkan betapa panasnya. Di Indonesia saja yang negara tropis, tidak pernah mencapai suhu setinggi itu. Wajarlah bila para penduduk merasa tersiksa dengan hawa panas yang melanda. Kebanyakan mereka urung keluar rumah, berdiam diri di dalam gedung dan mengandalkan AC (Air Conditioner) untuk menyejukkan badan.

suhu di Istanbul hari Kamis (dok.Hasan)
suhu di Istanbul hari Kamis (dok.Hasan)
Pada musim panas, lazimnya Turki dibanjiri oleh para wisatawan dari Eropa dan juga Asia. Mereka tak menduga bahwa hawa panas kali ini melebihi biasanya. Karena itu bagi mereka yang tidak tahan hawa panas dan sengatan matahari yang sangat terik, memilih untuk tidur dalam penginapan sepanjang hari. Mereka baru akan keluar setelah matahari mulai redup sekitar jam lima sore. Jalan-jalan menjadi lengang di siang hari, dan baru padat pada malam hari.

Sedangkan di Zonguldak, sebagian wilayahnya berada di tepi pantai. Distrik ini memiliki pantai yang indah dan jernih. Penduduk setempat kerap menghabiskan waktu di taman-taman tepi pantai yang terbuka untuk umun. Namun karena cuaca sangat panas, maka mereka tidak lagi keluar.  Taman-taman itu menjadi sepi. 

laut jernih di Zonguldak (dok.Ferhat)
laut jernih di Zonguldak (dok.Ferhat)
Sebaliknya, mereka yang berlibur bersama keluarga berusaha mencari kesejukan dengan pergi ke arah bukit. Setidaknya di bukit ada gerombolan pepohonan yang mengalirkan angin semilir. Dan masih ada sungai-sungai yang airnya sejuk, enak buat berendam dalam cuaca panas. Di Turki, jarang terdapat pohon-pohon besar seperti di Indonesia.

Sementara itu di Antalya yang menjadi penghasil bunga tulip, hawa panas menyerang pada hari Sabtu tanggal 1 Juli 2017. Suhu thermometer tercatat di kisaran 51 derajat Celcius. Namun para petani bunga tetap mengerjakan tugasnya merawat tanaman. Hanya saja mereka berusaha lebih cepat menyelesaikan pekerjaannya, berteduh di dalam bangunan yang memiliki AC.

anak-anak berenang di Antalya (dok.Bayram)
anak-anak berenang di Antalya (dok.Bayram)
Antalya juga memiliki pantai yang biasanya dikunjungi orang-orang setiap hari. Pada cuaca panas, anak-anak tetap bermain di pantai. Tetapi mereka harus datang pagi-pagi sebelum matahari menyengat atau pada sore hari menjelang maghrib. Maklum maghrib di Turki sekitar pukul delapan malam, dan suasana pada jam itu masih cukup terang.

Lucunya, orang-orang dewasa yang datang ke pantai tidak berenang bersama anak-anak. Mereka malah memilih cara yang unik untuk mendinginkan tubuh, yaitu dengan mengubur badan mereka di dalam pasir, hanya tinggal kepalanya saja yang 'nongol' di permukaan. Mungkin mereka meniru beberapa jenis binatang seperti unggas yang gemar menyiram tubuhnya dengan pasir supaya dingin.

Beruntunglah kita yang berada di Indonesia, negara tropis yang hanya memiliki dua musim. Rasanya Indonesia tidak pernah mengalami cuaca  dan hawa panas seperti itu.  Dalam bulan Juli, yang seyogyanya adalah musim kemarau, justru masih dilanda hujan lebat. Bahkan sebagian wilayah menderita banjir dan tanah longsor. Anomali cuaca yang tak bisa diprediksi, tetapi masih tetap lebih menguntungkan daripada di negeri lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun