Mohon tunggu...
M. Husni Mubarok
M. Husni Mubarok Mohon Tunggu... profesional -

Pembelajar, Pemerhati , dan praktisi masalah psikologi dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Terkesan Saat Pengalaman Pertama

11 Agustus 2012   03:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:57 1155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bulan puasa sudah memasuki hari ke 22. Sejak hari pertama datang hingga sekarang, aku belum sempat melaksanakan salat Jum’at di Masjid At-Taqwa Ujungharapan. Hal ini sengaja aku lakukan karena posisiku yang berada diluar Ujunghrapan saat waktu jum’at tiba. Ini kali, aku berkesempatan salat Jum'at di masjid Agung Sunda Kelapa Menteng Jakarta Pusat.

Sebelum kesana, aku melakukan riset kecil-kecilan. Aku selidiki dulu rute yang akan kutempuh. Aku nggak pede jika membawa kendaraan sendiri terlebih untuk daerah Jakarta yang menerapkan arus lalu lintas satu arah. Setiap kali aku mau ke suatu daerah di Jakarta aku selalu bertanya tentang rutenya kepada sepupuku yang bernama MZ untuk meminta pendapatnya. Hal ini sudah aku lakukan sejak dulu, saat aku masih duduk dibangku kuliah S1.

Untuk Rute ke masjid Sunda Kelapa, dari terminal Bekasi aku menggunakan patas 9A jurusan Bekasi-Senen. Tetapi turun dari bus itu sebelum pertigaan salemba yang dikenal dengan lampu merah matraman. Dari situ naik PPD 213 sampai taman Suropati. Masjid Sunda Kelapa bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari taman itu karena memang letaknya cukup dekat, hanya beberapa ratus meter saja.

Alhamdulillah, aku berangkat sekitar pukul 8 pagi. Aku meluncur dari rumah menggunakan si hitam manis Supra X 125. Sesampainya di terminal Bekasi, aku taruh motor di tempat penitipan yang aman kemudian aku menaiki patas 9A.

Perjalanan memasuki Jakarta cukup padat namun kendaraan masih dapat berjalan walau tersendat-sendat. Akhirnya, sampai juga aku di lampu merah matraman tempat dimana aku harus ganti angkutan umum. Tidak lama aku berdiri di pinggir lampu merah itu, bus PPD 213 melewati jalan raya dan langsung aku berhentikan. Sebelum mengambil tempat duduk, aku tanyakan terlebih dahulu kepada kondektur guna memastikan daerah tujuanku. Merasa jelas dan yakin dengan keterangan yang diberikan, baru aku duduk. Bersamaan dengan itu, sang kondektur pun menodongkan tangan kosongnya kehadapanku. Aku rogoh kantong dan memberinya uang kertas satu lembar seharga 5000 rupiah. Sang kondektur itu memberiku uang kembalian. Rupanya, ongkosnya lebih murah dibanding bus patas yang aku naiki sebelumnya.

Semula, aku berencana turun di taman Suropati namun rupanya bus 213 itu lewat persis di depan masjid Sunda Kelapa. Tanpa berpikir panjang aku turun dari bus PPD itu.

Jarum jam menunjukkan pukul 10.15 pagi. Aku lihat di plaza masjid ramai dengan para pedagang yang tengah menjajakan barang. Sambil berjalan perlahan, aku sempatkan untuk melihat kiri kanan melihat barang-barang yang sudah berjejeran.

Janji untuk menemui seseorang yang aku anggap penting pada pukul 11 pagi rupanya diundur menjadi pukul 2 siang. Ini dikonfirmasikan melalui telpon yang aku terima saat dalam perjalanan menuju masjid itu.

Waktu yang tersedia aku gunakan untuk salat sunah di masjid dan melanjutkan tadarus yang aku sudah lakukan sejak hari pertama puasa. Ruangan masjid cukup dingin karena dipasang AC dari berbagai arah. Didalam masjid juga terpasang dua buah layar besar yang menempel di dinding masjid. Disamping itu, layar kaca berukuran seperti televisi juga dipasang beberapa buah di shap paling depan.

Memasuki waktu pukul 11.00 pagi, petugas DKM maju ke mimbar dan memimpin tadarus bersama dengan para jama’ah. Kegiatan itu menjadi enak dilakukan karena lembaran al-qur’an terpampang pada dua buah layar sehingga seluruh jama’ah bisa melihat ayat yang sedang dibaca. Ayat yang dibaca akan berubah warnanya secara otomatis persis seperti sub title music yang dikarokekan. Tadarus selesai kira-kira 10 menit menjelang waktu Jum’at.

Lalu, pengurus DKM menyampaikan beberapa buah pengumuman. Diantaranya, pemasukan uang kotak jum’at yang lalu sebesar 23 jutaan lebih, saya lupa angka persisnya, dan uang hasil penitipan sepatu sebesar 3 jutaan lebih. Aku sempat kaget juga dengan informasi itu. Kalau satu  hari Jum’at saja masuknya uang sebanyak itu, bagaimana kalau 1 bulan? Kemudian, khotib yang bertugas adalah seorang Prof. Dr yang aku lupa namanya. Sedangkan Imam di pimpin oleh seorang Syekh yang berasal dari Madinah. “Wah….aku jadi kebayang seperti salat di Arab Saudi dimana imamnya fasih berbahasa Arab.” Kataku dalam hati.

Materi yang disampaikan khotib adalah tentang umur. Menurutnya, umur itu bisa bermacam-macam. Ada umur kronologis, biologis, psikologis, produktif, dan theologis.

Umur kronologis yaitu umur berdasarkan hitungan tahun sejak seseorang lahir, misalnya Anto berumur 9 tahun sedangkan Imin berumur 12 tahun.

Umur biologis dilihat dari pertumbuhan syaraf dan otot seseorang. Misalnya, si Dudung nampak seperti umur duapuluhan padahal dia sudah berumur 40 tahunan. Atau sebaliknya, Udin seperti berumur 50 tahunan padahal usianya baru 30 puluhan.

Umur psikologis merujuk kepada kejiwaan seseorang. Jiwa Remaja berbeda dengan orang tua. Anak-anak juga berbeda kejiwaannya dengan orang dewasa. Sudah sepantasnya seorang tua berjiwa orang tua bukan berjiwa remaja.

Umur produktif adalah saat seseorang mampu berbuat banyak dan mampu menghasilkan sesuatu yang bernilai dari perbuatannya itu. Biasanya usia produktif sudah terjadi ketika seseorang selesai study SMA nya.

Sedangkan umur theologis dilihat dari sudut amal sholeh spiritual keimanan. Ada yang masih pada taraf biasa dan juga ada yang sudah mencapai derajat kyai atau wali. Menurut khotib, semua umur (kronologis, biologis, psikologis, produktif) akan habis di dunia ini kecuali umur theologis. Umur ini tetap berlangsung tidak hanya di dunia tapi kekal hingga akhirat kelak.

Selanjutnya, kata khotib jum’at itu, jika dikaitkan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, bagaimana dengan Indonesia yang umur kronologis sudah mencapai 67 tahun jika dilihat umur biologisnya seperti apa? Udara sudah tercemar. Bahkan, di Jakarta untuk bernafas saja sulit karena penuh dengan polusi. Hutan-hutan di Republik ini terus ditebangi sehingga tanah menjadi gersang. Lihat saja air sungai yang berwarna kehitaman. Bangunan-bangunan kumuh penuh dengan sampah dan debu.

Dilihat dari umur psikologis, seperti apakah bangsa ini? Apakah semakin dewasa, arif, dan bijak. Coba saja kita lihat perilaku elit bangsa ini atau perilaku rakyat yang menggunakan jalan raya! Sifat mementingkan diri sendiri begitu jelas terlihat di kantor, di institusi sipil maupun pemerintahan, bahkan di jalanan. Kita melihat sepertinya warga negara ini tata krama dan sopan santunnya sudah jarang ditemukan.

Dari segi umur produktif, seperti apa produktifitas bangsa ini? Negara ini hanya bisa menjual kekayaan alam mentah tanpa punya keinginan untuk mengolahnya. Banyak perusahaan negara yang menarik keuntungan besar diprivatisasi. Kemampuan ekspor tidak sebanding dengan impor yang dilakukan.

Meninjau umur theologis, seperti apakah bangsa ini? menentukan awal puasa atau lebaran saja masih saling hujat-menghujat. Perilaku penodaan agama masih sering terjadi dan bahkan menghilangkan nyawa seseoarang atas nama agama. Untungnya, bangsa ini masih mengakui adanya Tuhan dalam dasar negaranya.

Salat Jum’at di masjid Sunda Kelapa memang begitu terasa hingga mampu menyentuh ranah emosiku. Padahal itu, baru kali pertama aku merasakan jum’atan disitu. Kesimpulannya, banyak sekali pelajaran-pelajaran yang mampu menginspirasi diri ini untuk dapat menjadi orang yang berkualitas sesuai dengan umur yang disandangnya baik umur kronologis, biologis, psikologis, produktif, ataupun theologis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun