Mohon tunggu...
Em Yazid
Em Yazid Mohon Tunggu... lainnya -

Ngono yo ngono tapi ojo ngono http://tanbihun.com/

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Versi Lain Sejarah KH. Ahmad Rifai

18 Januari 2010   17:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:23 1486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Untuk memulai penulisan biografi KH. Ahmad Rifai, perlu dibeberkan tentang keadaan Indonesia pada abad ke XIX masehi. Dengan mengetengahkan konteks sejarah keindonesiaan dan menggambarkkan masyarakat Jawa pada waktu itu, maka kita akan lebih bisa mendalami bagaimana nuansa masyarakat Jawa yang mengitari perjuangan dan ketokohan Ahmad Rifa’i. Awal kehadiran Ahmad Rifa’i dalam sejarah, langsung dihadapkan pada kondisi sosial budaya dan politik yang tidak menguntungkan. Pada akhir abad XVIII dan awal abad XIX sebagaimana dicatatat oleh pengamat sejarah Islam, bahwa pemeluk agama Islam berada dalam keadaan krisis keagamaan maupun social. Kemerosotan moral, akidah pada abad tersebut melanda dunia Islam. Dapat dikatakan mayoritas umat Islam dilanda kemunduran dalam berbagai bidang. Keadaan bangsa Indonesia pada awal abad XIX dikuasai oleh bangsa kulit putih, terutama Belanda yang memecah belah umat Islam melalui para tokoh agama Islam saat itu. Keadaan tanah Jawa pada sekitar tahun 1817 masih dalam keadaan menyedihkan dimana para pemeluk agama Islam banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap ajaran wahyu, disamping hal itu banyak para bangsawan pribumi, seperti: Demang, Penghulu, Camat, Tumenggung, mengikuti aturan-aturan yang dibuat oleh penjajah. Mereka tidak empati terhadap penderitaan rakyat, baik dibidang ekonomi maupun politik, sebaliknya mereka berkolaborasi dengan pemerintahan penjajah Belanda yang zalim. Waktu itu, sebagaimana dinyatakan oleh Zamakhsyari Dhofier, bahwa perkembangan kelompok-kelompok masyarakat yang benar-benar mengerti ajaran Islam sangat lambat. Dhofier mengutip Rafles yang berujar bahwa, hanya beberapa orang saja yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang Islam dan perilakunya sesuai ajaran-ajaran Islam.[1] Minim pengetahuan tentang agama bukan berarti di Jawa umat Islam sedikit, berdasarkan keterangan Ricklefs, pada waktu itu Islam sebagai agama mayoritas penduduk Jawa. [2] Kondisi masyarakat Jawa selama kelahiran KH. Ahmad Rifa’I sampai beliau pulang dari Haramain, masih tetap dalam kungkungan penjajah Belanda. Dalam keterangan di beberapa kitabnya, KH. Ahmad Rifai mengatakan bahwa pada waktu itu orang Islam sudah ada, tetapi diantara mereka banyak yang menjadi cecunguk belanda, dan sebagian ikut kepada alim yang bersifat pasik. Ulama-ulama yang berkolaborasi dengan Belanda biasanya diberi cap sebagai Alim Fasik, beberapa bait syair KH.Ahmad Rifa’i ini bisa menjadi gambaran tentang masyarakat pada waktu itu.

Ora tentu kafir iku sabab nyembah berhala

Tinemu Kafir munafik ibadah riya katula

Luwih ala kafir munafik tinimbang nyembah berhala

Kafir munafik neng dasare neraka tanda luwih ala

Mukmin kasab nandur jejagung

Iku luwih becik tinimbang ngawula tumenggung.

Kang partela ngenani dosa luwih agung

Parek-parek kufur wong cilaka digunggung “

(Belum tentu kafir itu sebab menyembah berhala

Kafir munafik itu yang beribadah dengan riya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun