Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Rindu, Kapan Kau Pulang?

26 Desember 2016   08:27 Diperbarui: 26 Desember 2016   08:59 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doc: HAjiatul Andriana

Sudah tak terhitung lagi berapa hari rindu menemaniku, entah 1 bulan, 1 tahun, 1 windu ataukah 1 abad aku tak tau. Yang ku tau rindu selalu setia menemaniku di setiap hembusan nafasku, ia yang selalu ada disampingku kemanapun aku pergi rindu selalu bersamaku. Apa ia tak lelah ataupun bosan bersamaku terus-menerus setiap waktu?

Rindu itu bagiku sudah seperti nyawa dalam diriku, jika tak ada rindu aku bagaikan mayat yang hampa dan tak punya rasa apa-apa. Rindu pun juga begitu, tanpa aku rindu juga tak berarti apa-apa. Jika tidak ada aku rindu bagaikan layang-layang yang dikibarkan di bawah langit yang terang serta awan yang menawan lalu di tinggal pergi oleh pemiliknya. Jadi kalaupun layang-layang itu di terpa angin kesana kian kemari layang-layang itu tak punya arah atau bahkan lama-lama akan jatuh begitu halnya dengan rindu, jika rindu tak dimiliki ia akan kebingungan, merana tak tau ia harus membuat kerinduan untuk siapa.

Hari ini hari Kamis malam Jumat begitulah orang-orang jawa menyebutnya. Masih sama malam ini aku di temani oleh rindu. Rindu yang masih sama dengan yang dulu, namun kali ini rindu itu lebih berasa aku semakin merasakan rindu dan aku semakin merindu. Andaikan aku bisa melihat sang rindu kan ku gapai tangan si rindu aku pegang erat-erat.

Mengapa sampai saat ini aku hanya bisa merasakan rindu tanpa bisa melihatnya, tak bisa ku bendung rasa sedih dalam hatiku. Aku ingin bisa melihat rindu, melihat sosok rindu seperti apakah dia?

Rindu selalu hadir dalam mimpiku, membayangiku setiap waktu yang membuatku gagal fokus ketika aku kerja ataupun beraktifitas lainnya. Apa yang harus aku lakukan? Mengapa rindu membuatku dilema seperti ini. Rindu tak mengerti maksudku, rindu tak mengerti keinginanku, haruskah aku membencimu rindu? Supaya batinku terus-menerus tak tersiksa olehmu. Tapi sepertinya itu mustahil, aku tak bisa membencimu rindu karena kamu sudah seperti separuh jiwaku. Rindu ini mengalir dalam darah melalui nadiku. Tiba-tiba rindu ini menggebu, terasa darah mengalir lebih cepat sehingga permukaan kulitku bisa merasakan aliran darahku. Bulu-bulu romaku seolah bangkit dari tidurnya, serta jalan pikiranku yang tak terarah.

“Rindu. Aku lelah jika kau terus-menerus seperti ini”.

Aku sangat benci dengan keadaan seperti ini, rindu ini lagi-lagi sangat menyiksaku. Entah si rindu memikirkan perasaanku atau tidak. Rindu selalu datang namun tak melihat keadaan. Jika pada saat ini apa yang harus aku lakukan. Kali ini rindu datang diwaktu yang tidak tepat. Rindu sangat menggangguku sehingga beberapa kali piring yang ada di tanganku ini pecah tanpa kusadari. Aku sering melamun jika rindu sedang menggebu. Tiba-tiba saja pintu rumahku terketuk.

Aku bergumam

“siapa yang ada dibalik pintu itu?”.

Aku tatap jam dinding menujukkan pukul 4 sore. Kakiku melangkah ke arah pintu tersebut. Setelah aku buka ternyata ada seorang wanita berpawakan elegan serta berambut pirang tersenyum kepadaku. Akupun membalas senyumannya lalu aku persilahkan ia duduk di sofa yang sudah aku bersihkan sebelumnya. Ia menuruti perintahku, lalu aku beranjak ke dapur untuk mengambil segelas larutan segar untuknya. Aku membuka lemari es ku, aku lirik ke kanan dan ke kiri terdapat beberapa minuman yang sekiranya menyegarkan. 

Langsung saja aku mengambil jus jeruk yang baru saja aku buat tadi siang dan ku tuang ke gelas kaca berukuran sedang. Aku kembali ke ruang tamu dengan membawa segelas larutan tersebut dan aku taruh tepat di atas meja yang dihadapnya. Segera aku mempersilahkan ia untuk minum-minuman itu. Ia mengambil gelas tersebut, sepertinya ia mau langsung minum tapi ternyata dugaanku salah besar. Ia menatap gelas yang berisi cairan tersebut. Menatap lebih dalam lalu matanya secara cepat langsung mengarah kepadaku. Jantungku berdegup kencang. Apa yang ia pikirkan sehingga matanya menatap begitu tajam. Apa ada yang salah dengan minumanku, atau ia berpikir bahwa minuman itu bisa saja aku taruh racun tikus di dalamnya, jika benar mengapa ia punya pikiran sejauh itu. Aku pikir-pikir kembali, apa mungkin ia beranggapan bahwa cairan itu sudah basi hingga ia mengamati warna cairan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun