Mohon tunggu...
Ellyta Lufihasna Wakhanda
Ellyta Lufihasna Wakhanda Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger | Full time mom | Magister Pendidikan

Sedang belajar menulis secara konsisten :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konsep Pendidikan Al-Ghozali, Tantangan Pendidikan Modern dan Refleksi Pendidikan Indonesia

20 Mei 2017   23:53 Diperbarui: 23 Mei 2017   22:31 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam dunia pendidikan acapkali terjadi ketidaksesuaian antara idealita dengan fakta. Melihat kondisi pendidikan di Indonesia sendiri seolah menjadi gambaran bahwa dunia pendidikan masih memerlukan banyak sekali perbaikan. Dunia pendidikan mengalami tantangan yang sangat kuat dalam mensukseskan tujuannya. Di Indonesia, perubahan akibat globalisasi sepertinya tampak lebih cepat ketimbang pembaruan kurikulum dan penilaian. Pada skala nasional saat ini telah terjadi anomie, yakni kehilangan pegangan moral dan nilai budaya. Sementara, Indonesia sebagai negara timur dulunya dikenal sebagai negara yang menjunjung tinggi budaya dengan keanekaragaman kebudayaannya. Entah bagaimana sekarang?

Beberapa aturan hukum dan norma sosial kehilangan daya paksanya dan terkesan saling bertentangan sehingga menyulut konflik dan menimbulkan permasalahan lainnya yang kemudian menjadi berkelanjutan. Akibatnya, perilaku main hakim sendiri dan berbagai tindakan pelecehan hukum bukan hal asing lagi yang menyertai beragam tindak kekacauan dan perilaku penyimpangan. Hal lain yang tak kalah memprihatinkan adalah gejala demoralisasi yang menghebat di kalangan masyarakat.

Dengan demikian, suatu pendidikan harus dikonstruk dengan sebenarnya sesuai dengan masalah yang ada. Dimana pendidikan yang sebenarnya adalah dengan berlandaskan pada masalah yang sedang dihadapi dan mampu menjadi solusi dari permasalahan itu sendiri.

Dari sinilah kemudian saya teringat dengan seorang tokoh pendidikan, Al-Ghozali. Masa al-Ghozali adalah masa timbulnya aneka ragam aliran dan cenderungnya orientasi pemikiran yang saling bertentangan. Banyak terjadi polemik pada masanya. Sehingga, Al-Ghozali mempunyai pembawaan mengkaji hakikat dan mengambil yang murni dari berbagai pandangan yang kontroversial dan aliran yang majemuk.

Al-Ghozali menerjunkan dirinya untuk belajar dan menggali berbagai macam ilmu, seperti filsafat, tasawuf, fiqh, ilmu kalam, dan ilmu mantiq. Al-Ghozali pernah diliputi keraguan dan dilingkupi perasaan yang dilematis pada setiap hal yang dipelajarinya. Hingga sampai pada suatu keyakinan bahwa “ilmu itu adalah sebagai proses mendekatkan diri kepada Allah."

Disebabkan oleh keprihatinan pula, Al-Ghozali kemudian mengabdikan dirinya menjadi seorang pendidik dan menganggap kegiatan mendidik dan mengajar itu termasuk usaha besar dan mulia seperti dinyatakan sebagai berikut:

“Barangsiapa yang senang memilih profesi mengajar (mendidik), maka berarti dia menangani karya besar dan usaha raksasa. Justru itu, peliharalah adab kesopanan, akhlaq dan tugas-tugasnya.”


 Kegiatan tersebut (mengajar dan mendidik) termasuk pekerjaan yang berat, namun merupakan profesi yang terhormat dan mulia, sebagaimana ditegaskan lagi oleh al-Ghozali: 

“Makhluk yang paling mulia di muka bumi adalah manusia, bagian manusia yang paling mulia adalah hatinya. Sedangkan guru atau pendidik berusaha untuk menyempurnakan, membesarkan, membersihkan, menuntun atau membimbingnya untuk mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung. Pada satu segi, mengajarkan ilmu itu adalah ibadah kepada Allah, dan di segi yang lain adalah memenuhi tugas kekhalifahan Allah di bumi, karena Allah telah membukakan hati seorang yang berpengatahuan merupakan sifatnya yang teristimewa. Ia menyimpan hakikat barang itu sendiri.”

Dari ilustrasi di atas, kita dapat mengambil satu pengertian bahwa konsep pendidikan menurut al-Ghozali ialah suatu usaha untuk menyempurnakan, membersihkan dan membimbing subyek didik guna mendekatkan diri kepada Allah swt. Al-Ghozali sangat menekankan pembentukan kepribadian luhur yang dapat mempengarauhi cara berpikir, bersikap, bertingkah-laku yang mencerminkan nilai-nilai religi. Pendidikan yang digagas oleh al-Ghozali identik dengan pendidikan karakter yang dalam terminologi agama disebut dengan akhlak. Al-Ghozali memotret kehidupan masa di depan dapat diciptakan dengan mewujudkan pendidikan tersebut dengan cara mengubah mindset, yaitu pola pikir yang terikat dengan nilai-nilai al-Khaliq, Allah SWT. Bisa dikatakan juga ini merupakan pendidikan tauhid.

Jadi, yang menjadi sasaran pendidikan al-Ghozali, bukan sekedar kecerdasan intelektual semata, tetapi kecerdasan spiritual menjadi perhatian besar pendidikan tersebut merupakan pewarisan budaya secara generatif untuk melahirkan insan-insan yang unggul dan bermartabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun