Mohon tunggu...
Ella Zulaeha
Ella Zulaeha Mohon Tunggu... Self Employed -

Jadikan sabar dan sholat senagai penolongmu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

'Lapar Mata': Bukti Gagalnya Manusia Menahan Hawa Nafsu?

1 Agustus 2012   18:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:20 1144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di bulan Ramadhan, umat muslim di seluruh dunia berlomba-lomba mencari pahala dan mensucikan diri segala dosa di masa lalu. Di bulan suci ini manusia berpuasa demi menahan hawa nafsu. Yang halal dilakukan di siang hari menjadi tak boleh dilakukan. Seperti makan, minum, merokok dan berhubungan badan dengan pasangan.

Namun apa yang terjadi dengan kita selama menjalani ibadah puasa? Apakah kita sudah yakin bisa menahan hawa nafsu tersebut? Hawa nafsu tak melulu hanya menahan makan, minum dan menahan amarah. Sejatinya di bulan puasa, kita juga harus mampu menahan diri antara lain membelanjakan sesuatu yang berlebihan.

Lihatlah betapa banyak orang memenuhi tempat yang menjual makanan untuk berbuka puasa. Aneka menu berbuka puasa yang dijual terlihat begitu menggoda. Setiap sore hari, kita pun bersiap mencari panganan buka puasa. Karena tak kuasa menahan selera, akibatnya segala makanan pun kita beli.

Mulai dari kolak, gorengan, sup buah teh manis, es cendol dan makanan lainnya yang tersaji meriah di meja makan kita. Belum lagi disusul dengan makanan 'berat' lainnya pasca ta'jil tersebut, seperti nasi dengan aneka lauk pauk yang terhidang 'warna warni'.

Saat tiba waktu berbuka, makanan itu pun kita serbu. Apa yang kita rasakan? Alhasil perut seperti terasa mau 'meledak' karena rasa kenyang yang berlebihan. Ketika hendak sholat magrib, perut yang 'begah' itu pun terasa mengganggu kekhusyukan ibadah kita.

Seperti itulah yang saya rasakan saat Ramadhan tahun-tahun lalu. Mempersiapkan menu berbuka puasa yang berlebihan. Padahal saat berbuka tiba, segelas teh dan semangkok kolak sudah membuat perut mendadak 'penuh'.

Akibatnya, makanan lain yang saya beli pun menjadi tak tersentuh. Sungguh mubazir karena pada akhirnya makanan itu tidak habis hingga menjelang tidur malam. Ada rasa penyesalan terselip saat itu. Mengapa harus 'lapar mata' setiap kali melihat jenis makanan yang begitu menggoda hati saat puasa.

Belum lagi pasca menerima THR. Seperti mendapat rejeki nomplok, apapun saya beli. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Hal-hal yang belum perlu sekali saya beli akhirnya masuk juga dalam tas belanjaan. Mulai dari jilbab, pakaian, aksesoris, pakaian dalam, selop, sepatu, tas, serta aneka perlengkapan lainnya untuk anak-anak.

Sadar sesadar-sadarnya bahwa barang yang saya beli itu adalah hasil 'lapar mata' saya setiap kali berkeliaran dari mall ke mall. Setiap kali ada diskon besar, selalu saja tak pernah luput untuk ikut membelinya.

Setiba di rumah, lagi-lagi timbul penyesalan. Mengapa barang-barang itu saya beli, padahal saya belum terlalu membutuhkannya. Bukankah di lemari saya masih begitu banyak pakaian dan jilbab saya yang bertumpuk menanti giliran untuk saya pakai? Ya Tuhan, sungguh hambaMU ini tak mampu mengendalikan diri.

Saat Ramadhan berlalu, yang tinggal hanya rasa penyesalan. Mengapa hikmah puasa yang idealnya bisa menahan hawa nafsu termasuk menahan diri dari gaya hidup konsumtif tak mampu saya lewati? Apalah artinya puasa saya jika saya selalu 'lapar mata'. Inikah bukti bahwa saya manusia yang gagal dalam menahan hawa nafsu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun