Mohon tunggu...
Elisa Koraag
Elisa Koraag Mohon Tunggu... Administrasi - Influencer

Saya ibu rumah tangga dengan dua anak. gemar memasak, menulis, membaca dan traveling. Blog saya dapat di intip di\r\nhttp://puisinyaicha.blogspot.com/\r\nhttp://www/elisakoraag.com/ \r\nhttp:www.pedas.blogdetik.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Belajar Bahasa Asing Bagi Batita, Perlukah?

28 Desember 2014   20:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:18 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan bagi anak bukan lagi sekadar bekal bagi mereka. Sebagian besar merupakan ambisi para orangtua. Disadari atau tidak standar sekolah yang menjadi pilihanpun disesuaikan keinginan para orangtua, termasuk saya. Orangtua mana yang tidak ingin anaknya terlihat unggul?

Terlihat unggul belum tentu cerdas. Bisa jadi dianggap unggul karena sekolah di sekolah yang terkenal kwalitasnya baik. Bukan karena prestasi si anak. Ironis ya? Ya gitu deh. Saat kedua anak saya mulai masuk sekolah, saya memilih sekolah swasta berbasis agama, letaknya tidak jauh dari rumah, biayanya terjangkau, prestasi sekolah (pendidik dan anak didik masuk kategori baik) Dengan dasar itulah saya memasukan kedua anak saya ke sekolah tersebut.

Sejak di kelas bermain(Play group) yang sekolahnya cuma seminggu tiga kali (Saat itu bungsu saya berusia 3 tahun) anak-anak sudah mendapat pelajaran bahasa Inggris. Saya tidak memusingkan dengan pemikiran perlu atau tidak perlu pelajaran bahasa asing bagi batita. Karena saya orang yang berpikir sederhana, tidak mungkin diterapkan pendidikan semacam itu (pelajaran bahasa asing sejak dini) jika tidak di dapat hasil yang baik.

Kebetulan saya dari keluarga yang terbiasa dengan serapan bahas asing yang "berat". Kedua orangtua saya selalu bercakap-cakap dalam bahasa Belanda. Dulu saya pahami, mungkin agar anak-anak tidak paham dengan apa yang dibicarakan. Tapi ala bisa karena biasa, membuat sedikit banyak pada akhirnya kami paham dengan apa yang dibicarakan. Bahkan sepotong dua potong kata, menjadi ucapan sehari-hari yang biasa.

Ibu saya, guru bahasa Inggris. Karena bahasa Inggris menjadi pelajaran sekolah, maka percakapan dengan bahasa Inggris menjadi lebih mudah dan lebih sering digunakan. Termasuk diterapkan kepada anak-anak saya. Kedua anak saya sangat mudah menerima pelajaran bahasa Inggris dan mempraktekannya. Bahkan si bungsu, dinilai pihak sekolah sebagai anak murid yang progres bercakap-cakap dalam bahasa Inggrisnya sangat cepat dan baik.

Saya agak heran juga, soalnya keduanya jarang bahkan enggan bercaka-cakap dengan saya dalam bahasa Inggris. Bahkan saya pernah agak marah dengan si sulung yang tidak mau berbicara dalam bahasa Inggris dengan saya. Karena bagi saya bahasa Inggris perlu diucapkan. Ternyata saya keliru, walau si sulung tak mau bercakap-cakap dengan saya dalam bahasa Inggris tapi ia mampu mengucapkan dengan lafal yang benar. Saya dengar ketika ia bernyanyi lagu-lagu berbahasa Inggris.

Saya jadi teringat salah satu metode belajar bahasa Inggris yang diajarkan ibu saya. Saya dan saudara-saudara saya, setiap hari diwajibkan membaca satu dua halaman novel berbahasa Inggris. Tidak perlu tahu artinya tapi harus benar mengucapkannya. Ibu saya penggemar novel dan almarhum ayah saya rajin membelikan ibu, novel berbahasa asing (Baik bahasa Belanda maupun  bahasa Inggris). Ternyata cara itu membuat kami melafalkan dengan benar.

Mendengar kedua anak saya melafalkan kata bahasa Inggris dengan benar lewat lagu yang mereka nyanyikan, menghilangkan kekhawatiran. Ini juga terbukti ketika mereka (kedua anak saya) harus menuliskan cerita dalam bahasa Inggris. Agak tidak percaya ketika saya membacanya.  Mereka mampu menuliskan dengan tata bahasa yang baik. Saya jadi percaya, tidak ada salahnya mengajarkan anak berbahasa asing sejak usia dini, selama si anak mau dan mampu. Pemaksaan pada anak justru akan menimbulkan keengganan pada anak.

Saya juga percaya, bahwa mengajarkan bahasa asing pada anak sejak usia dini tanpa paksaan merangsang kemampuan berbahasa lebih optimal. Rangsangan-rangsangan positif yang disesuaikan, akan memberi dampak positif juga. Jadi menurut saya bukan pengajaran bahasa asing yang akan membuat anak terbeban tapi cara mengajarkannya.

Saat ngobrol seru di acara Nangkring Parenting Kompasiana bersama Klinik Mentari, banyak informasi baru yang saya dapati. Bahasa adalah alat dalam pergaulan, yang menghubungkan satu orang dengan orang lain. Manusia  perlu berkomunikasi. Bahasalah yang menjadi jembatannya. Kalau melihat kehidupan bermasyarakat di masa depan, kita akan masuk dalam dunia tanpa batas dimana bahasa akan memegang pernan penting.

[caption id="attachment_386770" align="aligncenter" width="300" caption="Firesta Farizal, M.Psi (Mbak Eta) Praktisi dosen Psikologi di Universitas Atmaja Jaya, sekaligus Direktur Klinik Psikologi dan Pusat Terapi Anak �Mentari Anakku�."][/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun