Mohon tunggu...
Elina A. Kharisma
Elina A. Kharisma Mohon Tunggu... Guru - Berbagi hal baik dengan menulis

Seorang kutu buku dan penikmat musik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meski Awalnya Sendiri, Semesta Mendukung saat Ada Aksi

24 April 2017   20:47 Diperbarui: 25 April 2017   05:00 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernah dengar ujaran “semesta mendukung”? Ada seseorang wanita yang tidak hanya pernah mendengarnya tapi juga mengalaminya. Dia adalah penggagas komunitas Cerita Mentari, sebuah komunitas baca untuk anak-anak di Kemang Village, Jakarta Selatan.

Komunitas ini digagas karena adanya keprihatinan terhadap anak-anak yang menggunakan hari Sabtu dan Minggu pagi mereka untuk kegiatan yang kurang berarti. Bukankah sudah semestinya anak-anak ini difasilitasi? Bukannya dimarahi atau dipandang sebelah mata karena hanya wira-wiri  tanpa pengawasan orang dewasa, bahkan di saat matahari masih malu-malu menampakkan dirinya. Karena keprihatinan terus mengusiknya, wanita ini pun memutuskan untuk menawarkan kegiatan pembacaan buku cerita untuk anak-anak yang biasa ditemuinya saat lari pagi. Bak gayung bersambut, empat orang anak dengan senang hati menerima tawaran wanita yang belum mereka kenal itu. Pertemuan pertama pada pertengahan bulan November 2015 ternyata bukan menjadi pertemuan yang pertama dan terakhir. Semenjak hari itu, wanita tersebut membacakan buku untuk anak-anak yang ada di sekitar jogging trackKemang Village. Tempat yang terbuka membuatnya lebih mudah mengajak anak-anak lain untuk bergabung. Ternyata tidak banyak dari antara mereka yang terbiasa membaca buku dan kebanyakan tidak mempunyai akses buku bacaan yang menarik. Maka, bulatlah tekadnya untuk meneruskan kegiatan pembacaan buku yang sederhana ini. Meskipun kegiatan sudah berjalan rutin, dia tidak mengumbar kegiatan itu kepada teman-teman bahkan keluarganya. Baginya, kegiatan seperti ini prinsipnya seperti saat tangan kanan memberi tanpa diketahui oleh tangan kiri. Lalu, komunitas kecilnya ini dia namai Cerita Mentari.

Melihat antusiasme anak-anak, maka wanita yang merupakan seorang guru Sekolah Dasar ini merasa perlu untuk mengembangkan kegiatan yang dia lakoni tiap Sabtu dan Minggu pagi. Tentunya dia tidak bisa melakukannya sendiri terutama dalam penyediaan buku-buku bacaan. Dia perlu donatur dan tenaga lain untuk menjalankan kegiatan ini. Berbekal sedikit observasi tentang strategi menarik hati para donatur dan sukarelawan, dia pun membuat akun media sosial Cerita Mentari untuk mempublikasikan eksistensi komunitasnya. Surat elektronik (surel) dia layangkan kepada beberapa penulis dengan maksud mencari sumbangan buku bacaan. Beberapa saat kemudian, dia mendapat surel balasan yang sudah dia nantikan. Salah satu penulis mengatakan bahwa beliau tertarik dan ingin diskusi dalam sebuah pertemuan. Surel yang singkat ini membuat wanita yang belum genap berusia tiga puluh tahun ini optimis bahwa ada harapan untuk komunitasnya.

Pada hari yang ditentukan, Si Penggagas komunitas bertemu dengan sang penulis yang pernah belum ditemuinya. Dengan tangan yang dingin dan jantung yang berdebar, dia mengutarakan niatnya. “Saya hanya ingin membacakan buku untuk anak-anaknya,” katanya singkat saat Sang Penulis bertanya tentang rencananya. Dia juga menyampaikan harapannya agar beliau berkenan mendonasikan buku buah penanya apabila jumlah pengikut akun media sosial komunitasnya mencapai jumlah tertentu. Ternyata Tuhan berkehendak lain karena hasilnya tidaklah persis seperti yang direncanakan.

Sang Penulis yang bernama Clara Ng, tidak mengatakan kalau akan memberikan buku-bukunya, tetapi beliau bersedia membantu menyediakan buku yang dibacakan. Hari itu, dia tidak hanya mendapat buku yang diperlukan tetapi juga pandangan baru tentang pentingnya membaca dan sastra untuk anak-anak. Tidak ada kata yang cukup untuk menggambarkan sukacitanya. Dia pun teringat akan frase “semesta mendukung.” Semenjak saat itu, komunitas Cerita Mentari rutin membacakan novel anak dari pengarang ternama dari berbagai belahan dunia, dimulai dengan novel “Perjalanan Ajaib Edward Tulane” karya Kate DiCamillo yang mengesankan lalu dilanjutkan dengan novel-novel bermutu lainnya.

Seiring berjalannya waktu, banyak orang mulai menawarkan diri untuk mendukung komunitas Cerita Mentari. Ada yang bersedia menyediakan cemilan untuk anak-anak, membantu membacakan buku, menjaga anak-anak, bahkan mendokumentasikan kegiatan dalam bentuk foto maupun video. Tanpa adanya proposal yang diberikan ataupun permintaan secara pribadi, para donatur dan sukarelawan datang untuk menopang kegiatan komunitas ini. Lalu, dibentuklah sebuah tim kecil agar kegiatan makin terencana dan tugas tidak hanya diemban oleh penggagas komunitas. Dengan pengalaman sebagian besar anggota tim yang merupakan tenaga pendidik, kegiatan komunitas yang mempunyai slogan “Membaca itu seru!” ini, mulai diintegrasikan dengan banyak kegiatan lain misalnya mewarnai, menggambar, menyanyi, bermain, diskusi, membuat kerajinan tangan, mendengarkan pembicara tamu dan sebagainya. Berkali-kali menerima uluran tangan, penggagas kembali membuktikan bahwa semesta masih mendukung.

Memulai dan mengasuh komunitas ini menjadi pengalaman berharga bagi wanita yang menggagas komunitas ini. Dia menyadari betul bahwa ketika melihat ada hal yang memprihatinkan, tergerak saja tidak cukup. Harus bergerak. Ketika Sang Maha Kuasa memberikan kesempatan untuk bergerak, sudah seharusnya disambut dengan keberanian untuk membuat sebuah langkah awal meskipun sendirian. Dia sudah merasakan bahwa Sang Pencipta tidak hanya membuatnya hatinya tergerak, kaki dan tangannya bergerak, tapi juga menggerakkan orang-orang lain untuk mendukung sesuai dengan kapasitas mereka termasuk selalu ada anak-anak yang tanpa paksaan datang. Sekarang Cerita Mentari sudah hampir memasuki tahun yang kedua dan dia masih terus merasakan semesta mendukungnya, meskipun ada yang memandang sebelah mata terhadap apa yang dilakukannya. Namun dia tetap memberikan energinya dan pikirannya untuk komunitas yang membuat hari akhir pekannya lebih berwarna, termasuk ketika ada anak-anak yang membuatnya kewalahan karena sikap mereka yang kurang sopan.

Di sisi lain, ada segelintir orang yang memuji yang dilakukannya. Namun, hal ini tidak membuatnya merasa menjadi sosok yang perlu dipuja karena dia hanya sekedar membuat langkah pertama, selebihnya Sang Maha Kuasa yang bekerja. Kepada Sang Pencipta semesta, dia terus titipkan harapan agar tidak hanya anak-anak menjadi suka membaca tetapi komunitasnya bisa menginspirasi orang banyak.

Semoga di berbagai tempat muncul Cerita Mentari dalam bidang lain, lahir dari mata yang melihat ketidakberesan, hati yang merasakan keprihatinan, tangan dan kaki yang bergerak untuk beraksi, serta mulut yang mengucap doa agar motivasi tetap murni. “Saat ada kesempatan untuk beraksi, ambillah kesempatan itu dengan penuh keberanian dan hati yang tulus serta keyakinan bahwa semesta mendukung dengan cara-Nya. Karena perubahan tidak akan terjadi tanpa satu langkah perdana,” tutup wanita yang bernama lengkap Elina Arin Kharisma.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun