Mohon tunggu...
Money

Philanthropy Islam

24 Mei 2017   07:52 Diperbarui: 24 Mei 2017   08:13 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Konsep ekonomi-sosial Islam memiliki beberapa sumber philantropy yang dapat dijadikan instrument mengurangi kemiskinan atau dengan kata lain mensejahterakan ummah. Salah satu philanthropy Islam itu adalah wakaf. Wakaf ibarat sebuah raksasa yang tertidur sudah lama, yang baru-baru ini terbangunkan, sehingga wakaf harus segera dilirik dan digerakan oleh umat Islam karena potensi yang dimilikinya sangat besar terhadap kesejahteraan umat Islam.

Salah satu landasan hukum disyari’atkanya wakaf adalah hadits Umar bin Khattab r.a. Dalam hadits tersebut disebutkan ketika Umar r.a ingin menyedekahkan kebun yang dimilikinya di Khaibar dan meminta petunjuk kepada Rasulullah saw. Rasulullah memerintahkan untuk menahan pokoknya, kemudian salurkan hasilnya. Oleh karena wakaf merupakan asset abadi, pokoknya harus utuh maka Umar r.a pun menyalurkan hasil dari Khaibar untuk membantu kaum fakir miskin, kerabat, tamu, budak, ibnu sabil, dan sabilillah.

Menurut perhitungan Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang diperoleh dari website resminya, potensi wakaf uang di Indonesia mencapai Rp. 120 triliun per tahun dengan asumsi ada 100 juta warga negara Indonesia mewakafkan uangnya sebesar Rp. 100.000 per bulan. Adapun asset tanah wakaf di Indonesia mencapai 435 ribu persil dengan luas tanah 436 ribu hektar, yang jika diuangkan mencapai lebih dari Rp. 200 triliun. Data di atas jika dikelola secara produktif akan mampu mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat dari dana dan asset yang dimiliki Indonesia.

Sebagai fakta bahwa wakaf mampu menopang berjalanya program, Universitas Al-Azhar mampu menjalankan programnya dari dana wakaf. Lebih dari itu, Kuwait membentuk Kementerian tersendiri untuk mengelola dana wakaf, begitu pula Singapura membangun pusat bisnis dari dana wakaf meskipun negara minoritas Muslim. Di Malaysia di salah satu perusahaan telah mewajibkan para karyawannya untuk berwakaf dengan memotong langsung dari gajinya. Di Indonesia, Pesantren Darussalam Gontor dan Pondok Pesantren Sidogiri menggunakan dana wakaf dalam menjalankan programnya.

Beberapa penelitian mendukung bahwa wakaf mampu mensejahterakan umat dan mampu mengentaskan kemiskinan, seperti Shatzmiller (2001) menyatakan bahwa wakaf merupakan sebuah instrumen kemerdekaan dan integrasi sosial. Sedangkan Sadeq menyatakan bahwa wakaf adalah asset abadi dalam sistem Islam. Wakaf menjadi salah satu alternatif yang efektif dalam mengetaskan kemiskinan. Hasil penelitian Khan dalam “Contribution of Islamic Waqf in Poverty Reduction”: menyatakan bahwa wakaf memiliki peran dalam mengurangi kemiskinan. Wakaf adalah aksi sosial yang berkelanjutan atas dasar karena Allah dan ditambah dengan semangat alturisme yang berlaku, yang merupakan patokan integral jalan hidup Islam, baik untuk pendidikan dan penelitian, kesehatan dan fasilitas public lainnya. Hossani, et all (2014) dalam Study of Cash Waqf and Its Impact on Poverty (Case Study of Iran)”:cash waqf dapat menjadi sumber peningkatan investasi dan profit dari investasi dapat mengurangi kemiskinan.

Begitu banyak penelitian yang menyatakan bahwa wakaf memiliki peran yang diyakini mampu mengentaskan kemiskinan. Akan tetapi dalam mencapai tujuan pengelolaan wakaf harus dilakukan secara produktif. Meskipun asset wakafnya banyak, tapi tidak prouktif hasilnya nihil, kemiskinan tetap saja menghantui negara ini. Hal ini didukung oleh Almanser (2014) yaitu perlu ditingkatkannya penggunaan wakaf yang produktif dalam bentuk aktifitas ekonomi.

Betapa besar peran wakaf dalam mensejahterakan umat. Akan tetapi hasil penelitian mengenai peran wakaf hanya sekedar tulisan teks saja. Begitu pula potensi wakaf hanya sekedar data berupa angka-angka dan persentase, tanpa implementasi kemiskinan pun akan tetap menghantui bangsa Indonesia.

Dengan demikian untuk menciptkan perwakafan di Indonesia yang massif dan memberikan feedback positif terhadap k program SDGs yaitu mengentaskan kemiskinan diperlukan keseriusan dari pemerintahan dalam membangkitkan semangat wakaf disertai pemahaman akan syari’at wakaf dan memproduktifkan asset wakaf secara produktif. Dengan begitu peran wakaf bukan sekedar tulisan tapi kenyataan yang dapat dirasakan dan dinikmati oleh masyarakat. Wakaf produktif ibarat pohon pisang. Semua unsur yang ada pada pohon pisang ketika dirawat, dikelola dengan baik akan memberi manfaat. Buahnya dapat dinikmati, daun dan batangnya dapat dimanfaatkan, dan tunasnya terus tumbuh dan betambah banyak tiada henti. Wakaf bukan untuk orang kaya saja, tetapi siapapun bisa.

Elis Nurhasanah/ Mahasiswi Pascasarjana KTTI Ekonomi dan Keuangan Syari’ah Universitas Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun