Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lelaki yang Mencuri Pagi

25 Mei 2017   09:20 Diperbarui: 25 Mei 2017   09:56 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum fajar menyingsing, ia sibakkan sarung yang menutupi tubuh kurusnya, menyeret langkah menuju belakang rumah untuk mengambil wudhu dari air yang mengucur lewat bong gelondong bambu. Dibasuhnya wajah yang mulai menua. Dilawannya udara dingin yang njekut.

Subuh ini seperti biasa, usai menunaikan kewajiban 2 rakaat, ia ingin mencuri pagi sebanyak-banyaknya. Ia sediakan karung yang cukup besar dan berharap karung itu akan dipenuhi rezeki penuh berkah.

Dibukanya jendela rumah lebar-lebar. Dibiarkannya udara pagi menguar memenuhi ruangan sempit rumahnya. Lampu ublik dimatikan. Suara kokok ayam mulai riuh, bersahutan, memberi tanda bahwa ia musti bergegas meninggalkan rumah.

Karung lusuh tersampir di pundak kiri sementara sebatang besi melengkung tergenggam erat di tangan kanan. Jalanan masih sepi dan lengang. Kakinya yang beralas sepatu butut melangkah ringan menuju suatu tempat. Tempat yang boleh dibilang, selalu dihindari oleh kebanyakan orang.

Ia adalah orang pertama yang hadir di tempat itu. Bau busuk menyengat menyambut kedatangannya. Tapi ia tidak peduli. Hidungnya sudah terbiasa dengan bermacam aneka aroma. Itulah sebabnya ia tetap menampakkan senyum. sebab ia yakin di tempat inilah Tuhan telah menyiapkan rezeki untuknya, dan itu patut disyukuri.

Tangan kurusnya mulai bekerja. Mengais-ngais tumpukan sampah yang menggunung. Ia bekerja sangat cermat dan hati-hati. Ia tahu jika dirinya teledor sedikit saja, tumpukan sampah yang menggunung itu bisa ambruk menimpa dirinya. Seperti kejadian beberapa waktu lalu yang telah menimpa salah seorang teman sesama pemulung. Akibat kurang berhati-hati, teman yang sedang apes itu tertimbun tumpukan sampah dan meninggal dunia saat itu juga.

Ia tidak ingin hal itu terjadi pada dirinya.

Ia masih ingin menikmati sisa-sisa hidupnya, walau hanya sebagai pemulung sampah.

Beberapa benda terbuat dari plastik yang masih utuh, botol-botol minuman bekas dan kardus-kardus nyaris memenuhi karung yang tergeletak di hadapannya. Ketika dirasa cukup, ia berhenti sejenak, merenggangkan pinggang dan menatap matahari yang mulai mengintip dari balik cakrawala.

Ia tidak ingin mengambil semua rezeki yang melimpah di hadapannya. Ia harus berbagi dengan teman-temannya. Meski kalau dirinya mau, bisa saja seluruh sampah yang teronggok itu ia ambil. Tapi ia tidak ingin menjadi manusia serakah.

Teman-teman sesama pemulung mulai berdatangan. Ia bertegur sapa, berbasa-basi dengan mereka, menepikan karung miliknya dan bersiap-siap untuk pulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun