Pada perkara sunyi yang tak henti menguasai hati. Izinkanlah aku menititipkan satu pertanyaan. Apakah pagi ini langit di kotamu sama dengan langit di kotaku? Jika iya, beritahu aku.Â
Sebab di sini langitku sedang tersapu awan mendung. Bukan karena hujan berkemas hendak turun. Melainkan matahari sedang dilanda rasa bingung. Bagaimana mesti menenangkan seorang perempuan, yang mengaku ia dan rindu tak kunjung usai bersitegang.
Pada perkara sunyi yang lebih sering dibesar-besarkan. Aku ingin menyampaikan sebait pesan. Jangan terlalu lama berdiri di atas jembatan berlatar kenangan. Segeralah berlari menjemputku. Raih dan genggam erat jemari tanganku.Â
Sebab aku tak mau. Jejak-jejak masa silam senantiasa membayangi di hidupmu. Apalagi sampai menjelma menjadi ratu yang berkuasa di singgasana hatimu.
Pada perkara sunyi yang seringkali menyelinap secara diam-diam. Aku ingin memberikan satu penegasan. Bahwa mengenalmu kemudian jatuh cinta adalah bagian dari perjalanan takdir yang tak bisa terelakkan. Jadi sekarang biarkanlah aku menyambutnya dengan hati paling bahagia.Â
Sebahagia perahu kecil yang tenggelam di tengah laut tak bertuan. Kemudian diketemukan. Dan terangkat kembali ke permukaan.Â
***
Malang, 23 Juli 2019
Lilik Fatimah Azzahra