Jantungku berdegup kencang, jiwaku tergoncang hebat, saat kulihat sorot matanya yang tajam menikam ulu hati. Daun-daun kering mendadak kembali segar dan hijau. Raung mesin roda empat pun terhenti. Memberi jalan padaku untuk merayakan kebahagiaan yang telah lama sirna.
Aku datang, begitu ucapnya. Suara merdu itu masih sama seperti dulu. Semerdu kicau burung di pagi hari. Tatap mata itu tak pernah berubah. Indah layaknya rembulan, tajam bak tatapan batara surya yang setia menyinari bumi, dengan awan beraraknya perlahan pamerkan keagungan.
Benarkah ini kau? Tanyaku dalam hati. Ah aku tak percaya. Kubuka labirin hati yang keloknya tak berujung. Terus menelusuri setiap tetes aliran darah yang bergerak cepat menuju urat-urat nadi yang kian menegang, membuncah lalu meledakan pikiran kotor yang terus menancap di kepala.
Kau hanyalah ilusi yang mampu menipu diri. Menjebak otakku dengan satu kata yang tak pernah bisa lengser dari hatiku. Ya..hanya satu kata yang begitu kuat mencengkram jiwa. Hingga ku tak mampu memandang ilusi sebagai tipuan hati. Ku tak mampu menatap ilusi sebagai penghancur diri. Kaulah ilusi yang menghantarkanku kian merindu.
Sumedang 29 Agustus 2019