Mohon tunggu...
Ekspedisi 9
Ekspedisi 9 Mohon Tunggu... -

sedang menelusuri waktu.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Gatot Kaca Vs Upin Ipin

8 Februari 2012   04:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:55 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Cerita wayang, yang seperti apa? Dengan tokoh-tokoh siapa? Semakin 'ketilep' oleh globalisasi dan ramainya media yang lebih menarik. Khusus bagi anak-anak, orangtua tidak sempat mengenalkan barang sejenak cerita wayang (baik itu ketika sebelum tidur), karena orangtua juga belum tentu memahami lho cerita wayang. Dunia mereka lebih banyak dipenuhi oleh tayangan-tayangan yang lebih sering hadir, lalu mereka tinggal menontonnya. Ya, cerita kartun Spongebob, Doraemon, Upin-ipin dsb. Disini saya katakan bukan berarti tayangan tersebut buruk, saya tidak mengatakan demikian.

Saya ingin menceritakan pengalaman saya tentang cerita wayang. Barangkali sama dengan kebanyakan bahwa saya bukanlah yang mengerti cerita wayang. Usia SD, SMP, SMA, D2, saya benar-benar tidak mengerti ceritanya, tokoh-tokoh yang saya kenal cukup Pandhawa 5, Srikandhi, dan Punakawan. Pada masa itu bukan berarti tidak ada tontonan wayang. Tetapi saya akui memang cerita dalam wayang itu bertele-tele sekali, berlaku sama dengan cerita wayang yang ada di dalam kaset. Padahal sebenarnya simple, sangat simple sekali.

Begini, kurang lebih setahun yang lalu, saya menemukan novel wayang berbahasa Indonesia dari teman sekolah dulu. Novel itu ditulis oleh penulis India, yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan harga sekitar Rp. 50.000, tersedia di toko Gramedia. Judul novelnya mengambil salah satu kitab induk wayang: Mahabharata. Singkat cerita saya tertarik dengan ceritanya yang simpel, didalamnya membahas tuntas 1 babon Mahabharata, cerita dari awal kehidupan, sampai akhir perang Bala Kurawa dengan para Pandhawa (Perang Mahabharata). Dibutuhkan waktu sekitar 1 Minggu dengan membaca santai, kalau dikejar 1 haripun pasti selesai.

Dari pengalaman saya di atas, saya berkesimpulan bahwa nilai ekonomis praktis saya dapat. Bagaimana tidak? ketika saya suatu waktu bertanya kepada teman saya yang mengatakan, " Saya cinta budaya, saya cinta wayang, dalang itu lebih pinter dari guru sekalipun jangan main-main! ". Waktu itu tontonan wayang. Eh, ketika saya tanya, dia mengatakan, "Wah nek iki, aku durung  tau ngerti critane". Ada-ada saja, nilainya menjadi setali tiga uang dengan tetangga saya yang sudah jadi pakdhe dan paman saya, mengaku suka wayang tetapi cerita Mahabharata, tidak tahu semua seri ceritanya. Lha tentu saja, mau dirata-rata orang kampung yang berhajat dalam sebulan 'nanggap wayang', tetapi lakon sudah ngojari (lakon yang berdasarkan diinginkan/disukai).  Sampai kiamatpun, belum tentu semua lakon bisa ditanggap 1, 1. Yang dipilih tentu yang menarik. Itulah  kenapa banyak sekali orangtua (biarpun) di desa, tetapi tidak bisa menjelaskan cerita wayang itu kepada anak (apalagi utuh).

Selesai dengan seri Mahabharata, beberapa bulan kemudian saya membeli sendiri seri Ramayana (tidak dalam tempo seminggu kemudian, karena kantong yang memang pas-pasan). Setelah membeli tentu saja saya baca sampai tamat. Setelah itu saya tawarkan kepada teman-teman dekat untuk meminjam (gratis). Sampai disini cerita sudah selesai. (Induk cerita wayang hanya Mahabharata dan Ramayana kan?)

Lalu sisi mana yang akan saya soroti? membandingkan wayang dan kartun, tidak. Saya hanya mempunyai pendapat (setelah membaca cerita wayang), alangkah baiknya jika orangtua bisa mengenalkan wayang pada anak-anaknya, karena banyak contoh-contoh terpuji yang diambil, dan wayang bisa menggambarkan kehidupan manusia, watak-watak manusia baik dulu maupun sekarang. Dan para kreatif, untuk bisa mengolah wayang ke dalam kartun, cerita anak, dll. Pada kondisi sekarang, ketika anak membaca cerita wayang di buku pelajaran Bahasa Jawa, banyak yang tidak mudeng.

# Kalau yang mengamati panggung politik, saat melihat gaya tokoh politik, akan bisa langsung hafal si Durna, si Sengkuni, si Togog dll. Salam!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun