Mohon tunggu...
Eko N Thomas Marbun
Eko N Thomas Marbun Mohon Tunggu... Penulis - I Kerani di Medan Merdeka Utara I

Tertarik pada sepak bola, politik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[HORORKOPLAK] Ritual Mencari Kuburan Hilang

12 Januari 2017   21:17 Diperbarui: 12 Januari 2017   21:31 1017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup dan dibesarkan dalam lingkungan yang percaya pada hal-hal klenik dan mistik membuatku sering merasa “ngeri-ngeri sedap” ketika mendengar cerita atau melihat kejadian yang terkait dengan dunia gaib itu. Sudah tidak terhitung cerita mistis yang membuatku takut keluar rumah di malam hari. Mulai dari cerita penunggu sumur umum yang sering menyapa warga yang kepagian sampai penunggu pohon bambu yang sering minta api pada anak muda yang kemalaman pulang nongkrong.

Alkisah, ketika aku duduk di kelas 3 Sekolah dasar akan ada pesta besar. Tepatnya bulan Juni di 20 tahun lalu akan digelar upacara menaikkan belulang nenek moyang kami ke kubur batu. Satu wujud penghormatan kepada nenek moyang. Permasalahannya tidak ada yang tahu persis dimana letak kubur itu. Soalnya sudah 3-4 generasi nenek moyang kami itu dikuburkan. Satu-satunya informasi yang kami tahu bahwa letak kuburan itu ada di pekuburan umum. Tetapi pekuburan itu, sudah penuh sesak dengan kubur-kubur baru.

Satu-satu cara adalah memanggil “orang pintar” untuk mencari tahu dimana persisnya lokasi kubur itu. Tidak sembarangan untuk memanggil orang pintar. Ada ritual untuk memanggilnya. Aneh-aneh pula, kali ini syaratnya harus membawa kumis harimau. Meski tidak masuk akal tetap saja dicari sampai ketemu. Aku lupa darimana kumis harimau didapat pada waktu itu.

Siang itu, ketika matahari tepat berada di ubun-ubun, aku baru pulang dari sekolah. Rumah sepi, tidak seperti biasanya. Aku segera menuju lemari makan. Ketika aku masih SD, untuk menjangkau bagian lemari paling atas harus jinjit. Segera aku jinjit, aku intip isinya. Wow, ayam bakar utuh! Lengkap dengan bumbu napinadar (khas Batak)! Belum lagi ada 3 butir telur ayam matang. Lengkap dengan nasih putih yang masih hangat. Segera aku coba ambil. Pletak! Bunyi ayam dan sebutir telur terjatuh.

Aku dengan tergesa-gesa membereskan. Setelah itu, aku tatap hidangan itu. Entah datang darimana, tiba-tiba muncul niat jahatku. Aku ambil secuil daging ayamnya. Aku cicipi ternyata enak. Lalu, tanpa ba-be-bu dan tanpa disangka-sangka sudah terlahapku seperlima daging ayamnya dan sebutir telur. Ah, paling hidangan buat makan siang pikirku.

Sementara itu, di pekuburan umum sedang dilakukan ritual pencarian kubur. Ritual mistis dilakukan. Dukun tampak komat-kamit memaca mantera. Persis di depannya diletaknya arang dan daun sirih. 5 menit kemudian, badannya terguncang hebat. Semua teperanjat dan tampak cemas. Aku yang baru saja sampai mematung memandang. Lalu, mata si dukun itu tampak melotot menyapu sekeliling. Kami masih takjim mengamati. Alam sepertinya ikut-ikutan mendukung ritual itu karena angin benar-benar tidak berembus.

“Grrrrr”, geram dukun itu

Lalu, tangan dukun itu dengan cepat bergerak mengambil arang. Dukun itu melukis dengan cepat di atas tampi. Hasilnya menakjubkan gambar manusia berambut panjang. Dukun itu bangkit berdiri dan berjalan ke arah kerumunan.

“Inikah yang kalian cari”, tanyanya

Semua mengangguk setuju. Jujur saja, aku tidak yakin gambar itu menggambar ciri seseorang selain bulatan yang dikasih mata, hidung, mulut, telinga, dan rambut. Kayak gambar yang aku buat pas pelajaran menggambar.

Lalu, tiba-tiba, ada seorang pemuda yang jatuh pingsan. Aku kurang tahu persis siapa dia. Badannya kaku. Semua panik. Ada yang teriak ambil air. Ada yang teriak angkat. Ada yang teriak siapa yang datang (merasuki). Kacau! Tetapi tidak ada yang berani mendekat. Pemuda itu lalu berguling-guling di atas tanah, tersadar dari semaputnya. Semua terheran-heran melihat. Dukun itu segera menenangkan pemuda itu, memegang kepalanya. Tapi, pemuda itu melawan. Lelaki dewasa yang sedari tadi hanya diam mengamati segera turun tangan membantu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun