Aku mengenal lebih dari lima tahun. Dulu itu tanpa sengaja kami bertemu. Ya mungkin memang akunya saja yang terlalu agresif, tapi nggak papalah ini masih jaman nya anak muda. Kami pun berbagi apa yang kami punya namun tak lebih dari hal pribadinya. Setahuku yang suka ngomongin hal pribadi itu aku, ya aku. Tanpa dia ingin tahu pun. Entahlah ini memang aku nyaman yang mudah sekali aku dapat darinya, kini mulai timbul hal-hal yang mematikan bagiku. Rasa yang perlahan-lahan bergejolak tak karuan dan ingin rasanya meletus kapan hari. Aku pun berpikir, seandainya dia tahu.
Memang nyata tak semanis asap melayang-layang bebas mencari hamparan, aku tertolak. Katanya, kami tak sejalan dan dia tak bisa hubungan jarak jauh. Itu cukup menyakiti ku untuk aku simpan sendiri dan ku lanjutkan sendiri. Aku memutuskan untuk pergi.
Tak berselang lama aku kembali, hanya untuk mengucap selamat ulangtahun. Anehnya dia tetap saja menyambut hangatnya aku yang rasanya memang berubah wujud menjadi seekor kucing rumahannya, yang rindunya memang mendalam untuk majikan. Awalan tak berjalan mulus, hanya ketidakpercayaan nya yang membuatku cukup bersabar, alhasil dia pun menerimaku apa adanya. Sebagai seorang teman.
Aku yang terlalu merasa nyaman dengan posisiku, rasanya ingin merajuk, dia pun tahu, kalau aku masih menyimpan harap untuknya. Dan lagi-lagi aku tertepis, diasingkan di pinggiran luka lama yang masih saja terbalut rapi merah jambu, seketika itu bau-bau impian sirna sudah. Aku pun berbenah diri untuk tak selalu membawa perasaan.