Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bahkan, Kita Bercinta ala Birokrasi

11 Juni 2017   16:16 Diperbarui: 11 Juni 2017   16:21 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Birokrasi, kata peminta legalitas, adalah momok segala urusan. Kadang-kadang di sana ada permainan. Di sana pula kita mengenal namanya korupsi.

Tulisan ini tidak membahas panjang perkara korupsi. Tapi setidaknya kita sebentar lagi akan merasakan gejala-gejala tersebut.

Pada mulanya, birokrasi ini baik-baik saja. Birokrasi, yang asal katanya 'bureau' berarti kantor, yang mengorganisir, bertujuan agar segalanya tersusun rapi. Kita tidak mungkin menghindar dari prosedur tertib administrasi, apalagi yang perlu diorganisir menyangkut perkara besar. Sebesar apa? Silakan timbang sendiri.

Sama halnya, misalnya, perayaan tujuh belasan di kampung. Tentu partisipasi warga sangat dibutuhkan agar meriah pestanya. Setidaknya kehadirannya sebagai penonton sudah memberi kesan. Maka, dibuatlah undangan yang mana di dalamnya telah bertanda tangan para birokrat semacam Ketua RT/RW atau Kepala Desa. Bayangkan jika undangan tersebut tidak mencantum nama keduanya. Sangat diragukan keabsahan dan kesahannya.

Birokrasi dapat juga muncul dari budaya masing-masing kelompok mayarakat. Selarasnya ditujukan pada simbol kepercayaan yang dianut masyarakat. Jika Ketua Adat ialah simbol suku A, maka segala hal yang menyangkut suku A harus menyertakan Ketua Adatnya. Apa gerangan yang membuktikannya? Tanda-tangan! Pada contoh lain, seperti kementerian A, sertakan tanda-tangan yang berwenang atasnya. Demikian seterusnya dan seterusnya.

Sampai di sini segalanya baik. Namun, seiring waktu berjalan, kita juga menyaksikan pergeseran maknanya. Seperti pengantar di atas, birokrasi itu adalah momok. Atas ke bawah, kiri ke samping. Pengalaman birokrasi akan selalu mengiangkan kemarahan: waktu yang terbuang banyak hanya mengurus perkara kecil.

Sebenarnya, alasan yang menjadikan birokrasi seperti itu tidak jauh dari ketidaksepahaman. Ini konsekuensi logis mengingat birokrasi menghadapkan dua pihak: peminta dan yang diminta. Masing-masing mempunyai tujuan dan langgamnya sendiri-sendiri. Namun, si peminta harus mengalah. Siapa rindu, siapa datang; siapa butuh, siapa mengalah. Logisnya, jika satu bagian tidak selesai, maka selanjutnya tidak akan berlanjut.

Dan kejadian ini bukanlah lagu sekali putar. Ia ada terus dan berulang-ulang di negeri ini. macam-macam pula yang terjadi. Ya itu tadi, sangking menikmati permainan, ada orang perorangan terciduk lantaran muatannya diduga mengandung atau berpotensi korupsi dan nepotisme. Ia mendahulukan dan mementingkan satu pihak.  

Bagaimana jika kita bekerja tanpa melulu melalui birokrasi? Tidak mungkin. Mental-mental birokrasi sudah tumbuh ke dalam keseharian. Kita nyatanya sering bermain ala birokrasi. Misalnya dalam hal bercinta. Sebagai catatan: tidak semua orang, tergantung pemahaman pribadi demi pribadi.

Gejala ini digambarkan seperti ini: seorang lelaki ingin berkenalan dengan seorang gadis. Merasa minder dan malu, mungkin, akhirnya ia meminta temannya supaya mencari tahu seluk-beluk, segala hal tentang si gadis itu. Di titik ini lahirlah alur macam birokrasi. Dan memang lelaki itu yang secara tidak langsung memberi wewenang kepada temannya untuk mengatur segala urusan. Asal tujuannya tercapai.

Ada dua kemungkinan dalam kasus mak comblang ini: berhasil atau gagal. Lelaki tadi berhasil berkenalan atau si gadis malah tidak tertarik. Namun, dalam kamus 'cinta ditolak', api perjuangan biasanya semakin membara. Ada saja yang disalahkan oleh si lelaki sial ini. Si mak comblang kena getah. Namun, andai kata urusan tadi berhasil, cintanya berbalas, berterimakasihlah kepada si birokrat: cinta mak comblang. Cinta yang membahagiakan setiap orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun