Mohon tunggu...
Edy Priyatna
Edy Priyatna Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pekerja swasta dibidang teknik sipil, tinggal di daerah Depok, sangat suka menulis...apalagi kalau banyak waktunya, lahir di Jakarta (1960), suka sekali memberikan komentar, suka jalan-jalan....jalan kaki lho, naik gunung, berlayar....dan suka sekali belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kompasiana

26 November 2011   16:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:09 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kompasiana Cerpen : Edy Priyatna

Seperti biasanya setelah kupulang kuliah, aku main-main ke TIM (Taman Ismail Marzuki) membantu temanku membersihkan alat-alat lukisannya. Memang aku selalu membantunya. Apalagi dalam waktu dekat ini dia akan mengikuti pameran. Jadi ia tidak begitu repot bila aku membantunya. Lagi pula daripada iseng di rumah kan lebih baik cari pengalaman di luar. Siapa tahu aku bisa jadi seniman terkenal! Lumayan, asal jangan jadi senewen saja!

Sore itu ketika sedang asyik-asyiknya mengaduk cat tiba-tiba aku tertarik dengan seorang gadis, kira-kira baru berumur duapuluhan, bertubuh langsing agak pendek sedang duduk disudut dekat pintu masuk tempat latihan menari, sambil membaca sebuah surat kabar harian ibukota. Sejak tadi ia kulihat selalu memperhatikanku. Nampaknya ia sedang menunggu seseorang.Wajahnya cukup cantik menurut penilaianku. Aku tersenyum memandangnya. Lalu iapun ikut tersenyum “Ah! Suatu kesempatan yang baik,” kataku dalam hati. Perlahan-lahan kuhampiri dia. Tapi tiba-tiba saja jantungku terasa berdenyut lebih cepat. Hatiku berdebar manakala langkahku semakin dekat. Aku tidak mengerti mengapa tiba-tiba jadi begini. Ah! Entahlah!

“Mengganggu nih! Boleh saya pinjam korannya?” kataku mulai bersandiwara.

“O, silahkan. Saya senang bila anda mau menemani saya,” sahutnya lembut sambil menyodorkan korannya. Aku menerimanya dan langsung duduk disebelahnya.

“Oiya kenalan dulu saya Rizal,” kataku menyodorkan tangan.

“Ana”, ia menyambutnya. Oh, begitu lembutnya! Ingin rasanya kupegang lebih lama lagi.

“Nama yang indah…”

“Terima kasih…”

“Sedang menunggu yang menari ya?” tanyaku sambil membuka halaman koran tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun