Mohon tunggu...
Eddy Mesakh
Eddy Mesakh Mohon Tunggu... Wiraswasta - WNI cinta damai

Eddy Mesakh. Warga negara Republik Indonesia. Itu sa! Dapat ditemui di http://www.eddymesakh.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Bila Mendadak Anda Ditangkap Polisi (Belajar dari Penangkapan Bambang Widjojanto)

28 Januari 2015   01:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:15 1959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14223738911114156920

[caption id="attachment_393605" align="aligncenter" width="560" caption="Bambang Widjojanto (sumber:tribunnnews.com)"][/caption]

MENDADAK polisi menangkap Anda. Meski belum tahu pelanggaran hukum apa yang telah Anda lakukan, mau tak mau Anda harus patuh pada petugas kepolisian yang telah meringkus Anda. Sebab, mereka adalah alat negara dan (mestinya) sedang menjalankan tugas negara pula. Lalu apa atau bagaimana sikap Anda?

Pertama, jangan melawan. Selanjutnya mari kita belajar dari sikap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW) ketika diringkus petugas dari Bareskrim Polri, 23 Januari 2015 pagi.

Sikap BW tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Lanjutan. BAP Lanjutan tersebut beredar luas di dunia maya. Penulis memperoleh empat file foto BAP dan satu file foto Surat Penangkapan dari media sosial. BAP dan Surat Penangkapan tersebut dalam bentuk foto atau dipotret.

Sesuai yang tertera dalam BAP tersebut, penyidik memeriksa BW sebagai tersangka dalam perkara  tindak pidana memberikan keterangan palsu di bawah sumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 KUHP  Jo Pasal 55 KUHP berdasarkan Laporan Polisi No: LP/67/1/2015/Bareskrim, tanggal 19 Januari 2015, atas nama Pelapor H. Sugianto Sabran.

BW diperiksa oleh empat penyidik dari Direktorat II Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Bareskrim Polri, masing-masing seorang berpangkat AKBP dan tiga lainnya berpangkat AKP. Dalam BAP tersebut tergambar BW, yang tak lain seorang pengacara senior dan menyandang gelar doktor hukum, secara spontan melakukan self advocacy atau pembelaan diri sendiri ketika berhadapan dengan penyidik.

BW menjawab semua pertanyaan penyidik. Namun, sejak pertanyaan pertama diajukan, BW langsung menyatakan bahwa dirinya tidak bersedia memberikan keterangan sebagai tersangka dan  tidak bersedia memberikan keterangan terkait materi pemeriksaan sebelum didampingi kuasa hukum/pengacara.

Lebih lanjut, ketika sudah didampingi kuasa hukum, BW tetap tidak bersedia menjawab pertanyaan terkait materi sesuai pasal yang dituduhkan. Menjawab pertanyaan penyidik; “Saat ini Saudara bersedia diperiksa sebagai Tersangka?”

BW menjawab; “Saya bersedia diperiksa sebagai tersangka, karena sudah didampingi (Kuasa Hukum, Pen), akan tetapi saya mempersoalkan dasar hukum yang menjadi dasar tuduhan seperti yang ditujukan dalam Surat Perintah Penangkapan No Sp.Kap/07/1/2015/Dit Tipideksus tanggal 22 Januari 2015.”

Jawaban BW sekanjutnya, “Pada butir 1) Surat Perintah Penangkapan, saya dinayatakan “diduga” melanggar Pasal 242 KUHP Jo Pasal 55 KUHP, tidak ada kualifikasi yang ........ (tidak terbaca) dituduhkan pada saya apakah Pasal 242 ayat (1) KUHP atau Pasal 242 ayat (2) KUHP dan apakah Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP  ataukah Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP, yaitu dengan kualifikasi orang yang melakukan atau menyuruh melakukan atau juga sebagai pembujuk dan lainnya.”

Dia melanjutkan, “ Berdasarkan uraian di atas, penggunaan Pasal 242 KUHP dan Pasal 55 KUHP yang tidak jelas kualifikasinya menjadi bias, absurd, dan tidak jelas.”

Pun untuk pertanyaan “ringan” dari penyidik seperti apakah dirinya pernah ditahan atau tersangkut perkara pidana, meminta penjelasan riwayat hidup, pekerjaan, dan jabatan, termasuk pertanyaan-pertanyaan bersifat klarifikasi, BW tetap pada pendiriannya untuk tidak menjawab pertanyaan penyidik sebelum mendapatkan penjelasan atau klarifikasi yang SANGAT JELAS mengenai katagori penerapan Pasal 242 KUHP dan Pasal 55 KUHP yang menjadi dasar dirinya ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan BW enggan melihat dokumen terkait perkara yang dituduhkan kepadanya sebelum mendapatkan penjelasan mengenai pasal-pasal yang disangkakan kepadanya.

Cermati Surat Penangkapan

Kendati masih dalam situasi tertekan mengingat penangkapan dilakukan secara mendadak, BW tetap mencermati secara teliti surat penangkapan terhadap dirinya. Hal ini tergambar manakala penyidik – yang tampaknya sudah mulai bosan dengan jawaban yang itu-itu saja – bertanya apakah semua pertanyaan akan dijawab dengan “saya tidak bersedia menjawab sebelum mendapatkan penjelasan yang lengkap”.

Dalam jawabannya, BW menyampaikan tiga poin. Pertama, dirinya kembali tidak mau menjawab sebelum mendapat penjelasan mengenai pasal-pasal yang dikenakan terhadapnya. Pada poin kedua, BW menunjukkan bahwa dirinya sosok yang cermat. Rupanya ketika pertama kali ditangkap, BW mencermati isi surat penangkapannya secara teliti.

“Ternyata Surat Perintah Penangkapan yang disampaikan kepada saya tempat tinggalnya salah, tertulis Kelurahan Cilodong dan Kecamatan Sukmajaya, seharusnya Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cilodong”.

BW melanjutkan, “Surat Perintah Penangkapan yang saya dapatkan berbeda dengan Surat Perintah Penangkapan yang diperlihatkan kepada saya sebelumnya di depan Ceria Mart, Kelapa Dua, sebelum saya diborgol. Perbedaannya itu, yang diperlihatkan kepada saya, yaitu Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Sukmajaya, yang saya dapatkan sekarang ini Kelurahan Cilodong, Kecamatan Sukmajaya.”

Tampaknya Bareskrim terburu-buru dan kurang teliti ketika membuat Surat Penangkapan terhadap BW. Akibatnya terjadi kesalahan “kecil” tetapi belakangan menimbulkan masalah sebagaimana contoh di atas.

Jawaban berikutnya, sebagai seorang praktisi hukum yang sangat memahami prosedur hukum atau hukum acara, BW mempersoalkan Surat Perintah Penangkapan terhadap dirinya. “Surat Perintah Penangkapan sesuai Pasal 19 ayat (1) KUHAP hanya dapat dilakukan paling lama satu hari, tapi dalam Surat Perintah Penangkapan No: tidak disebutkan secara jelas dan bahkan menimbulkan bias karena poin 2 nya menyebutkan Surat Perintah Nomor: Sp.Kap/07/I/2015/DitTipideksus tanggal 22 Januari 2015 ini tidak berlaku sejak tanggal dikeluarkan sampai dengan selesai.”

Artinya, penangkapan terhadap BW adalah tidak sah karena bertentangan dengan undang-undang. Sebab, klausul “Paling lama satu hari” merupakan batas maksimum masa penangkapan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana. Bunyi KUHAP Pasal 19 ayat (1)  Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat dilakukan paling lama satu hari.  Sementara Pasal 17 sendiri berbunyi; Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Mempertahankan hak dan privasi

Ketika penyidik bertanya mengenai apakah masih ada keterangan yang hendak disampaikan, BW meminta agar ditunjukkan kembali Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/53//I/2015/DitTipideksus Tanggal 20 Januari 2015. Alasannya, ketika diperlihatkan oleh penyidik, dirinya belum didampingi tim penasihat hukum. Tampaknya BW pernah meminta sebelumnya, tetapi ditolak oleh penyidik. “Hal ini dapat menghambat kepentingan pembelaan kepada saya oleh Tim Penasihat Hukum saya, saya berkeberatan karena permintaan saya tersebut ditolak oleh penyidik.”

BW mempersoalkan proses penangkapan terhadap dirinya. “Saya merasa diperlakukan dengan kekerasan  ketika harus diborgol, pada saat saya ditangkap di depan Ceria Mart pada jam 7.30 tanggal 23 Januari 2015.”  Dia melanjutkan, “Saya merasa diteror ketika di dalam mobil saya dikatakan punya banyak kasus dan anak saya yang paling kecil ditanya identitasnya di sekolah, karena itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan perkara ini.” Selanjutnya BW juga meminta diberikan turunan BAP untuk kepentingan pembelaan. (*/eddy mesakh)

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pasal 242 KUHP dan Pasal 55 KUHP

Pasal 242 KUHP :

(1) menyebutkan Barangsiapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi atau oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun’.

(2) menentukan jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara maksimal 9 tahun.

(3) menyebutkan disamakan dengan sumpah adalah janji atau penguatan yang diharuskan menurut aturan-aturan umum atau yang menjadi pengganti sumpah.

(4) menambahkan pidana pencabutan hak berdasarkan Pasal 35 No. 1-4 KUHP dapat dijatuhkan.

Pasal 55 KUHP:

(1) Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana:

1e. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu;

2e. Orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan sesuatu perbuatan.

(2) Tentang orang-orang yang tersebut dalam sub 2e itu yang boleh dipertanggungjawabkan kepadanya hanyalah perbuatan yang dengan sengaja dibujuk oleh mereka itu, serta dengan akibatnya.

Penjelasan ahli hukum tentang pasal-pasal tersebut dapat dibaca di link berikut:

Inilah Penjelasan tentang Pidana yang Menjerat BW

Penerapan Pasal Kesaksian Palsu untuk BW Janggal, Ini Penjelasannya

Perbedaan 'Turut Melakukan' dengan 'Membantu Melakukan' Tindak Pidana

Analisa Kasus Pidana yang Terkait Pasal 55 KUHP dan 56 KUHP

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun