Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Bangga

13 Juli 2017   13:52 Diperbarui: 13 Juli 2017   14:10 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Terserah apa kata orang. Mau mengejekku ndeso, wong nggunung, atau kampungan, sumonggo. Aku tidak tersinggung. Malah kalau mau jujur menjadi orang ndeso itu membanggakan. Paling tidak sebagai orang yang terlahir di ndeso yang kelahirannya tidak di Caesarmelainkan ditangani dukun, aku merasakan kesegaran berpikir orang-orangnya.  Tidak grusa-grusu, tidak kemlinti, tidak sok kota yang seakan-tahu segalanya. Orang ndeso dengan keluguannya seringkali nyolong pethek. Ada standar lain yang dibawa hingga membuahkan pemikiran jauh melebihi orang kota dalam berpikir. Ketika mata hati lebih jernih, ketika  jangkauan pandangnya lebar tidak tersandung oleh jajaran gedung-gedung serta sempitnya perumahan orang desa  merancang  masa depan dengan lebih jauh wawasan pandangnya. 

Tentunya awal mula akan mendapat cibiran, cemoohan, cercaan. Orang yang biasa bersumbu pendek akan menilai dari titik kebenciannya, kesombongannya saat merasa lebih super dari wajah lugu, muka ndeso. Padahal banyak yang tidak tahu bahwa meskipun  lahir dari desa ada pola pemikiran yang tidak terduga dari filsafat hidupnya. Dari kesederhanaan hidup, gojlokan mental serta benturan masalah yang sering diterimanya si orang ndeso itu belajar dari kesalahan, belajar dari kekurangan. Gentur tapane, Jejeg laku prihatine untuk menjemput kehidupan yang lebih baik di masa depan.

Aku lahir di desa, terbiasa menikmati kesuburan, makan seadanya, tidak neko-neko. Jagad luas, udara segar dan penduduknya grapyak semanak. Ada ikatan kekeluargaan kuat meskipun tidak dimungkiri konflik antar teman, keluarga dan tetangga selalu ada. Tapi yang bisa dipetik dari kehidupan wong ndeso itu adalah bagaimana ia memandang hidup.Meskipun aku bukanlah warga teladan desa dan sekarang cenderung terkontaminasi perilaku kekota-kotaan, aku masih merasa bahwa wong ndeso itu tidak seburuk gambaran yang ada dalam imajinasi orang kota.

Hampir sebagian orang-orang yang sukses itu orang-orang desa yang tempatnya itu ada di pucuk nggunung, yang boleh dikatakan perlu jalan kaki berkilo-kilo untuk bisa merasakan sekolah. Justru tempaan hidup, perjuangan berat untuk mendapat pembelajaran itu yang memberikan pondasi kuat mengapa orang desa itu cenderung lebih sukses daripada orang-orang yang lahir brol di kota yang semuanya serba ada.

Ada peribahasa: " hidup  adalah perjuangan". Tanpa berjuang orang tidak akan mendapatkan apa yang dicita-citakannya. Semakin sukses cobaan akan semakin kencang, hanya orang orang yang bermental baja serta kuat menahan cobaan yang akan tetap bertahan dalam kesuksesan. Orang-orang desa yang semasa kecilnya telah dididik alam akan lebih tahan menghadapi cacian, makian, godaan betapapun beratnya.

Orang ndeso dan menulis

Lalu apa hubungannya orang  desa dengan kemampuan menulis. Aku bisa merasakan banyak imajinasi datang ketika melihat alam. Bertabur rerumputan hijau, suburnya tanah, kelokan ladang, serta sekumpulan dedongengan yang masuk dalam ranah pikir anak-anak desa memberi stimulant orang desa untuk mengungkapkan perasaannya dengan membuat tulisan. 

Banyak yang ingin disampaikan, banyak yang ingin diceritakan kepada anak cucu yang akan datang nantinya. Dan hanya dengan tulisanlah nak cucu bisa merasakan keindahan alam pedesaan. Bisa jadi suasana pedesaan nantinya hanyalah sebuah dongeng, mereka anak-anak masa depan tidak lagi  bisa meresapi keindahan alam, tingginya seni budaya, serta betapa adiluhungnya filsafat tinggalan nenek moyang.  

Manusia desa itu manusia multi budaya yang diwariskan alam untuk  mencintai peradaban serta warisan kearifan alam. Mungkin saja setelah tinggal di kota  pengenalan pada seni budaya meluntur karena tuntutan hidup, namun bekas-bekas pembelajaran pada alam yang menghembuskan kearifan alam akan tetap lestari sepanjang hidupnya. Tidaklah mudah melupakan desa tempat udara segar serta keramahtamahan penduduknya hadir dan merasuk sampai tulang sungsumnya.

Kemarahan selalu ada, ketersinggungan akan selalu menjadi bunga kehidupan tapi tidak mudah memperalat manusia desa untuk memelihara dendam kesumat bila diejek "ndeso". Kadang malah timbul rasa bangga ketika ia disebut ndeso. Sama seperti aku biarlah  secara perilaku, dan tamapang terlihat ndeso tapi soal pemikiran dan wawasan itu soal lain. Orang kota boleh sombong tapi jangan meremehkan orang desa dalam mengurai permasalahan. Bisa jadi orang yang sok mengaku kota terkencing- kencing mengikuti ide-ide bernas orang desa.

Menulis itu adalah bagian dari  tingginya sebuah asa orang desa. Baca cerita Ahmad Tohari yang menulis tentang  "Ronggeng Dukuh Paruk". Resapi novel-novel YB Mangunwijaya,  NH Dini dan sejumlah penulis yang lahir jebrol dari tanah pedesaan. Mereka bisa memetik buah filsafat kehidupan dari tempaan udara pedesaan. Tidak usah sirik, tidak usah dengki kenyataan membuktikan banyak orang sukses lahir dari Rahim ibu pedesaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun