Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bara Papua Gara-gara Jawa?

21 Agustus 2019   15:31 Diperbarui: 21 Agustus 2019   17:38 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu dampak kerusuhan di Manokwari (kompas.com)

Ledakan kerusuhan di Manokwari itu diduga karena kasus pengusiran Mahasiswa Papua dari Asramanya di Surabaya. Awal mula pengusiran diduga karena pelecehan Bendera Merah Putih yang tidak diakui oleh Mahasiswa Papua. Lalu siapa yang memantik api perselisihan yang berbau SARA. Karena Agama? Karena Somad atau karena tangan-tangan misterius yang menginginkan Indonesia chaos dan terperosok dalam perang antar etnis, dan dipicu juga karena pelecehan simbol agama?

Indonesia rawan jika masyarakatnya terus dijerumuskan dalam perbedaan keyakinan. Apalagi banyak pemuka agama tanpa merasa berdosa terus menggosokkan kata-kata yang bisa memantik sentiment agama. Banyak pemuka agama yang begitu fanatik terus mengobarkan anti agama lain dan tidak ingin Pancasila berakar kuat dalam benak masyarakat Indonesia yang majemuk dan multietnis.

Papua yang selama ini merasa dibedakan sebetulnya sudah dirangkul. Pembangunan mulai merata tidak Jawa sentris. Tetapi ada politisi, tokoh- tokoh agama ekstrem kanan yang tidak suka Indonesia damai. Ada yang terus membawa Indonesia menjadi negara agama. Maka mereka menyusup ke mana-mana. Dalam parlemen, dalam pemerintahan, dalam institusi pendidikan dalam dunia hiburan.

Pelan-pelan seniman yang rata rata mempunyai sikap toleransi tinggi dipersempit ruang geraknya. Kegiatan-kegiatan agama diperbanyak, aneka kajian agama mengalami perkembangan pesat. Dan simbol- simbol keagamaan menonjol sampai ke pelosok-pelosok. Sedangkan baju adat, keistimewaan budaya dibenturkan dengan doktrin agama dan tafsir-tafsir agama yang tampak radikal.

Papua yang temperamen orang-orangnya, mudah tersulut emosi jika ditekan dan frontal tentu akan marah jika disindir dengan kata-kata rasis. Politik pecah belah seperti kembali sama ketika Majapahit, Mataram sedang menuju keruntuhan. Yang diserang adalah produk budayanya dimampatkan sehingga hiburan dan pertunjukan dipandang aib tidak sesuai dengan ajaran agama. Bidaah, menyembah iblis, bersekuti dengan jin.

Tolong mohon dimengerti untuk merangkul saudara dari Papua haruslah dengan pendekatan yang berbudaya, mengerti apa yang ditabukan dan dihindari sehingga tidak menyinggung perasaan. Jangan memandangnya dengan membedakan warna kulit, dan agama.

Ormas-ormas yang berkedudukan di Jawa jangan menjebak dengan isu kebangsaan atau sengaja mengarahkan agar kembali bernostalgia  dengan gerakan Papua merdeka. Ketika Saudara Papua sudah diberi perhatian dan berkesempatan mengenyam pendidikan yang sama maka kata-kata rasis seminimal mungkin untuk dikatakan. Malah mungkin sesekali ikut larut dalam pesta, berjoget bersama meskipun tidak usah mengikuti jika harus menenggak minuman keras. Lain ladang lain belalang, mohon pengertiannya menolak dengan halus jika tidak berkenan.

Soal bendera yang jatuh di got dan kebetulan ada di depan asrama mahasiswa jangan berburuk sangka dahulu. Dahulukan persuasi bukan dengan memaki dan menggeruduknya. Orang Papua tidak takut pada senjata. Semakin ditekan akan semakin melawan dan akan memperparah situasi.

Saya pernah mendengar cerita orang Papua dihajar oleh preman di terminal Muntilan. Ketika mendengarnya sontak puluhan orang Papua yang sedang belajar agama di sebuah pesantren berlari cepat sekitar 3 kilo membawa senjata. Suasana tintrim terasa. Kekeluargaan di antara mereka kuat, satu di sakiti yang lain merasakannya juga. 

Maka jika ingin mengerti mereka harus dengan jalan lembut yang tidak menimbulkan sentimen kesukuan, tidak menyentuh masalah perbedaan warna kulit. Kadang orang jawa sering ngawur dengan melontarkan kata- kata sarkastis, ini yang harus dihindari, sebab perasaan mereka biasa peka jika menyangkut kemerdekaan, kemandirian orang- orang Papua.

Orang Jawa memang banyak akalnya dan banyak kreasinya dalam mengolah alam dan menciptakan pekerjaan, tetapi semoga kearifan orang Jawa tidak dimanfaatkan untuk mengubah kebudayaan yang sudah lama berakar, turun temurun di Papua. Jangan Membuat percikan api yang membuat dendam membara karena rasa iri dan merasa terjajah di tanah airnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun