Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebudayaan Tergilas Perilaku Politik Bar-bar

17 April 2019   05:35 Diperbarui: 17 April 2019   07:00 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar maxmanroe.com

Apa sih arsenal utama kemajuan bangsa apakah politik atau kebudayaan? Tergantung sudut pandangnya. Bagi politisi tentu akan memprioritaskan politik sebagai arsenal perjuangan diplomasi dan ketatanegaraan. Bagi pegiat budaya. Politik tidak sempurna tanpa landasan kebudayaan yang kuat.

Kebudayaan memberi pondasi bagi adab manusia. Kebudayaan menciptakan filosofi- filosofi bijak yang mampu meredam kebringasan politik yang saat ini tengah ganas- ganasnya. Lihat saja pemberitaan di media baik mainstream maupun online lebih didominasi perilaku curang, bar- bar bagi sebagian politisi. 

Kecerdasan tidak sebanding dengan akhlak mereka yang cenderung menghalalkan segala cara untuk menang. Proses diabaikan ketika politik uang lebih dominan daripada komunikasi intensif antara politisi dan konstituen. Dalam benak Politisi pendekatan uang lebih efektif karena mereka konstiuen lebih gampang dirayu dengan diberi janji- janji dan uang.

Maka ketika isu -- isu pemilu curang lebih mendominasi daripada sebuah pesta pemilihan banyak caleg, politisi partai sengaja menabrak aturan demi sebuah kemenangan. Proses demokratisasi, pembelajaran peradaban, perilaku sportif hilang lenyap dalam benak politisi.

Pemilu lebih didominasi oleh serangan- serangan hoaks, ujaran kebencian dan fitnah- fitnah dari mulut orang- orang yang katanya beradab dan religius. Banyak orang terutama politisi menunggangi agama untuk kegitimasi kekuasaan. 

Ketika agama dimainkan untuk mengaduk  aduk emosi massa yang tertangkap dalam pikiran penulis adalah betapa pongahnya politisi memanfaatkan agama untuk kepentingan duniawi. Sepertinya agama tidak berdaya meredam nafsu kuasa yang besar hingga mengorbankan agama sebagai tuntunan nilai- nilai kemanusiaan dan bakti pada Tuhan yang selalu mengajarkan kebaikan,

Kebudayaan ditinggal masuk dalam rimba perang ideologi, sistem pemerintahan yang cenderung korups. Dan Ketika ada orang baik berusaha memperbaikinya dan mengarahkan melalui cara- cara sederhana serangan brutal muncul dari mana- mana. Kenikmatan merasakan limpahan kekayaan dari sumber daya alam  dan pemilikan hak guna tanah untuk kepentingan bisnis semata melahirkan kerusakan alam. 

Tidak heran saat ini bencana- demi bencana alam sepertii longsor, banjir bandang merata di hampir seluruh wilayah. Alam telah begitu labil karena nafsu merusak alam lebih besar daripada upaya penghijauan kembali. Alam diubah menjadi perumahan, di rusak alurnya, direkayasa hingga sesuai impian manusia modern. 

Kebudayaan yang melindungi manusia dari nafsu serakah pelan- pelan lenyap tergusur perilaku instan yang ingin bergerak cepat, instan untuk mendapatkan kelimpahan kekayaan yang cuma bertahan sejenak sebab kebutuhan hidup manusia dan gaya hidupnya telah mengubah pola konsumsinya. Hedonisme, membangun eksistensi diri, menaikkan popularitas diri dengan nenawarkan konsep- konsep unik tetapi mengorban kesantunan telah menjadi trend. 

Digitalisai di segala lini tidak bisa tertolak tapi sayangnya manusia Indonesia belum punya landasan kuat untuk memperkuat moral, etika dalam budaya yang mampu memberi keseimbangan sebagai manusia modern yang berbudaya. Semakin modern kesopanan manusia makin luntur.Semakin canggih teknologi semakin tumbuh individualitas yang akhirnya menumbuhkan egoism yang kuat.

Indonesia saat ini sedang tercabik- cabik dalam perilaku negative akibat system politik yang belum pulih sejak reformasi bergulir seperti kata  budayawan Radhar Panca Dahana  negeri ini adalah negeri"bencana": negeri yang tak habis-habisnya luluh lantak karena kekerasan perilaku alam, dan manusianya. ...secara kultural, bahkan fisik, fisiologis, dan seterusnya adalah puing-puing, di mana bukan hanya beton, kayu, aspal, tapi juga hati, pikiran dan harapan berserakan di mana-mana terkena bencana alam, bencana kemanusiaan, bencana kebudayaan.( Cuplikan tulisan Radhar Panca Dahana dalam buku Dalam Sebotol Coklat Cair dan Sejumlah Esei Seni,februari 2008)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun