Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen│Sebulan dalam Dekapan Sunyi

5 April 2018   11:13 Diperbarui: 5 April 2018   11:53 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alam nan sunyi (dokumen pribadi)

Aku benar-benar tenggelam dalam kesunyian. Tidak menengok rembulan, tidak berjemur dalam cahaya matahari. Sepi memagut dan hanya satu bintang yang mampu kulihat dari celah lubang genting.  Seperti manusia yang hidup dalam pasungan. Sehari-hari hanya menatap sepi dan debur jantung tidak beraturan. Sesekali  terkaget ketika ada suara menggelegar di sudut langit. Cahaya yang menyusup dalam celah genting.

Waktu itu aku benar-benar kalap, entah darimana tiba-tiba iblis menyusup dalam tubuhku. Aku seperti dirasuki roh jahat yang selalu berbisik tentang kematian dan penyiksaan. Iblis datang dan aku terdiam, ia seperti berkotbah untuk membangkitkan rasa iriku, kecemburuanku dan dendam menggelegak oleh nasib sial yang tidak pernah luput dalam hidupku.

Apakah aku tengah hidup dalam dunia yang dipenuhi orang-orang gila. Sejak awal aku curiga, semua orang seperti memojokkan aku, ketika aku tertangkap tangan tengah mengisap mariyuana, lalu membabi buta melukai orang-orang yang berkerumun. Apa yang salah sih? 

Toh aku merasa tidak merugikan orang lain, tidak juga mencederai persahabatan , pertemanan. Lihat saja orang-orang yang sedang menikmati indahnya taman bicara, seperti anak-anak yang bebas bermain tanpa beban mengurus negara ditinggal main Mobile Legend

Ah, Apakah aku yang gila sehingga menatap mereka seperti menatap orang waras. Benar- benar A*j*n*. Aku tidak mengerti jalan pemikiran politisi sekarang. Hukum seperti permainan game, politikpun seperti alam khayalan yang meninabobokkan pelakunya menjadi manusia durjana. Hanya mereka tidak menyadari.

"Aku memang bajingan, sudah pernah membunuh dan hampir terbunuh. Lihat saja, betapa banyak goresan dihampir seluruh tubuhku. Aku adalah mesin pembunuh. Senyumku kata orang seperti layaknya seringai iblis, siap mencaplok dan menelan bulat-bulat"

Otakku penuh halusinasi, padahal sejak masuk rehabilitasi aku ingin sekali menulis tentang apapun yang bisa kutulis. Pernah ada yang ingin menolongku, ia bawakan buku dan kertas, tiba-tiba saja tanganku reflek merobek-robek kertas pemberian seseorang. Aku robek-robek kertas itu dan kertasnya kukunyah,Glek dan langsung kutelan.

Kertas tidak bisa menampung kegalauanku. Akhirnya aku menuliskannya di dinding ruangan sempit ini. Ku eja satu persatu. Inikah karya penyair agung. Selama sebulan aku telah berselingkuh dengan kesunyian dan hasilnya, graffiti dan mural.

Aku melahap sunyi setelah merasa pusing memikirkan tentang politik yang centang perenang. Bisakah sehari saja mereka tidak menampakkan batang hidungnya. Aku muak dengan semua obralan kata-katanya entah di twit, instagram, Line, facebook Wattshap. Sebulan hiruk pikuk suara mereka tidak terdengar, hanya sunyi, ditemani orong-orong, senja jingga berkasih-kasihan dengan malam.

 Sebulan dalam dekapan sunyi akhirnya aku menemukan lentera yang menuntunku mendekat cahaya. Dan rembulan itu dengan gagah dan benderang telanjang di depan mataku.

Ia menantangku untuk melahirkan kata, sementara sudah ribuan kata aku ukir di tembok rumah sakit ini. Di sudut gelap ruang rehabilitasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun